BABAD PAMUNGKAS

BABAD PAMUNGKAS
Posted by MrR4m34t
Your Ads Here


PENDEKAR KERIS SAKTI 

BABAD
PAMUNGKAS

Karya: Mike Simons


Bab 1

 

P

ertarungan antara Resi Raksasa perwujudan keenam dewa kerajaan perut bumi melawan para tokoh dunia persilatan yang masih tersisa pun berjalan semakin seru dan menegangkan. Bujang Gila Tapak Sakti yang berhasil mendaratkan pukulan sakti Mahameru Murka kearah dada Resi Raksasa pun harus bernasib apes merasakan tamparan telapak sang resi yang begitu keras, sehingga pendekar sahabat karib Pendekar Dua Satu Dua ini sampai terlempar terputar-putar dan menghempas sisa onggokan candi prambanan yang melayang di udara dalam keadaan tidak sadarkan diri. sementara itu, Nyi Roro Kidul yang berada di atas kereta kencananya kembali mengibaskan tali kekang kuda kereta kencananya sehinga tiga pasang kuda pilihan miliknya tersebut saling berkejaran memutari tubuh Resi Raksasa. Dari atas cermin bulat raksasa yang diketahui bernama cermin pualam sakti dasar samudera yang melayang diatas kepala sang ratu tersebut, terlihat melesat cahaya angker berwarna biru yang tidak putus-putusnya menghantam tubuh Resi Raksasa! 

 Resi Raksasa yang merasakan kerepotan oleh silaunya cahaya yang terus menghantam tubuh dan menyilaukan pandangannya berusaha menangkap Nyi Roro Kidul yang mengendarai kereta kencana yang mengitari tubuhnya, namun urung di lakukan manakala dirasanya pundak sebelah kanannya tiba-tiba terasa sakit luar biasa. Saat dirinya menoleh rupanya Mahesa Kelud telah berhasil menghujamkan pedang dewa dan keris ular emas miliknya ke pundaknya sebelah kanan! 

 “Jahanaaaam!!!” bentak sang Resi Raksasa sembari berusaha menepuk tubuh Mahesa Kelud menggunakan tangan kirinya. suara sang raksasa yang mengelegar memecah angkasa menandakan kalau sang resi akhirnya merasakan juga apa itu rasa sakit yang sesungguhnya! Menghilangnya kabut dewa dan terbebas nya Kiai Naga Waskita dan Kiai Naga Wisesa kedua naga pemutar poros inti bumi ini, menandakan kalau kekebalan yang dimiliki resi gabungan keenam dewa ini akhirnya mulai memudar. Merasakan sambaran angin keras yang datang kearahnya, Mahesa Kelud pun terpaksa harus melepaskan pegangannya pada kedua senjata miliknya tersebut dan melompat jauh menghidari tepukan sang dewa raksasa. 

 Sementara itu gelombang air laut maha dahsyat semakin naik dan mulai sampai ke atas paha sang Resi Raksasa. Setan Ngompol yang berada bergantungan di balik celana sebelah dalam bagian kanan sang resi mulai menyumpah panjang pendek sambil terus berusaha memanjat keatas “Kau sudah sampai dimana kakek bau pesing?” satu suara kisikan masuk kearah telinganya yang terbalik "Sedikit lagi Ning tapi aku kesusahan soalnya air laut sudah sampai sebatas bijiku!” balas sang kakek bermata jereng. "Tahan dulu urusan bijimu itu kek! Masih ada biji lain yang harus kita utamakan!” ucap kisikan yang rupanya kisikan milik Naga Kuning yang ternyata juga sedang merayap di bagian celana sebelah kiri!   

 Di sisi lain melihat datangnya serbuan gelombang air laut maha dahsyat itu, hati sri Baginda Maharaja Rakai kayuwangi Dyah

Pasingsangan terasa teriris sedih dan tanpa sadar menggigit bibirnya. gelombang dahsyat dengan ketinggian ratusan tombak ini memang datang bersamaan dengan kedatangan Nyi Roro Kidul setelah sebelumnya berhasil menewaskan Ratu Agung Penguasa Perut Bumi di dasar laut selatan. khawatir dan cemas akan keadaan rakyat yang dipimpinnya ini membuat sang maharaja menjadi resah dan tanpa sadar mengeluarkan keluhan lirih. "Bagaimana nasib kalian wahai rakyatku... Wahai Sang Hyang Widi Wsesa.. Mohon selamatkan seluruh rakyatku yang tertimpa kemalangan ini..." keluh sang raja. 

 Roro Jonggrang yang terbang melayang disampingnya nampak memandang sang raja dengan mata teduhnya. sang dewi pemilik candi prambanan ini pun kemudian menggapai tangan sang maharaja lalu terus berujar. "Kau benar-benar raja yang sangat mencintai rakyatmu wahai rajaku... namun coba kau lihat dengan mata batin mu... Sesungguhnya masih banyak orang baik sepertimu di dunia ini yang peduli dan dan tulus mencintai rakyat Mataram seperti dirimu..." selesai berujar sang dewi menyalurkan  kekuatan yang dimilikinya yang kemudian getarannya merambat dari sepasang tangan yang saling menyatu dan naik keatas kearah mata Maharaja Mataram. sang Maharaja Mataram merasakan sensasi dingin pada matanya, lalu sang raja pun kemudian memejamkan matanya. 

 Begitu matanya terpejam, secara mata batin sang raja melihat penglihatan yang saling bergantian dan nampak menyuguhkan satu pemandangan yang mengharukan dan luar biasa! bagaimana tidak? dengan ilmu Menembus batas cakrawala yang dialirkan ke arah sepasang mata Maharaja Mataram oleh dewi Roro Jonggrang, sang maha raja dapat melihat para tokoh dunia persilatan yang masih tersisa seperti Anggini, Bidadari Angin Timur, Purnama, Dewi Dua Musim, 

Panji Ateleng, dan yang lainnya nampak memecah diri menjadi ribuan sosok dan berkelebat laksana kilatan petir ke segala penjuru tanah Mataram! 

 Seperti diketahui sebelumnya, para tokoh dunia persilatan ini mendapatkan Ilmu Pecah Seribu Bayangan Seribu Sukma oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud dan ilmu Mengendarai Petir Melintasi Ujung Bumi oleh Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi. Kedua ilmu yang memungkinkan penggunanya membelah diri menjadi ribuan sosok dan melesat laksana petir ini, kini digunakan oleh para tokoh dunia persilatan ini untuk menyebar kesegala penjuru bumi Mataram untuk menjemput semua rakyat yang baru terbebas dari jeratan kabut dewa dan membawa mereka menuju tempat tertinggi yaitu puncak gunung merapi! 

 Para tokoh sakti ini nampak melesat secepat kilat ke segala penjuru baik keraton dan alun-alun di Kotaraja, desa-desa, setiap rumah maupun pasar atau persawahan dimana terdapat manusia. para pendekar dunia persilatan ini kemudian langsung menggendong atau membopong rakyat yang mereka temui dan kemudian berlari secepat kilat berkejaran dengan gelombang laut raksasa kearah puncak Merapi yang dirasa sebagai tempat tertinggi dan teraman saat itu. 

 Melihat keadaan sang resi yang nampak

menggeliat kesakitan akibat tikaman Mahesa Kelud, Dewi Agung Bunga Mawar beserta Dewi Agung Bunga Melati dan para dewa yang masih tersisa dan tidak tergabung dalam rantai jiwa hati dewa dan manusia kemudian langsung menggunakan  kekuatan dewa mereka dan serentak mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang Dewa! 

 Para dewa dan dewi yang sebagian besar memulihkan diri dibalik awan ini sangat mengerti, bahwa sejak moksa nya Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi maka waktu dan kekuatan yang mereka miliki hanya tinggal sedikit dan harus dikeluarkan pada waktu yang benarbenar tepat. dengan mengikuti aba-aba dari dua dewi yaitu Dewi Agung Bunga Mawar dan Dewi Agung Bunga Melati yang berada paling dekat dari tubuh Resi Raksasa, mereka pun sontak membeliakkan mata masing-masing seraya berbarengan mengeluarkan ilmu sepasang pedang dewa tertuju kearah Resi Raksasa. 

 Hujan imu sepasang pedang dewa tercurah dari langit dan nampak berseliweran ramai memenuhi udara berterbangan menuju kearah Resi Raksasa! sang resi pun rupanya menyadari tekanan luar biasa yang ditimbulkan oleh serangan puluhan sinar pedang dewa yang ditujukan padanya dan tanpa diduga sang Resi Raksasa kemudian terlihat mendongakkan kepalanya lalu dari sepasang matanya melesat pula sinar berbentuk pedang raksasa yang menyala angker memapak datangnya serangan! Sang resi juga rupanya turut pula mengeluarkan ilmu sepasang pedang dewa dari kedua matanya dan dalam wujud sepasang pedang raksasa berukuran ratusan kali lebih besar, dari sinar pedang dewa yang dikeluarkan para dewa dan dewi negeri atas langit! suara memekakkan kembali terdengar dari bertemunya sinar sepasang pedang dewa yang dilepas oleh Resi Raksasa dengan gabungan ilmu sepasang sinar inti dewa milik para dewa. 

 Sepasang pedang cahaya berukuran raksasa tersebut layaknya pisau mengiris mentega manakala menghantam gabungan sinar pedang inti dewa mirip para dewa atas langit, yang sontak raib musnah meninggalkan serpihan-serpihan sinar yang berasap dan membumbung tinggi. dan tidak sampai disitu saja, sinar pedang dewa milik sang resi terus melaju terbang dan menebas memburu dewa dan dewi yang berada diatas awan yang sebelumnya melepaskan ilmu kesaktian tersebut. 

 "Cepat masuk ke dalam barisan rantai! jangan sampai tubuh kalian terkena sambaran sinar pedang itu...!" teriak Dewa Tuak memperingatkan. mendengar teriakan Dewa Tuak, para dewa yang sebelumnya melepaskan ilmu tersebut bergegas berusaha melesat ke dalam lingkaran Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia namun sayangnya hanya beberapa dewa yang berhasil kembali ke dalam lingkaran rantai, selebihnya mati tertebas sinar pedang raksasa yang dilepas sang resi. dewi langit bunga mawar dan dewi langit bunga melati termasuk dua orang dewi yang tertebas hancur oleh ganasnya ilmu sepasang pedang dewa milik resi dewa gabungan.

 Sementara itu jauh diatas angkasa sana, diantara kegelapan yang hitam kelam tak terhingga, diantara bebatuan beraneka bentuk yang mengambang tak beraturan, sesosok tubuh manusia nampak melayang pelan dalam keheningan. tubuh Pendekar Dua Satu Dua nampak meringkuk ringkih dalam kelamnya kegelapan semesta. matanya yang kosong nampak terbuka sebagian menatap ke arah ketiadaan. "Selesai sudah..." batin sang pendekar dengan perasaan lelah yang begitu mendalam. tubuh sang pendekar yang kosong tanpa sedikitpun tenaga yang tersisa nampak mulai menjauh dari ujung cahaya mentari di angkasa. 

            Dirinya sudah benar-benar pasrah dan menyerah atas semua yang telah terjadi selama ini dalam hidupnya. berbagai pukulan baik jasmani dan mental telah menghancurkan jiwa dan raganya sampai sejauh ini. Kehilangan orang-orang yang dicintai kehilangan anak dan istri yang dikasihi, serta harus melihat guru tercinta yang membesarkannya dan mengajari ilmu kesaktian harus meninggal secara mengenaskan di depan matanya sendiri benar-benar membuat jiwa sang pendekar lumat hancur dan terpukul. Ini melebihi penderitaannya saat ratusan tahun menjadi batu di Mataram kuno. Bahkan melebihi saat dirinya harus menanggung derita menjadi bongkok dan menyandang gelar Iblis Bongkok Bulan dan Matahari akibat peristiwa pengadilan tahta dewa dan pengorbanan Luhcinta atau Dewi Langit Bunga Tanjung.  

 Tubuh sang pendekar terus berputar dan melayang pelan, dirinya benar-benar sudah tidak merasakan apa-apa lagi. seluruh tubuhnya yang hancur babak belur akibat pertempuran terakhir yang masih terus terjadi di bumi Mataram perlahan mulai dingin membeku. saat hendak memejamkan kedua matanya, Pendekar Dua Satu Dua tiba-tiba kembali mengingat satu peristiwa yang pernah dilalui sebelumnya. satu peristiwa yang pernah membuat dirinya begitu hancur dan terluka. 

 Dilihatnya dalam ingatannya tersebut Ratu Duyung mengangkat kedua tangannya berusaha menggapai wajah sang pendekar. Dengan tangan bergetar Ratu Duyung perlahan melepas tali topeng yang dikenakan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari. Begitu topeng ludruk kayu cendana lepas dari wajah sang Iblis Bongkok, Sepasang mata Ratu Duyung nampak semakin sembab dan berkacakaca. Dihadapannya nampak satu wajah pria dewasa yang nampak menatap dirinya penuh gejolak perasaan. Sepasang mata yang juga terlihat berkaca-kaca dan terlihat terlalu lama menanggung penderitaan. "Akhirnya aku bisa kembali melihat raut wajahmu suamiku.." ucap sang ratu sembari tersenyum dan membelai pipi lelaki dihadapannya. Lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah pendekar kapak maut naga geni  dua satu dua Wiro Sableng ini berusaha mengangkat tangannya yang biru legam menghitam untuk memegang tangan istrinya sang Ratu Duyung namun usahanya tidak membuahkan hasil. Tangannya kembali terjatuh lemas di samping kedua bahunya. 

 Seperti diketahui bersama, akibat terlalu sering menggunakan pukulan sakti Mentari Tengah Malam dan Pukulan Rembulan Tengah Hari yang terdapat dalam Kitab Jagat Pusaka Dewa, kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua mengalami keracunan hebat. Sang pendekar terpaksa menggunakan ilmu yang belum sempurna tersebut kala bertarung melawan keroyokan Kanjeng Ratu Penguasa Perut Bumi dan para pasukannya kala menyerbu istana dasar samudera untuk yang kesekian kali. "Setelah sekian lama kita berpisah akhirnya kita dapat bertemu kembali Wiro suamiku..." Desis lirih Ratu Duyung masih sambil terus menatap Pendekar Dua Satu Dua. "Jangan dulu banyak bercakap intan istriku.. Kau masih lemah... Kau baru saja melahirkan buah hati kita.." ucap Wiro dengan suara tersendat. 

 Ratu Duyung kemudian berpaling kearah sampingnya dimana bayi perempuan yang baru saja dilahirkannya nampak menggeliat dalam lipatan bungkusan daun jati. Ratu Duyung kemudian kembali berpaling dan menatap kearah Pendekar Dua Satu Dua yang berada disisinya. "Kau memiliki kewajiban yang harus kau lakukan terlebih dahulu suamiku.. Sebelum aku meninggalkan dirimu dan buah hati kita, aku ingin melihat kau membisikkan lantunan suci itu di telinga buah hati kita.." air mata tanpa bisa dibendung lagi merembes keluar dari pemuda yang ratusan tahun jasadnya tersembunyi membatu di gunung Padang ini. Sang pendekar berusaha menggapai bayi perempuan yang terbungkus daun jati yang berada disamping tubuh Ratu Duyung.

Namun apalah daya kedua tangannya tidak bisa digerakkan sama sekali. "Biar aku membantumu kakak pendekar" satu suara terdengar dari balik batu sebelah dalam yang ternyata adalah suara Uban alias Jabrik Sakti Wanara. Bocah remaja yang sedari tadi diam bersembunyi di balik batu dalam goa cadas kencana. "Terima kasih anak baik anak bagus" ucap Pendekar Dua Satu Dua kala melihat usaha Uban yang dengan amat hati-hati dan perlahan mengangkat bayi dalam bedongan daun jati dan mendekatkan bagian kepala bayi berambut keemasan berkilau tersebut kearah mulut Pendekar Dua Satu Dua. 

 Bab 2


W

iro kemudian melantunkan azan ditelinga bayi yang merupakan buah hatinya dan

Ratu Duyung dan kemudian mengecup kening sang bayi sesaat. Melihat hal ini Ratu Duyung nampak tersenyum dan kemudian terdengar berbisik lirih "Kau pun memiliki kewajiban untuk memberikan nama kepada anak kita itu.." Wiro menatap bergantian kearah Ratu Duyung dan putrinya yang masih berada dalam pegangan Uban. "Aku memiliki sebuah nama tapi jujur aku takut jika kau tidak berkenan..." Ratu Duyung nampak tersenyum "Katakan saja suamiku, aku sungguh ingin mendengar nama pilihanmu itu" Wiro menatap kearah sang putri yang berambut pirang keemasan dan memiliki mata berwarna biru lembut "Aku memohon maaf sebelumnya istriku.. sungguh tidak ada maksud apapun dalam hatiku ini.. entah mengapa aku begitu ingin menamakan anak kita ini dengan nama panggilan... --Intan Suci Angin

Timur...--" 

 Sepasang mata Ratu Duyung nampak membesar sesaat sebelum nampak akhirnya tertawa dengan tersendat-sendat "Maafkan aku istriku.. Aku akan memikirkan nama lain jika nama itu tidak menyenangkan hatimu.." ucap Wiro panik "Kau benar-benar ceriwis Wiro.. Namun Tidak apaapa.. Aku menyukai nama itu.. Dan mungkin setelah hari ini berlalu, aku bahkan berharap salah satu dari mereka lah yang akan menjadi ibu pengganti dan pembimbing dari buah hati kita ini.." ucap Ratu Duyung sambil dengan tangan bergetar membelai kepala bayi dalam pondongan Jabrik Sakti. "Intan.. Aku percaya masih ada cara... Aku tidak ingin kita terpisah kembali seperti yang sudahsudah.." desis Wiro sedih. Ratu Duyung nampak tersenyum dengan mata sayu "Kita sama-sama tahu keadaan ku saat ini Wiro.. Dan itu bukanlah hal yang terpenting saat ini... Hal yang terpenting sekarang adalah keselamatan buah hati kita... Kau harus membawa anak kita ketempat yang aman dan tersembunyi dari kejaran orang-orang Kerajaan Perut Bumi.." suara Ratu Duyung perlahan mulai terdengar melemah. 

 "Sekarang turunkan lehermu suamiku... Aku ingin memelukmu untuk yang terakhir kali..." Ucap lirih hampir tak terdengar dari sang ratu. Dengan berurai air mata Pendekar Dua Satu Dua menurunkan lehernya dan membiarkan tangan ringkih yang gemetaran memeluk lehernya. Dengan menahan sesenggukan yang keluar dari mulutnya, Pendekar Dua Satu Dua nampak merapatkan wajahnya dan membenamkannya di pundak sebelah dalam sang istri. Sungguh begitu ingin sang pendekar untuk memeluk tubuh sang istri seerat-eratnya, namun apa daya kedua tangannya terkulai lemah dan tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal tersebut. Banjir air mata nampak berlelehan di wajah sang pendekar kala mendengar bisikan kecil yang hampir tak terdengar yang dibisikan oleh Ratu Duyung. 

 Setelah membisikkan kata-kata terakhirnya ke telinga Pendekar Dua Satu Dua, mata sang Ratu Duyung nampak perlahan menutup dan sepasang tangan nya yang memeluk leher sang suami nampak terkulai dan jatuh bersamaan dengan ambruknya tubuh sang Ratu Duyung dalam pangkuan sang suami. Kesunyian tiba-tiba menyeruak namun  sepenghirupan nafas kemudian satu peristiwa yang menggetarkan hati terpampang dihadapan Jabrik Sakti Wanara. Satu raungan keras yang terdengar seperti gabungan suara raungan naga dan harimau yang terluka terdengar keluar dari mulut Pendekar Dua Satu Dua! Matanya nampak terbuka memutih bercahaya mencorong dan Tubuhnya serta tubuh sang istri nampak tibatiba dikelilingi oleh satu pusaran angin badai yang berputar kencang mengelilingi tubuh sang pendekar dan jazad Ratu Duyung! 

 Dari dalam pusaran tersebut samar-samar terlihat bayangan dua ekor naga yang berwarna merah dan putih turut berputar resah mengelilingi Pendekar Dua Satu Dua! Rupanya Naga Dewa Mentari dan Naga Dewi Rembulan yang bersemayam di kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua bahkan turut resah dan merasakan raungan duka mendalam yang terpancar dari rasa kehilangan luar biasa yang dirasakan oleh Pendekar Dua Satu Dua! Dinding batu yang terdapat dalam goa batu tersebut bahkan sampai terasa panas dan bergetar keras. 

 Jabrik Sakti Wanara yang mendekap bayi mungil Intan Suci Angin Timur sampai-sampai harus pontang-panting lari kembali ke sudut goa terdalam dan menyembunyikan tubuhnya dibalik batu sambil sesekali mengintip kejadian luar biasa yang terjadi di hadapannya. Hampir sepeminuman teh baru akhirnya suara raungan yang keluar dari mulut Pendekar Dua Satu Dua pun akhirnya terhenti, putaran angin badai dan bayangan dua ekor naga pun perlahan pupus. Tubuh Pendekar Dua Satu Dua nampak mematung dengan pandangan kosong. Hening yang mencekam akhirnya terpecahkan oleh hembusan nafas yang keluar dari hidung Pendekar Dua Satu Dua "Kemarilah bocah baik, ada yang ingin kuminta pertolongan padamu" Ucap Pendekar Dua Satu

Dua tiba-tiba. 

 Dengan agak takut-takut Uban pun perlahan beranjak dari batu tempat persembunyiannya. Wajahnya langsung tercekat kala melihat pria yang sebelumnya dikenalnya dengan sebutan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari ini. Uban memang sudah pernah melihat wajah Iblis Bongkok sebelumnya namun setelah kematian wanita yang kemudian diketahuinya sebagai Istri Iblis Bongkok, Uban melihat garis-garis wajah dari pria ini semakin bertambah banyak dan yang paling mencolok adalah rambut gondrong sang pria yang sebelumnya nampak hitam legam kini nampak memutih seluruhnya seperti rambutnya sendiri! Karena duka yang begitu dalam rambut Iblis Bongkok Bulan dan Matahari alias Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng memutih hanya dalam sekejapan mata! 

 "Bisakah kau membantuku memakaikan topeng kayu itu wahai bocah baik?" Ucap sang pendekar sembari menatap uban dengan pandangan sayu " Bi.. bisa kakak pendekar.." ucap Uban sembari mendekat kearah Pendekar Dua Satu Dua. Uban kemudian perlahan menurunkan tubuh bayi Intan Suci yang sebelumnya dipondongnya ke sisi sebelah jazad Ratu Duyung. Uban atau Jabrik Sakti Wanara kemudian mengambil Topeng ludruk kayu cendana yang tergeletak tidak jauh dari tempat mereka berada dan kemudian membantu mengenakannya di wajah Pendekar Dua Satu Dua. Setelah topeng kayu tersebut terpasang, Uban pun kembali kehadapan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari dan kemudian duduk bersimpuh dengan wajah terpekur menghadap lantai. 

 "Apakah kau masih menyimpan Kitab

Seribu  Bintang yang dititipkan oleh kakek Raja Penidur?" Tanya Iblis Bongkok. Jabrik Sakti nampak mengangguk dan menunjuk kearah buntalan kain lurik berisi kitab seribu bintang yang tersampir di punggungnya yang telanjang. Iblis Bongkok nampak menganggukkan kepalanya "Nampaknya aku harus kembali menyusahkan mu kali ini anak baik.." ucap iblis bongkok yang langsung dibalas oleh uban "Saya terlalu banyak mendapatkan Budi pertolongan dari kakak pendekar. Silahkan Kakak pendekar berkata dan meminta biar kemudian saya akan memberikan daya dan upaya..." Tercekat sang pendekar mendengar kata-kata yang keluar dari bibir polos sang anak remaja. "Benar-benar anak yang luar biasa. Dari runtut caranya berbicara aku yakin anak ini bukan dari keturunan orang sembarangan" batin sang pendekar. 

 "Saat ini aku dalam keadaan lemah tidak berdaya. Diluar sana masih ada orang-orang dari kerajaan perut bumi yang menginginkan anak malang ini.. Aku ingin kau membawa anak ini ketempat yang lebih aman.." ucap Iblis Bongkok "Mendekatlah kemari anak baik, aku akan membisikan tempat dimana kau harus membawa anak terkasihku ini" lanjut sang pendekar. Uban pun perlahan bergerak mendekat  kearah Iblis Bongkok. Iblis Bongkok Bulan dan Matahari kemudian membisikkan satu kata ke telinga Uban dan setelah itu dirinya berkata "Sesampainya disana kau akan mendapati sebuah makam yang dihiasi tujuh buah payung beraneka warna. Tunggulah disitu namun jangan menunggu lebih dari dua Purnama! Akan  ada seseorang yang akan mendatangimu dan kau bisa menyerahkan anak terkasih ku ini kepadanya." Jabrik Sakti nampak mengagukkan kepala mendengar apa yang disampaikan oleh Iblis Bongkok. 

 Bocah yang cerdas ini kemudian terlihat mengendurkan kain jarik yang terselempang di dadanya dimana bagian belakang kain yang berada dibelakang tepat dipunggungnya tersembunyi kitab seribu bintang. Kain dibagian depan yang berupa simpul dengan cekatan dibuatnya menjadi sebuah gendongan yang cukup untuk menggendong bayi mungil Intan Suci Angin Timur! Melihat kecakapan anak tersebut kembali membuat Wiro menjadi semakin kagum. Pada saat itu tiba-tiba satu suara Auman harimau terdengar membahana ditempat itu disusul munculnya satu sosok harimau berwarna putih berjalan perlahan menuju kearah Iblis Bongkok  "Kau datang di saat yang tepat sahabatku Datuk Rao Bamato Ijo! Terima kasih kau sudi datang memenuhi panggilan ku ini.." ucap Iblis Bongkok yang disambut suara gerengan perlahan sang raja rimba. 

 Mata Uban terlihat terpana melihat kedatangan harimau gaib Datuk Rao Bamato Ijo. Dia memang pernah bertemu muka dengan harimau peliharaan kakek gurunya Datuk Perpatih Alam Sati yang dipanggil dengan sebutan Datuk Balang Rancak, tubuh harimau peliharaan sang kakek guru memanglah besar tapi jika dibandingkan dengan ukuran Datuk Rao Bamato Ijo jelas masih kalah jauh! Nampak Iblis bongkok dan Datuk Rao Bamato Ijo saling menempelkan dahi seolah saling berkomunikasi. Suara erangan lirih dari sang harimau terdengar pilu seolah mengkhawatirkan keadaan sang pria yang di punggungnya terdapat punuk daging ini. "Aku tidak apa-apa Datuk Rao.. Percayalah.. yang saat ini aku khawatirkan adalah keselamatan dua bocah ini... Ini adalah permintaan ku yang terakhir padamu wahai sahabatku Datuk Rao... Sudikah kiranya kau menjaga keduanya sampai ketempat tujuan seperti yang telah disampaikan kepadamu?" Sang harimau nampak mengangguk dan menggereng lirih. Iblis Bongkok kemudian memandang kearah Jabrik Sakti. "Uban bocah baik, mendekatlah dan naiklah ke bahu sahabatku ini.. Dia akan menjagamu dan bayi kecilku sampai ke tujuanmu..." Ucap Wiro. "Per.. Permisi Uwak.. Maaf jika aku menyakitimu... Jangan marah padaku..." Ucap Uban dengan suara jerih kala sang bocah remaja memegang dan membelai tubuh Datuk Rao Bamato Ijo. 

 Sang harimau nampak mengaum pelan mengagetkan Uban dan kemudian secara aneh tubuhnya seperti tersedot naik dan kemudian jatuh menempel dalam posisi mengangkangi bahu sang harimau!  Benar-benar tidak habis pikir! Batin sang bocah. "Kalian harus bergegas.. Waktunya sudah tidak banyak lagi..." Ucap Wiro sambil menatap dengan pandangan berat. Demikian juga yang dirasakan oleh Jabrik Sakti. "Jaga dirimu baik-baik kakak pendekar.. Aku akan pergi namun aku berjanji aku pasti akan kembali untuk menemuimu setelah amanatmu ini aku laksanakan.." ucap Jabrik Sakti yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Wiro. Harimau sakti yang ditunggangi oleh bocah remaja ini perlahan beranjak pergi sambil tidak lupa mengeluarkan Auman perpisahan dan mulai melesat cepat menembus kegelapan gua meninggalkan Iblis Bongkok yang akhirnya hanya bisa diam terpaku sedih sambil menatap jenazah Ratu Duyung. 

 Tidak sampai sepenanakan nasi setelah Datuk Rao Bamato Ijo pergi membawa Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur dari Goa Cadas Kencana, tiga bayangan nampak melesat datang dari ujung goa yang lain dan langsung menghampiri kearah Iblis Bongkok dan Jenazah Ratu Duyung berada. Suara kejut tercekat nampak terdengar dari ketiga orang yang baru datang "Bongkok Hina Keparat! Apa yang kau perbuat pada sahabat kami?" Bentak seorang wanita berambut pirang yang tidak lain tidak bukan adalah Bidadari Angin Timur! Bidadari Angin Timur bersama Suci dan Purnama memang tersesat didalam goa cadas kencana setelah lepas dari jerat gaib pengunci roh milik Hantu Malam Penjerat Jiwa. Ketiganya berlarian dengan secara sembarang manakala ketiganya bertemu dengan Iblis Bongkok yang nampak bersimpuh di hadapan sosok yang mereka kenali sebagai sosok Ratu Duyung ini. Purnama yang melihat gelagat tidak baik langsung mendekat kearah sosok Ratu Duyung yang tergeletak dilantai gua dan mendadak wajah jelitanya memucat putih seputih kertas! 

 "Ya Tuhan! Ratu Duyung sudah tidak bernyawa! dan.. dan bayi dalam kandungannya telah menghilang!" Suara menggeru terdengar dari mulut Bidadari Angin Timur dan Suci secara bersamaan. Kedua wanita sakti ini secara serempak melepaskan pukulan sakti masingmasing ke arah Iblis Bongkok yang disangka mereka telah membunuh Ratu Duyung! "Jahanam keparat! Kembalikan nyawa Ratu Duyung!" Teriak Suci dengan air mata berlinang. Bagaimana pun gadis dari alam gaib ini memandang Ratu Duyung sebagai salah satu pesaing dalam memperebutkan hati Pendekar Dua Satu Dua, sang gadis yang dikenal dengan julukan Dewi Bunga Mayat ini masih merasa berhutang budi kepada Ratu Duyung atas kebaikan hatinya. Sementara itu tanpa disangka-sangka oleh Bidadari Angin Timur dan Dewi Bunga Mayat, Iblis Bongkok yang mereka anggap sudah mencelakai Ratu Duyung ternyata tidak menghindar sedikitpun dan menelan mentahmentah pukulan sakti yang dilepaskan mereka berdua! 

 Alhasil suara berdentum keras terdengar dibarengi melesatnya tubuh bongkok sang pendekar yang nampak keras membentur dinding goa! "Ahh.. " tanpa sadar keduanya berseru lirih karena tak menyangka kalau sosok yang mereka hantam dengan pukulan sakti tersebut ternyata tidak membalas atau menghindar sedikitpun dari datangnya kedua pukulan mematikan yang dilepaskan oleh mereka berdua!. Tanpa terasa keduanya langsung melayang mendekati tempat dimana Iblis Bongkok Bulan Matahari terpental dan membentur dinding goa. 

 Keduanya nampak terdiam manakala samasama melihat keadaan mengenaskan Iblis Bongkok. Tubuh sang pria tampak terselip dalam geroakan batu goa yang terbentuk akibat benturan keras dari tubuh yang menghantam dinding goa dengan dahsyatnya. Darah hitam membiru terlihat menetes dari sela-sela mulut topeng ludruk kayu cendana yang sedang tertunduk sementara kain baju dan celana yang dipakai iblis bongkok nampak sebagian hancur rusak dan robek disana-sini akibat kedahsyatan kedua pukulan sakti yang membentur tubuh Iblis Bongkok Bulan dan Matahari alias pendekar Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua Wiro Sableng! 

 Wiro kemudian nampak kembali memejamkan kedua matanya sesaat manakala kejadian lama tersebut terbayang kembali dalam ingatannya. setetik air nampak keluar dari sudut mata sang pendekar lalu tiba-tiba satu bayangan peristiwa kembali terlihat di balik pelupuk mata sang pendekar. saat itu dalam keadaan lemah tak bertenaga, dirinya yang tidak bisa bergerak karena  dalam pengaruh kuncian Tiga Belas Orang Aneh Menara Bangkai terpaksa harus melihat dengan mata kepalanya sendiri suatu peristiwa yang tidak akan pernah dilupakannya seumur hidup. 

 Kala itu dengan mata yang terpentang lebar, Pendekar Dua Satu Dua harus melihat peristiwa manakala Sukat Tandika atau Tua Gila nampak bertarung beradu punggung dengan seorang wanita paruh baya berwajah cantik. wanita cantik ini ternyata adalah Sinto Gendeng gurunya sendiri yang telah melepas topeng kulit tipis yang selama ini dipakainya. keduanya nampak bersatu padu melawan keroyokan Kanjeng Ratu Penguasa Perut Bumi, Datuk Akhirat Seribu Raga Seribu Sukma, Sesepuh Segoro Wetan, Pendekar Seribu Bayangan, Iblis Hitam Perut Bumi dan Hantu Malam Penjerat Jiwa. 

 Kedua dedengkot dunia persilatan murid  Kiai Gede Tapa Pamungkas ini semenjak dibuka kuncian kesaktian masing-masing oleh sang Kiai, kini nampak bertarung garang bagaikan sepasang harimau tumbuh sayap! kerubutan serangan para tokoh kerajaan perut bumi yang sebagian besar dilakukan dengan cara licik dan curang pun dibalas dengan sambutan serangan pedang sinar inti roh dan pukulan tapak mentari jingga yang dilepaskan oleh Sinto Gendeng dan Tua Gila secara tidak berkeputusan! para tokoh kerajaan perut bumi ini sontak berusaha melarikan diri dengan saling berebut melesat menjauhi keduanya yang nampak laksana banteng ketaton menyerang para tokoh sesat yang mengerubuti keduanya. 

 "Ayo kemari mendekat setan-setan perut bumi keparat! Jangan cuma berani mengeroyok seperti tikus-tikus kapiran! Maju semua kowee..!!!" teriak Sinto Gendeng dengan penuh emosi. baru saja sang nenek yang ternyata adalah seorang wanita cantik paruh baya ini hendak melesat mengejar para tokoh kerajaan perut bumi yang lari memencar ini, tiba-tiba dari dalam tanah dibawah kakinya menyeruak sepasang tangan yang sedemikian besar menangkap dan mencengkram tubuh Tua Gila dan Sinto Gendeng dengan kecepatan luar biasa dan tanpa disangka-sangka sebelumnya! 

 "Sintooo cepat lariiii..." teriak Tua Gila namun suaranya terasa tercekat di leher manakala tekanan maha besar menghimpit tubuhnya dan dengan cepat meremukkan tulang tulang disekujur tubuhnya. sungguh amat disayangkan teriakan pendekar tua yang masa mudanya dikelilingi oleh wanita cantik ini hanyalah sebuah teriakan sia-sia belaka. saking cepatnya pergerakan kedua tangan raksasa tersebut, Tua Gila sampai tidak menyadari kalau nyatanya Sinto Gendeng pun mengalami nasib yang serupa dengan dirinya, sama-sama tertangkap oleh tangan raksasa. "Sukaaat..." balas lemah Sinto Gendeng sebelum akhirnya terdiam untuk selama-lamanya menyusul kepergian saudara seperguruannya dimasa silam itu. nasib tragis yang sama juga akhirnya dialami oleh Sinto Gendeng. badannya remuk dan hancur tulang dan sekujur tubuhnya oleh remasan tangan raksasa dewa tanah sang pemimpin utama kerajaan perut bumi yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah! 

                                                                        Bab 3


B

ayangan peristiwa kematian kedua orang guru yang begitu dihormati oleh Wiro tersebut perlahan mulai memudar dari pandangan ingatan batin Pendekar Dua Satu Dua, begitu juga dengan kesadarannya. Tubuhnya yang mendingin mulai bergerak pelan menuju kearah kebekuan dan kekosongan alam semesta. namun tanpa pernah disangka dan tanpa pernah diduga sebelumnya, tiba-tiba diantara kesunyian semesta dan entah datang darimana, sekonyong-konyong terlihat bayangan berbentuk tujuh payung kertas aneka warna begerak dan kemudian menumpuk menjadi satu di bawah punggung Pendekar Dua Satu Dua! Sebuah bunga kenanga juga nampak terlihat muncul secara tiba-tiba di dada sang pendekar dan mulai terlihat mengeluarkan pendaran cahaya yang bersinar redup. dan tidak sampai disitu, beberapa saat kemudian entah dari mana pula datangnya, terlihat sebuah cermin kecil yang terlihat retak nampak bergerak mengitari tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan saling silih berganti memantulkan cahaya matahari dan rembulan ketubuh Pendekar Dua Satu Dua! 

 Tubuh Pendekar Dua Satu Dua yang sebelumnya bergerak menjauh dari pusat tata surya, tiba-tiba terhenti dan kemudian beranjak perlahan kembali mendekat kearah sumber cahaya matahari dan rembulan. Satu kekuatan yang luar biasa nampaknya masih belum rela tubuh Pendekar Dua Satu Dua berakhir hilang dalam kegelapan alam semesta! 

 Kembali ke pertarungan akhir di bumi Mataram, Serangan Ratu Laut Utara Sri Ratu Ayu Lestari yang dibantu oleh serangan Nyi Roro Kidul sontak hilang tak berbekas manakala tiba-tiba sang resi melompat tinggi dan berputar kencang laksana kitiran gasing! Dengan kecepatan luar biasa keduanya pun kontan terlempar dari kereta kencana masing-masing yang sontak porakporanda! "Celaka! kita tidak akan mempunyai kesempatan mengalahkannya jika makhluk sialan ini tidak menyentuh bumi!!" seru Mahesa Edan yang masih berpegangan pada papan nisan miliknya yang terombang-ambing dalam pusaran air yang terbentuk oleh putaran tubuh sang Resi Raksasa. "Kekuatan makhluk ini sangat luar biasa yang mulia raja, kita harus mencari cara untuk menghentikannya..." ucap Mahesa Kelud kepada sang raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah

Pasingsingan yang berada didekatnya. 

 Sang paduka raja nampak mengerenyitkan kening "Kini kita hanya bisa bergantung pada dua sahabat kita yang berada dibalik celana makhluk ini wahai sahabat Mahesa Kelud" ucap sang raja sambil melindungi tubuh Roro Jonggrang yang berada dibalik pungungnya.  

 Sementara itu Setan Ngompol yang berada dibalik celana sang resi nampak mengerjapkan kedua matanya menahan rasa pusing akibat pergerakan putaran sang resi jelmaan keenam dewa "Aku sudah tidak kuat lagi Ning! kepalaku rasanya mau pecah! bukan saja karena perputarannya namun juga karena aroma selangkangan makhluk sialan ini!" teriak sang kakek. 

 "Aroma selangkangan sendiri kau bisa tahan, tapi aroma selangkangan orang lain kau sampai-sampai hendak semaput! dasar kakek keblinger! sudah! Bertahanlah sebentar lagi kek! Aku juga sudah tidak tahan sebenarnya sama seperti dirimu, tapi saat ini yang terpenting adalah aku harus mencari posisi urat yang tepat!" sambung Naga Kuning sambil meraba-raba kantung menyan raksasa tempat dirinya sedang merayap di sebelah kiri "Ketemu kek! Aku sudah dapat titik pusat sasarannya! Bagaimana dengan diri mu kek?" teriak Naga Kuning "Aku juga sebenarnya sudah dapat titik tujuannya ning! Sudah kutandai pakai ludah! tapi kepalaku masih pusing!!!" seru sang kakek sambil satu tangannya memegang rambut kemaluan sang resi erat-erat. 

 "Sekaranglah saatnya kek!" teriak Naga Kuning sambil mulai bersiap-siap menusuk kantung menyan sebelah kiri yang bergandul gandul tak karuan. "Satuuuu..." teriak Naga Kuning yang kemudian dibalas Setan Ngompol "Duaaaaa....." dan akhirnya "Tigaaa..." teriak Setan Ngompol dan Naga Kuning berbarengan sembari menusukkan pasak batu pemasung dewa yang sebelumnya terikat di pundak masing-masing. Paku berbentuk pasak batu sepanjang satu tombak yang terbuat dari bahan yang sama yang digunakan para dewa pemberontak kala memasung naga dewa Kiai Naga Waskita dan naga dewa Kiai Naga Wisesa ini, langsung melesat masuk ke dalam bola daging berurat berbulu besar sebelah milik sang resi dewa raksasa! 

            Mata Resi Raksasa tiba-tiba membeliak besar! pusaran badannya tiba-tiba terhenti dan ini membuat             tubuhnya         akhirnya          kembali           turun menjejakkan kaki ke bumi dibarengi suara raungan kesakitan menggelegar! 

 "Mereka berhasil! Cepat sahabat mahesa berdua!! Sekarang giliran kalian...!" teriak sang

Maharaja Mataram kearah kedua pemuda gondrong berbaju putih yang terlihat masih mengapung di permukaan air laut yang membanjir. Mahesa Kelud dan Mahesa Edan sontak menyelam ke dalam pusaran air dan berenang mendekat ke arah sepasang telapak kaki dari sang Resi Raksasa lalu secara berbarengan, keduanya pun mengambil pasak batu pemasung dewa yang juga nampak terikat pada punggung masing-masing dan secara serempak menusukkan paku tersebut ke kedua punggung telapak kaki sang dewa raksasa. suara kesakitan yang teramat dahsyat kembali keluar dari mulut Resi Raksasa! 

 Melihat hal ini Dewa Tuak yang berada dilangit dan memimpin barisan rantai sambung hati dewa dan manusia, kemudian berseru keras kearah para dewa dan tokoh persilatan yang saling tersambung berpegangan tangan tersebut "Mereka berhasil memantek resi gabungan dewa sesat itu! Sekarang giliran kita wahai para dewa dan manusia!" sang kakek sakti guru terkasih dewi selendang ungu ini kemudian menyalurkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya ke arah titik diantara alis dan kemudian membaginya ke kedua telapak tangannya yang saling berpegangan tangan dengan para dewa dan tokoh silat lainnya. Hal ini juga dilakukan oleh Ajengan Manggala Waneng pati, Karaeng Uleng Tepu, Si Penolong Budiman,

Hantu Raja Obat, Lakasipo, Tubagus

Kesumaputera, Dewa Langit Harimau Agung, Dewi Langit Bunga Matahari, dan tokoh tokoh dari kalangan dewa maupun manusia yang yang tergabung dalam jalinan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia. 

 Sinar berwarna keemasan yang timbul dari pertengahan kening dan jalinan genggaman tangan ini lalu dari pelan kemudian menjadi cepat saling berputaran dan kemudian membentuk cahaya berwujud aksara langit yang tertata rapi dan kemudian saling terjalin laksana ribuan tambangtambang emas yang kemudian melesat turun dan membelit sekujur tubuh resi dewa raksasa. "Sekaranglah saatnya yang mulia.. Saatnya telah tiba bagi dirimu dan para sahabat lainnya menghancurkan angkara murka.." ujar dewi Roro Jonggrang dengan lirih. tubuh sang dewi mulai melemah dan sebagian tubuhnya perlahan namun pasti terlihat kembali berubah menjadi batu! sungguh amat disayangkan, pertarungan yang panjang dan melelahkan terutama saat sang dewi bertarung melawan Bandung Bondowoso telah menghabiskan banyak energi hidup sang dewi.

Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan memandang perubahan tersebut dengan pandangan sedih. "Aku akan kembali dewi ku.. aku berjanji akan kembali.." ujar sang raja lirih lalu perlahan melepaskan genggaman tangannya dari genggaman sang dewi. sang raja kemudian bergabung dengan Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu Lestari merangsek menggempur Resi Raksasa yang tubuhnya terpasung oleh pasak batu pemasung dewa dan ikatan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia. 

 Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dan keris Widuri Bulan diacungkan terpusat kedepan dan sang raja nampak melesat dalam gerakan memutar laksananya bor raksasa kearah jantung sang Resi

Raksasa. Nyi Roro Kidul juga nampak mengarahkan kedua telapak tangannya kearah belakang cermin sakti dasar samudera dan dari cermin sakti tersebut keluar sinar panjang berwarna putih kebiruan menghantam dada sebelah kanan. jika raja Mataram dan ratu penguasa laut selatan menyerang dari arah sebelah depan, maka Sri Ratu Ayu Lestari menggunakan kedua telapak tangannya nampak mengerahkan ilmu Naga Samudera Merobek Cakrawala kearah punggung sang Resi Raksasa.  Sinar berbentuk gelombang berwarna hijau menerjang ganas langsung ke arah punggung sang resi! 

 Serangan serempak dari penguasa dataran dan laut tanah jawa ini memang sangatlah luar biasa dan mungkin akan berdampak serius jika dijatuhkan kearah salah satu dewa pemberontak. namun sayangnya resi gabungan dari keenam dewa ini memang sunguhlah tangguh luar biasa. Hampir sepeminuman teh berlangsung namun tubuh sang resi yang dihantam pukulan sakti dari tiga jurusan ini  nampak tidak mengalami kerusakan yang berarti. Sang resi yang digempur oleh serangan dari raja dan ratu penguasa bumi dan laut Mataram ini nampak hanya mengetarkan tubuhnya dan menggeliat keras membuat ikatan rantai aksara emas hati dewa dan manusia terdengar bergemerincing keras.

  "Tenaga kita bertiga belum cukup kuat untuk menghancurkan tubuhnya..." keluh raja Mataram yang masih terus berusaha menembus pertahanan dada sang resi sebelah kiri "Teruslah mencoba! Kita serahkan hasilnya ke tangan Yang Maha Kuasa.." balas Nyi Roro Kidul seraya menambahkan tenaga dalamnya ke arah cermin sakti dasar samudera. Mendadak sang resi nampak menutup matanya lalu terlihat ubuh sang resi bergetar sesaat sebelum tiba-tiba mengeluarkan hentakan keras! Dari hentakan tersebut timbullah getaran tenaga tidak kasat mata yang menyebar kesegala arah laksana gelombang yang timbul pada batu yang dilempar di genangan air dan langsung menghantam raja Mataram, Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara! 

 Nyi Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari nampak menjerit kecil dan terlempar masuk kedalam air sementara raja Mataram yang berada paling dekat dengan tubuh sang resi dewa  nampak terpental jauh melesat akibat terhantam tenaga hentakan yang keluar dari dalam tubuh sang Resi Raksasa. "Apakah semuanya akan berakhir seperti ini?" keluh sang raja sambil memegang dadanya yang berdenyut keras akibat terhantam hempasan gelombang tenaga maha dahsyat yang dikeluarkan oleh sang makhluk raksasa. Disekanya bibirnya yang mengeluarkan darah dan dipandangnya dewi Roro Jonggrang yang memapahnya bangun dengan pandangan sedih. 

 Disisi lain, resi dewa raksasa yang berhasil menghempaskan ketiga penyerangnya kemudian terlihat berusaha melepaskan diri dari rantai-rantai yang mengikatnya dan menggapai kearah bawah 

selangkangannya dimana dirasakan sakit yang luar biasa. Naga Kuning dan Setan Ngompol yang masih bergelantungan di rambut kelamin sang resi tentu saja menjadi terguncang terombang ambing tak karuan! "Saat nya kita pergi kek, sebelum kepala kita menjadi korban garukan galer!" teriak Naga Kuning sambil melepaskan pegangannya pada bulu kemaluan sang resi dan meluncur turun. Setan Ngompol sebenarnya berusaha menanyakan apa yang dimaksud oleh sang bocah namun akibat terguncang akibat goyangan pinggul sang Resi Raksasa, sang kakek bau pesing ini pun akhirnya terlepas pegangannya dan turut meluncur turun di kaki celana sang resi "Tobaaat biyuung" teriak sang kakek kencang!

 Sementara itu walaupun terkunci di bagian kaki dan daerah kemaluannya, namun bagian atas yang terikat rantai aksara emas sambung jiwa hati dewa dan manusia masihlah memiliki tenaga dan kedua tangan sang resi terlihat bergerak menggapai kesana kemari berusaha melepaskan belitan rantai tersebut satu persatu. Raja Mataram bersama kedua ratu dan para dewa serta semua tokoh dunia persilatan yang masih tersisa mulai putus asa melihat hal ini. "Habislah kita... Kerajaan ini akhirnya harus berakhir ditanganku..." keluh sang raja. Namun  di saat keputus asaaan melanda seperti itu, semua orang tiba-tiba merasakan datangnya hawa panas yang luar biasa dan sontak tiba-tiba memalingkan wajahnya kearah langit!

 Disana tidak begitu jauh dari barisan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia, nampak tiga bintang berekor berwarna kebiruan melesat turun saling berkejaran kearah bumi langsung menuju Resi Raksasa! "Dia kembali! Pendekar Dua Satu Dua kembali!" teriak raja Mataram kegirangan. "Orang Sableng itu memang punya banyak kejutan..." kekeh Mahesa Edan yang sedang terapung sambil berpegangan pada papan kayu nisan hitam miliknya. Memang setelah berhasil menancapkan pasak batu pemasung dewa, kedua pendekar tersebut langsung berenang ke permukaan untuk mengambil nafas. Dan benar seperti yang dikatakan oleh raja Mataram, ketiga bintang yang melesat turun tersebut adalah Wiro dan kedua bayangannya dari ilmu tiga bayangan pelindung raga yang diajarkan oleh nenek sakti Rauh Kalidathi. Menggunakan ilmu Bintang Jatuh Menghujam Latinggimeru yang diajarkan oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud, Wiro turun dari angkasa sambil memecah diri menjadi tiga wujud dan masing-masing wujud melambari sepasang tangan masing-masing dengan ilmu Tapak Mentari Tengah Malam, tapak Rembulan Tengah Hari dan Tapak Surya Gugur Gerhana!

                                                                        Bab 4

I

ntan Suci Angin Timur memegang surai puti sembrani erat-erat. perjalanan kembali ke permukaan dari inti bumi memang memakan waktu yang tidak sebentar. Setelah sebelumnya berhasil mengenyahkan kabut dewa yang berpusat di inti bumi dan melepaskan pasak batu pemasung dewa dari tengkuk sepasang naga pemutar poros bumi yakni Kiai Naga Wisesa dan Kiai Naga Waskita, akhirnya Intan Suci Angin Timur pun berpamitan dengan Kiai Jiwo Langgeng makhluk abadi penunggu pohon kalpataru atau pohon kehidupan yang berada di dasar inti perut bumi. 

 Hampir sepuluh kali penanakan nasi barulah Intan Suci Angin Timur mulai melihat cahaya di ujung terowongan batu tempat masuk kedalam inti bumi. setelah melewati mulut terowongan batu, udara segar pun langsung masuk kedalam hidung sang bocah cilik. putri pasangan Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung ini pun kemudian menghirup napas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya. "Perjalanan kita masih panjang Puti.. Dan aku jujur tidak tahu harus memulainya dari mana..." ucap sang bocah sambil membelai surai sang kuda bersayap yang ditungganginya. 

 Tiba-tiba sang bocah menolehkan kepalanya saat sayup-sayup terdengar ada suara seseorang yang memasuki telinga mungilnya "Mungkin kau bisa memulai nya dari sini dulu cucuku Cah Ayu" satu suara dibarengi suara goncangan kaleng rombeng terdengar memasuki telinga Intan Suci Angin Timur. Dari atas tunggangannya sang bocah cilik nampak mengedarkan pandangannya kearah bawah, setelah mencari beberapa saat dilihatnya sebuah pedataran luas yang gersang dan ada sebuah pohon yang nampak disitu berdiri kokoh sendirian ditengah padang tandus. nampak dibawah naungan pokoknya ada seorang kakek yang duduk sambil terus menggoncang-goncang kaleng rombengnya yang berisi batu!

 "Kakek Segala Tahu!" seru sang bocah yang kemudian mengarahkan kuda sembari tunggangannya kearah dimana sang kakek berada. begitu turun dari tungangannya bocah kecil tersebut langsung berlari dan kemudian memeluk sang kakek yang nampak semakin girang menggoyang-goyangkan kaleng rombengnya. "Sudahkah kau bebaskan kedua naga sepuh itu Cah Ayu?"ucap sang kakek bermata putih sambil mengelus rambut pirang Intan Suci. Sang gadis pun mengangguk namun kemudian ganti terisak

"Tapi Uwak... Aku tidak berhasil menyelamatkan Uwak kakek..." isak sang gadis dalam pelukan Kakek Segala Tahu. sang kakek tampak tersenyum sebelum kembali berujar. "Hidup dan mati, jodoh pertemuan dan perpisahan.. Adalah rahasia yang sudah ditentukan oleh yang maha kuasa. Uwakmu itu walaupun hanyalah seekor harimau dalam berbentuk roh, namun dirinya sudah menunjukkan baktinya dengan menjaga dan mengurusmu sampai sebesar ini. Jadi relakanlah kepergian uwakmu itu Cah Ayu" Intan Suci nampak mengusap air matanya dengan kedua tangan lalu mengangguk sedih. "Kata-kata kakek sama persis seperti apa yang dikatakan eyang Jiwo Langgeng... Aku bukannya bermaksud tidak menerima kepergian Uwak kakek, hanya saja aku sekarang bingung harus melakukan apa setelah ini..." ucap sang bocah kecil sambil sesekali terlihat sesenggukkan. 

 Kakek Segala Tahu kembali membunyikan kaleng rombengnya sebelum kembali  berujar.  "Rupanya masih hidup juga makhluk bijak penghuni pohon Kalpataru tersebut... Adalah suatu keberuntungan kau masih bisa berjumpa dengan dirinya.." ucap sang kakek yang kemudian kembali berujar "Angkara murka masih merajalela... tenagamu masih dibutuhkan cucuku Cah Ayu... Kau harus kembali kepada ayahmu dan membantunya melawan kezaliman yang meneror negeri ini.." Nampak awan murung seketika menggelayut di wajah gadis cilik ini. "Aku tidak punya ayah! Orang yang kakek sebut sebagai ayahku itu sudah sedemikian jahatnya meninggalkan aku di dunia ini! Satu-satunya yang sayang padaku hanyalah uwak dan kakang

Wanara!' sengit bocah kecil ini. 

 Kakek Segala Tahu nampak mengelus janggutnya dan menengadah keatas. "Langit oh langit... Sudah terlalu banyak penderitaan yang kulihat dengan mata batinku di pelataran bumi ini... Sungguh dari semuanya itu kiranya tidak ada yang lebih menangung derita dari pada ayah gadis kecil ini.." ucap Kakek Segala Tahu sambil kembali menggoncangkan kaleng bututnya keras-keras "Ma.. Maksud kakek apa? Bu.. Bukankah ayahku adalah orang jahat yang dibuang oleh para dewa atas langit dan menjadi orang jahat yang membunuh para tokoh persilatan golongan putih? ucap Intan Suci keheranan dan memandang terus kearah Kakek Segala Tahu. 

 Setelah puas memainkan kaleng rombengnya, Kakek Segala Tahu pun kemudian berucap pelan kearah Intan Suci Angin Timur. Sang kakek kemudian menceritakan bagaimana nasib sang ayah Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng yang terpenjara dalam wujud patung batu selama delapan ratus tahun. Diceritakan pula bagaimana dalam wujud roh selama berada dalam sekapan patung batu, Wiro Sableng dan Luhcinta atau dewi langit bunga tanjung harus berhadapan dengan pengadilan tahta dewa negeri atas langit karena dituduh telah mencuri kitab Jagat Pusaka Dewa dan mencuri kedua ilmu sakti yang berada di dalamnya dari kuil Candrasoma di bulan dan kuil surya Mentari di matahari. 

Akibat tuduhan tersebut sang pendekar menjalani hukuman dera sampai menjadi bongkok sementara Luhcinta sendiri menjalani pengasingan di penjara istana langit sebelum akhirnya mengorbankan diri untuk mendapatkan bunga Tanjung Kasih Dewa yang berada dikeningnya, sementara tulang punggungnya sendiri dijadikan busur gendewa cinta kasih yang dipersiapkan oleh para dewa sebagai senjata pamungkas dalam menghadapi para dewa yang memberontak. 

 Sang kakek kemudian juga menceritakan bagimana Pendekar Dua Satu Dua dalam keadaan bongkok dan memakai topeng ludruk kayu cendana kembali mendapatkan fitnah kala menghadiri rapat dunia persilatan yang dilakukan di kepulauan Riung. Sang pendekar dituduh membunuh secara membokong Raja Penidur dan dianggap sebagai tokoh antek-antek kerajaan Perut Bumi dan diburu oleh seluruh tokoh dunia persilatan baik dari golongan putih maupun dari kerajaan Perut Bumi. "Kalau masalah tokoh dunia persilatan yang dikatakan telah dibunuh oleh ayah, sejujurnya aku juga tidak tahu kek dan aku pun masih sangsi. Namun eyang Raja Penidur bukan meninggal karena dibunuh oleh siapa-siapa! eyang meninggal dalam tidurnya setelah menyerahkan kembali amanat kitab seribu bintang yang telah terisi bunga tanjung kasih dewa kepada kakang Wanara kek! aku dan kakang Wanara lah yang menguburkan jasad beliau jadi bukan ayah pembunuhnya kek!" seru sang gadis cilik memotong cerita Kakek Segala Tahu. 

 Kakek Segala Tahu kembali menggoyangkan kaleng rombengnya beberapa saat sebelum kemudian lanjut berbicara "Kau benar sekali Cah Ayu.. Itu sebenarnya adalah jebakan dan fitnah para tokoh kerajaan perut bumi yang menyelusup ke pertemuan akbar tersebut. Ayahmu itu tidak salah apa-apa... Namun dampaknya dia jadi tidak dipercayai dan malah dikejar-kejar oleh semua pihak..." ucap sang kakek. Kakek Segala Tahu kemudian lanjut berujar "Namun dari semuanya itu kehilangan ibumu dan dirimu serta harus melihat kedua gurunya dibantai oleh para tokoh kerajaan perut bumi mungkin adalah hal yang terberat yang harus ditanggung oleh ayahmu itu..." Intan Suci yang sebelumnya menundukkan kepalanya kemudian mengangkat wajahnya yang dipenuhi oleh air mata 

 "Maafkan aku kek.. Aku benar-benar tidak tahu dan bersalah karena menganggap ayah sebagai orang yang jahat... Aku tidak tahu jika nasib ayah ternyata setragis itu kek..." ucap sang bocah yang kemudian kembali menangis dan memeluk Kakek Segala Tahu. "Semua orang mempunyai takdirnya masing-masing Cah Ayu... Begitu juga dengan ayahmu... Walaupun memang begitu berat yang harus ditanggungnya, namun percayalah sudah tersedia ganjaran yang setimpal dan berkah tersembunyi buat ayahmu itu..." " Jadi aku harus bagaimana kek... Aku merasa tidak berani bertemu dengan ayah..." "Bangunlah cucuku Cah Ayu.. Kau harus beranjak pergi menemui ayahmu.. Dia membutuhkan mu saat ini..."  "Tapi aku..." sang kakek kemudian meletakkan kaleng rombengnya dan memegang kedua pundak sang bocah. "Dengarlah cucuku Cah Ayu... Bukan cuma ayah mu saja yang membutuhkanmu saat ini.. Namun seluruh umat manusia.. Pergilah menjemput takdirmu.. Mereka menunggumu di Mataram saat ini... Bahkan ku rasakan pula kakang mu itu juga  kini sedang beranjak pergi menuju kesana." "Benarkah seperti itu kek? dimanakah arah yang harus kutuju?" "Kau lihat langit disebelah barat sana? Langit yang gelap kelam dan berpetir dikejauhan sana? Itulah tempat yang harus kau tuju..." "Baiklah kalau begitu kek.. Aku akan pergi sekarang... Jaga diri kakek baik-baik.. ucap sang gadis cilik seraya mencium tangan sang kakek dan kemudian bergegas menaiki Puti Sembarani dan terbang menuju langit sebelah barat. "Doa ku selalu bersamamu cucuku Cah Ayu..." ucap lirih sang kakek sebelum akhirnya kembali terlihat sibuk menggoyang kaleng bututnya yang berisi batu.

 Bab 5


W

iro perlahan membuka kedua matanya. Cahaya silau namun hangat terasa menerpa wajahnya. Walaupun agak kabur di awal, namun akhirnya pandangannya kemudian menjadi lebih jelas. dirinya kembali mendapati dirinya di satu pedataran rumput yang luas dan dirinya tidak sendiri, dirinya kala itu dirinya dikelilingi puluhan sosok bertubuh raksasa tinggi besar yang terdiri dari pria dan wanita berjubah putih. hal ini kembali mengingatkan sang pendekar kala dulu pertama kali mengunjungi negeri

Latanahsilam. Dirinya saat itu terpesat kenegeri itu dalam keadaan tubuh kecil sementara para penduduknya bertubuh raksasa. Wiro kembali menatap para raksasa dihadapannya, para pria dan wanitanya nampak terlihat tampan dan cantik namun berwibawa.  Satu kesamaan dari makhluk makhluk yang mengelilinginya tersebut adalah sebagian terlihat memegang pedang naga suci dua satu dua dalam ukuran besar dan sebagian lagi memegang kapak bermata dua berukuran besar yang sangat persis seperti yang dimilikinya, kapak maut naga geni dua satu! 

 "Wahai anak manusia yang terlahir bernama Wiro Saksana! Selamat datang kembali ke lembah Jagat Semesta Dua Satu Dua..!" ucap satu suara yang mengembalikan kesadaran pendekar satu dua sepenuhnya. “Eyang Jagat Satria...” ucap sang pendekar seraya bergegas bangun dan berlutut dihadapan sosok terdepan dari barisan manusia raksasa yang berdiri mengelilinginya. Perlu diketahui ini merupakan kedatangan kedua Pendekar Dua Satu Dua di lembah yang dinamakan jagat semesta dua satu dua ini. Jagat semesta dua satu dua adalah satu tempat di alam semesta yang bisa tersambung dengan kesadaran hakiki yang terdalam dari diri seseorang. Semesta ini juga merupakan dunia dimana para pemegang terdahulu kapak naga geni dua satu dua dan pedang naga suci dua satu dua dari berbagai semesta dan dimensi yang sudah melepaskan ikatan samsara antara dunia dan akhirat akhirnya berkumpul dalam keabadian.

 Pendekar Dua Satu Dua memasuki alam semesta ini kali pertama adalah saat dirinya tidak sadarkan diri di setu lintang kemukus atau jembatan bintang berekor. Saat itu rohnya dan Luhcinta sedang melakukan perjalanan menuju matahari guna mendapatkan rahmat Chandrasoma dan berkah surya mentari yang menjadi syarat dalam kitab Jagat Pusaka Dewa. 

 “Ini kali kedua kau kembali terpesat ke tempat ini wahai anak manusia... Apakah ini pertanda kau sudah memutuskan untuk menerima tawaran kami tempo hari?” ucap eyang jagat satria “Aku.. Aku jujur belum sempat memikirkannya eyang... Namun kalau dipikir-pikir sekarang mungkin bergabung bersama eyang semua di tempat ini benar adalah pilihan terbaik..”ucap Wiro dengan menundukkan kepalanya. “Baguslah kalau berpikir begitu.. Kami semua yang berada disini pastilah menyambutmu dengan senang hati kalau memang seperti itu keputusanmu. Namun kalau boleh eyang bertanya, apakah yang menjadi dasar dari keputusanmu itu wahai anak manusia?” ucap balik sang resi. “Aku sudah terlalu lelah eyang... Entah mengapa hati ini mulai membeku dan kehilangan pegangan. Terlalu banyak penderitaan yang bertubi-tubi datang mendera.. Sebelumnya aku pikir aku sanggup menangung semua ini... Namun ternyata aku salah... Aku tidak punya kekuatan apa-apa... Bahkan untuk menolong dan menyelamatkan orang-orang yang berharga dan amat kusayang aku sendiri tidak mampu! Aku benar-benar tidak berharga dan tidak memiliki lagi kekuatan untuk menghadapi dunia ini eyang..” ucap pelan sang pendekar sambil tertunduk. 

 Terdengar suara helaan nafas dari para manusia berwujud raksasa yang berada di tempat tersebut. beberapa saat dalam kesunyian, Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dengan lembut berkata. “Kami mengerti semua penderitaan yang kau alami wahai anak manusia.. kami semua yang berada disini pada dasarnya turut pula mengalami lingkaran takdir penuh derita seperti yang kau alami.. karena memang itulah takdir yang harus ditanggung setiap pemegang amanat dua satu dua di dunia ini...” Wiro mengangkat kepalanya dan melihat satu sosok  wanita berwujud tinggi besar mengenakan jubah putih. Rambutnya nampak digelung keatas dan dihiasi sebuah tusuk kundai dari bahan batu kemala. Wajah sang wanita yang nampak mulai berkeriput ini terlihat memancarkan keteduhan dan kedamaian dan matanya yang berbola mata biru menyiratkan jejak penderitaan dan pengalaman hidup yang panjang yang pernah dialami oleh seorang anak manusia sama seperti dirinya. 

 Sambil berdiri tegak sang wanita nampak memegang pedang roh yang berwujud sama seperti pedang naga suci dua satu dalam bentuk yang sangat besar. “Apakah cucu buyutku si Sinto Weni itu pernah menjelaskan tentang makna dari amanat dua satu dua kepadamu?” ujar sang nenek kembali. Wiro seketika terhenyak dan memandang wanita dihadapannya dan seketika kembali berlutut dan bersuja “Maafkan aku eyang... Bisakah aku mengenal nama eyang yang mulia?” ucap Pendekar Dua Satu Dua yang dibalas dengan tertawa kecil dari para manusia raksasa ditempat itu lalu akhirnya sang wanita dihadapannya menggerakkan tangannya sebagai pertanda agar mereka yang berada disekitarnya untuk diam “Kami yang berada di tempat ini sudah memutuskan ikatan samsara baik di dunia ini maupun di akhirat wahai anak manusia.. Kemuliaan, derajat dan kebanggaan diri sudah bukan lagi menjadi bagian dari diri kami. Kami sudah memutuskan untuk tidak mencampuri urusan apapun  yang terjadi di alam semesta ini dan berdiam di lembah ini menunggu sampai nanti tiba waktunya pengadilan akbar dari yang maha kuasa. Oleh karena itu namaku sebaiknya tidak perlu kau tahu...” Wiro nampak menelan ludah dan kemudian menganggukkan kepala. “Maafkan atas kelancanganku eyang... Aku yang bodoh ini memang masih perlu banyak

diberikan pelajaran..” 

 Sang wanita nampak tersenyum. “Kau adalah manusia yang baik, hanya sayangnya kau terkadang lupa akan fitrahmu sehingga melupakan amanah yang sebenarnya harus menjadi pondasi utamamu dalam menjalani hidup... Sekali lagi kutanyakan... Apakah kau masih mengingat arti dari angka dua satu dua di dadamu..?"  “Tahu eyang... Angka satu berarti hanya ada satu Tuhan sang pencipta yang harus disembah... Lalu angka dua adalah semuanya itu tercipta berpasangpasangan...” ucap Wiro “Lalu apakah kau tahu mengapa angka satu diapit ditengah-tengah angka dua? Dan jika dua yang pertama adalah segala sesuatunya diciptakan berpasang-pasangan lalu apa makna angka dua yang lainnya?” ucap kembali sang wanita. Kali ini  pemuda yang kerap kali dipanggil si anak setan oleh sang guru nampak kembali membeliak dan ternganga dan terlihat menggaruk-garuk kepalanya. Kebiasaaan lamanya kembali muncul. “Aku... aku tidak tahu eyang... eyang Sinto belum menjelaskan sampai sejauh itu...” ucap Pendekar Dua Satu Dua dengan terbata-bata. 

 Wanita yang menanyai Wiro nampak tersenyum dan kemudian beranjak undur setelah sebelumnya melirik kearah sosok raksasa eyang jagat satria disebelahnya. “Penjelasanmu itu benar. wahai anak manusia, yang satu itu adalah memang berarti hanya ada Tuhan yang satu yang patut disembah dan Tuhan yang satu itu menciptakan segalanya berpasang-pasangan... Lalu mengapa angka satu berada diapit oleh dua angka dua? Apakah kau bisa menebaknya wahai anak manusia?” Wiro terlihat menggeleng. Jelas ini merupakan hal yang baru bagi sang pendekar!  “Angka satu yang diapit oleh angka dua itu berarti Tuhan yang satu itu pada dasarnya selalu ada ditengah-tengah bersama-sama dari ciptaannya yang berpasang-pasangan itu wahai anak manusia! Dia hadir hanya sejauh doa, tirakat dan sujudmu...” ”Lalu arti angka dua dibelakang angka satu?” sambung Pendekar Dua Satu Dua. “Angka dua dibelakang angka satu adalah berbicara tentang pilihan... Ya atau tidak... Suka atau tidak suka.. Melakukan atau tidak melakukan.. Lurus atau bengkok... Imbalan atau hukuman... Surga atau neraka... Semuanya itu merupakan pilihan yang akan diambil oleh setiap anak manusia di dunia ini. Yang saling berpasangan itu akan selalu bersama dengan yang satu yang menciptakan, namun yang satu itupun tidak akan memaksa makhluk ciptaannya dalam menentukan pilihan jalan hidupnya. Namun itu bukan berarti yang satu itu tidak memperdulikan kehidupan ciptaannya. Dia akan selalu memberikan terang dan petunjuk hanya dari manusia sendiri itulah yang harus memilih antara terang dan gelap...” Pendekar Dua Satu Dua nampak diam terpekur mendengar penjelasan eyang Jagat Satria di depannya. 

 “Jadi bagaimana pilihan mu sekarang wahai anak manusia bernama Wiro Saksana? Kau boleh tidak memilih dunia fana yang penuh penderitaan dibawah sana dan bergabung dengan kami, para pendahulumu dari trah naga dua satu dua menjalani hidup damai sampai pengadilan akbar... Atau kembali ke duniamu yang penuh kebisingan hiruk pikuk dan penderitaan tak kunjung usai baik fisik maupun mental itu... Sanggupkah kau menjatuhkan pilihan...?” ucap eyang Jagat Satria sembari kemudian nampak mengulurkan tangannya kearah Pendekar Dua Satu Dua. 

 Hening begitu terasa di lembah tersebut. Angin yang semilir beberapa saat meniup lembut rambut panjang sang pendekar, cahaya mentari yang lembut juga menerpa membawa kehangatan di wajah Wiro. Setelah memandang berkeliling kearah wajah-wajah para manusia raksasa yang memegang pedang naga suci dan kapak dua satu dua ini, perlahan senyum akhirnya kembali terlihat disimpul bibir sang pendekar. Matanya yang sebelumnya terlihat kosong kini nampak mulai menyorotkan cahaya kehidupan. “Maafkan aku para eyang sekalian.. Aku sudah mengambil keputusan akhir.. Sebegitu besar keinginan ku untuk menikmati kedamaian di tempat ini bersama eyang semua.. Namun bukanlah diriku jika harus egois merasakan kedamaian seorang diri disini tanpa memikirkan keadaan semua orang yang kucintai di bawah sana.. Seperti kata mu eyang, amanat dua satu dua mungkin amanat yang berat dan menyiksa untuk ku tanggung seorang diri di dunia sana, namun selama yang SATU itu selalu berada bersamaku, walaupun seberat apapun aku pasti akan menemukan petunjuk dan cahaya...” ucap sang pendekar dengan suara mantap. 

 Ucapan pendekar ini tanpa disangkasangka kemudian mendapat sambutan yang luar biasa dari para manusia raksasa yang mengelilingi Pendekar Dua Satu Dua! Kuluhan kapak naga geni dan pedang naga suci sontak teracung tinggi diudara diiringi seruan penuh keharuan dan kebahagiaan! “kau benar-benar tidak mengecewakan kami wahai anak manusia bernama Wira Saksana! Penerus sejati amanat dua satu dua memang bukanlah makhluk kerdil cengeng yang berjiwa lemah dan hanya pasrah menerima keadaan begitu saja! Kau memang layak berada di tempat ini dan menjadi bagian dari kami” ucap eyang Jagat Satria. "Terima kasih eyang... Aku kini mengerti apa yang harus ku lakukan.. Aku akan pergi menjemput takdirku dan pilihan ku adalah tidak akan menyerah sampai akhir!” tegas Wiro mantap.

             “Keputusan yang bagus dan sebelum kau meninggalkan tempat ini, adakah sesuatu yang mungkin             ingin     kau      tanyakan?”      “Maafkan pertanyaan ku yang mungkin tidak sopan ini eyang, namun aku tidak melihat keberadaan eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati di tempat ini..” ucap Pendekar Dua Satu Dua sambil celingukan memandang kearah para manusia raksasa yang mengelilinginya. Para manusia raksasa yang kemudian diketahuinya sebagai pemegang kapak maut naga geni dan pemegang pedang naga suci di kehidupan sebelumnya dari berbagai garis waktu dan semesta dimensi. 

 “Mereka berdua memang tidak seberuntung dirimu yang bahkan hingga dua kali terpesat mengunjungi tempat ini. Masih ada ikatan di dunia yang harus mereka selesaikan..” ucap wanita yang berdiri di samping eyang Jagat Satria. “Nanti juga kau akan kembali bertemu mereka berdua...” ucap eyang Jagat Satria sembari tersenyum. “Selamat jalan wahai anak manusia bernama Wiro

Saksana..” ucap eyang Jagat Satria kepada sang Pendekar Dua Satu Dua. Satu kabut bercahaya putih tiba-tiba menyeruak muncul dan berpendar perlahan membayang di hadapan wajah Pendekar Dua Satu Dua. Kabut tersebut semakin lama semakin menyala benderang hingga akhirnya menjadi sinar yang menyilaukan mata hingga akhirnya memaksa pendekar satu dua menutup kedua matanya.

 Saat membuka mata pertama kalinya, Pendekar Dua Satu Dua merasakan kelegaan yang luar biasa menyeruak dari dalam tubuhnya. Tubuhnya yang sebelumnya babak belur sedemikian rupa kini kembali  segar tanpa kurang suatu apapun. Bahkan tulang belakangnya yang sempat patah dan mengakibatkan tubuhnya bongkok juga kini kembali ke keadaan semula.

“Terima kasih ya Allah atas karunia mu ini...” ucap sang pendekar dalam hati. Rupanya saat dalam keadaan tidak sadarkan diri, ketujuh payung warnawarni saling bertumpuk dan menopang tubuh Pendekar Dua Satu Dua kembali ke lintasan matahari dan rembulan. Cermin retak milik Ratu Duyung pun tak henti-hentinya berputar mengelilingi tubuh sang pendekar dan bergantian memantulkan cahaya matahari dan cahaya rembulan ke kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua dimana meringkuk naga dewa mentari dan naga dewi rembulan, naga yang merupakan bagian dari kitab jagat pusaka dewa. Cahaya mentari dan rembulan yang terus menerus membanjiri tubuh Pendekar Dua Satu Dua ini lah yang mengembalikan tubuh sang pendekar  dan memulihkan semua luka yang diterima sebelumnya. Sementara itu bunga kenanga putih yang terus berpendar dan berdenyut memancarkan sinar putih redup terus memberikan denyutan dan gelombang hangat ke jantung Pendekar Dua Satu Dua yang sebelumnya berdegup lemah.  

 Kala kesadaran dan kondisi tubuhnya pulih dengan sempurna, sang pendekar pun baru menyadari bahwa di hadapannya terdapat sembilan buah benda yang terdiri dari tujuh buah payung berwarna beraneka ragam beserta sebuah cermin retak dan sekuntum bunga kenanga yang nampak melayang dan perlahan memudar. Rasa haru pun sontak membuncah didada sang pendekar sehingga tanpa sadar matanya mulai nampak terlihat berkaca “Puti Andini... Suci... dan juga kau Intan istriku... Aku begitu berhutang banyak kepada kalian... Walaupun raga dan keberadaan kalian akhirnya menghilang, namun masih juga kurasakan cinta kasih kalian yang begitu mendalam... Bahkan jika selembar nyawa ini harus digadai untuk membalas kebaikan kalian semua,  rasanya bahkan itu tidak cukup untuk membalasnya..." tutup sang pendekar dengan wajah tertunduk. Perlahan akhirnya kesembilan benda milik orang-orang terkasih Pendekar Dua Satu Dua pun mulai sirna dihadapan sang pendekar. 

            Wiro     pun      setelah             termenung       sesaat akhirnya kemudian melihat kearah bawah kakinya. Dengan menggunakan ilmu menembus pandang warisan Ratu Duyung, sang pendekar pun bisa melihat situasi yang terjadi di bawah sana “Aku harus mengakhiri semua ini.. Sudah terlalu banyak jiwa yang terhilang oleh makhluk-makhluk perut bumi keparat itu.." sang pendekar kemudian terlihat membaca sebuah ajian dan tiba-tiba dari dalam tubuhnya keluar dua sosok yang serupa dan sebentuk dengan dirinya. Rupanya sang pendekar kembali mengeluarkan ilmu yang diajarkan oleh rauh kalidathi yakni tiga bayangan pelindung raga. Tiga bayangan tersebut kemudian dengan menggunakan ilmu Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru, sang pendekar pun nampak turun melesat menukik dalam bentuk bintang jatuh berekor dan bukan itu saja, masing-masing sosok Wiro nampak menyalurkan tiga ilmu puncak yang dimiliki oleh Pendekar Dua Satu Dua kala itu yaitu pukulan Mentari Tengah Malam, pukulan Rembulan Tengah Hari dan terakhir pukulan Surya Gugur Gerhana!  

 Bab 6 

m

elihat kedatangan Pendekar Dua Satu Dua dari atas langit, semangat dan harapan pun bangkit dan tergugah kembali di hati raja Mataram dan yang lainnya. Sambil bangkit berdiri sang raja pun berteriak keras "Ini kesempatan kita untuk menghancurkan angkara murka! Mari kita kembali menggempur dewa raksasa ini sampai tetes darah penghabisan..!" sambil berucap sang raja kemudian nampak mengarahkan sepasang telapaknya yang tiba-tiba membesar empat kali lipat dan berwarna kemerahan, lalu dari telapak tangan yang membesar itu melesat satu sinar berputar berwarna merah menyala yang memancarkan hawa sangat panas. Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan telah mengeluarkan salah satu ilmu langka miliknya yaitu ilmu Sepasang Tangan Dewa Menebar Angkara! Bersamaan dengan itu, Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara pun kemudian turut mengeluarkan ilmu puncak yang dimiliki masingmasing begitu juga dengan Mahesa Kelud yang mengeluarkan pukulan Api Salju dan Mahesa Edan dengan pukulan Makam Sakti Meletus. Dari tangan mereka semua memancar ilmu pukulan beraneka warna yang sangat angker dan mematikan tertuju langsung ke arah resi dewa raksasa! 

 "Tunggu dulu teman-teman... Aku juga mau ambil bagian!" satu suara dari ketinggian  tiba-tiba terdengar. rupanya Santiko si Bujang Gila Tapak Sakti yang sebelumnya mendeprok pingsan di salah satu pecahan candi prambanan yang melayang diudara telah terbangun. Lalu dengan menggunakan ilmu kesaktiannya, sang pendekar gemuk ini  kemudian menarik uap air laut yang berada disekitarnya dan kemudian membekukannya menjadi es dengan ukuran maha besar yang sampai-sampai berukuran sebesar sebuah candi! Es maha besar itu pun kemudian dihempaskannya kearah bawah dengan kecepatan luar biasa! 

 Sang Resi Raksasa yang merasakan terhimpit oleh daya tekan serangan luar biasa yang tertuju kepadanya tiba-tiba nampak meraung keras! Dengan wajah menengadah keatas nampak selarik sinar sepasang pedang dewa keluar dari sepasang matanya dan disusul nyala kobaran api berwarna hitam kelam menyembur dari mulutnya yang terbuka menuju langsung datangnya serangan dari atas langit! sementara itu, berbarengan dengan serangan dahsyat yang ditujukan kearah langit, hentakan gelombang tak kasat mata dari tubuh sang resi turut kembali menyeruak dan memapak datangnya serangan ilmu jarak jauh yang dilepaskan oleh raja Mataram, Mahesa Kelud dan Mahesa Edan serta kedua ratu penguasa laut jawa! 

 Dentuman maha dahsyat yang belum pernah terjadi selama ini di bumi Mataram menggelegar membahana manakala kekuatan gabungan ilmu kesaktian para tokoh dunia persilatan ini berbenturan langsung dengan pertahanan Resi Raksasa perwujudan ke enam dewa sesat. Bola api raksasa yang diselubungi debu dan pecahan es yang menguap nampak membumbung tinggi bahkan sampai jauh ke atas langit! 

 Suara dentuman maha dahsyat tersebut juga menghasilkan gelombang kejut yang menyeruak dari pusat benturan ilmu kesaktian dan menjalar ke seantero negeri bahkan melesat jauh hingga ke puncak merapi dimana terdapat tokohtokoh dunia persilatan dan rakyat Mataram yang berada dalam pengungsian. "Teman-teman semua! cepat lindungi rakyat yang tak berdosa..." seru Bidadari Angin Timur sambil menghentakkan tangan kearah depan, membentuk benteng tenaga dalam tak kasat mata berbentuk pusaran angin guna menghadang datangnya gelombang kejut yang datang dari arah Mataram. Anggini, Purnama, Dewi Dua Musim serta tokoh dunia persilatan lainnya yang telah berada di tempat itu setelah mengangkut rakyat Mataram yang tersisa pun sontak merentangkan tangan masing-masing guna membangun dinding penghalang sehingga akhirnya terciptalah satu dinding penghalang berupa kubah pusaran angin raksasa yang melindungi ribuan rakyat Mataram yang ada dibelakang mereka dari serbuan gelombang kejut yang datang mendera. "Jagat dewa batara... Sesungguhnya apa yang telah terjadi di bumi Mataram sana..."desis Dewi Dua Musim sambil melihat bola api raksasa yang terlihat jelas membumbung tinggi dari kejauhan. 

 Berkas berkas api dan debu es perlahan menguap dan bola api raksasa mulai menghilang dilangit Mataram. Pemandangan yang mengiriskan hati terlihat manakala satu lubang geroakan raksasa tercipta di tanah bekas berdirinya candi prambanan akibat benturan serangan yang dilancarkan oleh Wiro dan kawan-kawan. Tapak mentari tengah malam dan rembulan tengah hari tidak saja menghancurkan ilmu sepasang pedang dewa milik sang resi namun juga tepat mendarat di kedua pundak sang Resi Raksasa, sementara pukulan Surya Gugur Gerhana juga berhasil menembus serangan api hitam kegelapan inti bumi yang dilepas oleh sang dewa raksasa. 

 Pukulan sakti tersebut mendarat langsung di kepala sang resi, sementara bentrokan ilmu kesaktian raja dan dua ratu serta kedua mahesa juga mampu menembus hentakan gelombang kejut yang dikeluarkan oleh sang resi dewa. Apalagi ditambah oleh hantaman es raksasa milik Bujang Gila Tapak Sakti, akhirnya dari bentrok kekuatan gabungan ilmu-ilmu dahsyat tersebut kemudian tercipta satu bentuk reaksi ledakan yang membuat dentuman maha dahsyat yang akhirnya memisahkan ke enam sosok dewa sesat dari wujud Resi Raksasanya!

  Hal ini jelas merupakan hal yang menggembirakan namun harus dibayar dengan sangat mahal oleh para pendekar golongan putih yang tersisa. Wiro, raja Mataram, kedua ratu dan kedua Mahesa serta Bujang Gila Tapak Sakti semuanya terlempar ke udara dalam keadaan terluka dalam! Bahkan pendekar satu dua yang telah kembali ke wujudnya yang tunggal terlempar dalam keadaan bersalut kobaran api! Lalu bagaimana dengan Setan Ngompol dan Naga Kuning? Hanya mereka berdua saja yang tidak terlempar karena sebelumnya sudah menyelam ke dasar air dan mati-matian berpegang pada reruntuhan candi prambanan yang tidak turut terangkat. Namun karena tekanan yang sangat kuat, keduanya toh akhirnya pingsan juga dalam posisi saling berpegangan tangan dan berangkulan!

 Saat melihat para pendekar yang diharapkan oleh seluruh dunia persilatan ini terlempar bergelimpangan membuat hati Dewa Tuak menjadi kalut, namun kala dilihatnya ikatan rantai emas aksara langit masih erat membelit wujud keenam dewa yang telah kembali ke sosok asalnya, harapan kembali bergelayut dari dalam dada sang pendekar tua. 

 "Tetap bertahan! Jangan kendorkan perhatian! Keenam dewa itu telah terpisah dari kesatuannya jadi sekaranglah giliran kita untuk menghabisi mereka..." belum selesai Dewa Tuak berbicara tiba-tiba seluruh langit gelap berubah menjadi berwarna kemerah-merahan! Lalu dari langit yang merah tersebut tiba-tiba nampak menyeruak satu bentuk mata raksasa berwarna merah kekuningan dengan bola mata hitam lancip yang angker menggidikkan tergantung diatas langit! mata tunggal raksasa ini bahkan ukurannya puluhan kali jauh lebih besar dari sang Resi Raksasa! "Jagat dewa batara! Mata langit penghuni lubang kegelapan akhirnya menunjukkan rupanya di dunia..." desis para dewa yang tersisa dengan suara bergetar dan keringat dingin menetes di dahi dan tengkuknya masing-masing. 

 Mata langit yang berukuran maha besar yang sekelilingnya dikobari lidah-lidah api berwarna merah kekuningan ini terlihat bergerak-gerak menyorot kesegala arah, lalu tiba-tiba mata langit itu nampak memandang menyorot kearah barisan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia lalu berganti menyorot kearah keenam dewa yang nampak berkelojotan dalam ikatan rantai emas aksara langit. Sang mata langit kemudian tiba-tiba nampak mengerjapkan mata! Satu gelombang kembali menghantam dari langit dalam bentuk sapuan gelombang raksasa berbentuk awan yang berisi lidah api dan berkas-berkas petir berwarna hitam! "Yaaaa Gusti Allah...!!!" teriak Dewa Tuak seraya memicingkan matanya menahan sapuan gelombang yang datang melabrak Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia!

 Gelombang maha dasyat ini juga kontan menghantam tubuh keenam dewa yang terikat dan yang anehnya adalah saat berkas gelombang yang dikeluarkan kerjapan mata langit mengenai keenam dewa yang terikat rantai emas aksara langit ini, suara jerit dan lolongan dari pada keenam dewa tersebut terdengar membumbung tinggi jauh ke angkasa "Tidaaaak... Jangaaaan!!!" teriak keenam dewa tersebut dalam keadan berkelojotan masih dalam posisi terikat rantai emas aksara langit sambung jiwa hati dewa dan manusia! Keenam sosok dewa tersebut perlahan berubah seolah terselubungi kobaran api lalu berkelojotan mengkerut dan kemudian  akhirnya hangus dan menjadi abu hitam dan tersedot naik membumbung masuk kearah mata langit! 

 Sapuan gelombang maha dahsyat yang dipenuhi berkas petir dan lidah-lidah api yang keluar dari kerjapan mata langit raksasa pun nyatanya sukses menghantam semua benda yang berada di sekelilingnya. Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia yang terdiri dari jalinan para dewa dan orang-orang suci yang saling berpegangan tangan di angkasa ini pun langsung hancur kocar-kacir porak poranda.  Runtuh dan bertebaran jatuh kearah bumi! Begitu juga dialami oleh Wiro dan kawan-kawan yang sebelumnya terlempar berpentalan akibat tumbukan ledakan kala berbarengan menyerang resi dewa raksasa. Keadaan mereka yang sudah babak bundas tersebut semakin di perparah oleh gelombang kerjapan mata yang juga melanda mereka saat mereka masih diudara!  

 Memang sungguh dahsyat kerusakan yang diakibatkan oleh mata langit yang telah menelan habis keenam dewa yang memberontak ini. Perlahan namun pasti seribu candi bagian dari candi prambanan yang terangkat naik dan mengambang di udara dan juga sisa-sisa dari istana penyangga langit pun mulai berderak hancur dan berjatuhan dari angkasa! "Jodoh kita hanya sampai disini yang mulia... Tetaplah kuat dan jangan menyerah..." Ucap patung Roro Jonggrang yang berada dalam dekapan Sri Maharaja Mataram. Sri Maharaja Mataram hanya nampak menutup matanya yang sembab sembari semakin erat memeluk patung dewi yang membuatnya jatuh cinta tersebut. Tubuhnya yang sudah kehilangan semua kekuatannya tersebut terlihat jatuh deras ke arah bumi sambil terus memeluk patung batu yang juga mulai hancur berkeping-keping tertiup angin bumi Mataram. 


Bab 7

S

uara dahsyat saling sahut menyahut menghiasi kelamnya langit menjelang fajar.

Tak ada lagi perlawanan, Tak ada lagi yang sanggup mengatasi angkara murka. Namun selayaknya mentari yang selalu terbit dan menghangati bumi, harapan pasti akan selalu ada. Disaat semua orang telah menyerah dan berputus asa, semburat cahaya mulai terbit dan menghangati dinginnya langit kelam. 

 Bersamaan dengan terbitnya mentari di ufuk timur, satu kilatan cahaya berwarna biru dan merah nampak melesat memburu langsung kearah mata langit! Keris naga sanjaya yang bersinar  kebiruan nampak terlihat anggun melesat bersandingan dengan cahaya merah angker sang putra langit! Pedang naga merah! Kedua saudara kandung yang selama ini saling dendam dan bermusuhan ini akhirnya berdamai dan bersatu hati dalam genggaman erat pemuda tanggung Jabrik Sakti Wanara! 

Fajar harapan telah tiba! 

            "Kakang Wanara! Aku datang membantu mu!" Satu suara gadis kecil kemudian tiba-tiba terdengar membahana menyusul dari arah langit timur! Kemudian didahului suara ringkikan kuda yang bagaikan suara guntur, satu sosok yang menggetarkan hati pun terlihat turut melesat kearah mata langit! Seorang gadis kecil dengan mata biru dan rambut pirang terurai nampak berdiri gagah diatas Puti Sembrani kuda bersayap kesayangan dan peliharaan para dewa atas langit. 

 Dengan mata tajam gadis ini kemudian terlihat merentangkan tali gendewa cinta kasih yang digenggamnya erat. Gendewa yang dibuat atas pengorbanan dan menggunakan ruas tulang punggung Luhcinta atau Dewi Langit Bunga Tanjung ini nampak bergetar dan memancarkan cahaya indah laksana berlian! Dari mata biru indah gadis kecil yang besar dalam pondongan Jabrik Sakti ini kemudian menetes setetes air yang tibatiba berubah menjadi satu sinar berwujud anak panah berwarna keemasan. Anak panah yang merupakan intisari pengorbanan seribu peri atas langit! 

 Anak panah inilah yang kini langsung diarahkan oleh gadis cilik anak Ratu Duyung ini ke tengah-tengah mata langit raksasa!  Dengan bibir tersenyum Pendekar Dua Satu Dua terus menatap kearah gadis cilik yang datang mengendarai kuda sembrani ini. Tubuhnya yang di kobari api dan meluruk dahsyat ke arah bumi bersama para tokoh dunia persilatan, para dewa dan sesama orang suci lainnya tidak dipedulikannya sama sekali. Matanya terus tertuju kearah gadis cilik kesayangannya tersebut. "Intan Suci Angin Timur... Ayah percaya padamu nak..." Tutup Pendekar Dua Satu Dua sambil tersenyum dan kemudian menutup mata disambut oleh deru angin dan semburat cahaya pagi di langit Mataram!

 Dengan meliuk lincah menggunakan angkin bidadari pemberian terakhir Peri Bunda, Jabrik Sakti Wanara nampak melesat kesana kemari sambil menyabetkan pedang naga merah dan menusuk menggunakan keris naga Sanjaya kearah mata langit. mata langit nampak sibuk dan terus menyorot bergantian kearah dirinya dan Intan Suci Angin Timur yang terus melepaskan anak panah emas jiwa suci seribu peri. Serangan sang pemuda remaja dan gadis kecil ini terlihat kompak dan serasi sehingga cukup merepotkan mata langit yang cukup merasa kesakitan akibat terjangan tiga senjata yang berada di tangan kedua anak murid eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati ini. Mendadak mata langit kembali mengerjapkan mata tunggalnya lalu dari arah mata yang menyala angker dan menimbulkan hawa panas menyayat itu, melesat ribuan cahaya merah berbentuk panah api yang langsung menyerang kearah Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur! 

 Melihat datangnya serangan tersebut, Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur tidak terlihat menjadi takut apalagi gentar, keduanya pun kemudian terlihat menyimpan senjata masing-masing dan menghadang datangnya serangan ribuan panah api tersebut dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki keduanya. Dengan menghimpun tenaga gaib Bintang Sakti Bunga Tanjung yang terdapat pada kitab Seribu Bintang yang terikat dipunggungnya, Jabrik Sakti Wanara nampak menghentakkan tangannya ke depan melepas pukulan Benteng Topan Melanda Samudera! Sementara dari atas kuda sembraninya, Intan Suci Angin Timur dengan bantuan tenaga sakti Inti Malaikat dari kitab Wasiat Malaikat yang berada dibalik bajunya terlihat menghentakkan sepasang tangan mungilnya dan melepaskan pukulan  Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih! 

 Kedua pukulan berbentuk dinding angin maha kuat yang dilepas oleh Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur ini memang benarbenar dahsyat dan mampu mendorong mental sebagian sinar panah api yang menyerang mereka berdua. Sayang masih ada satu sinar panah api yang lolos dan menancap di sayap Puti Sembrani kuda tunggangan sang gadis cilik! "Putii tenangkan dirimuu..." teriak sang gadis berusaha menenangkan sang kuda sembrani yang nampak panik karena sebuah sayapnya terkena panah dan dilanda kobaran api! melihat gelagat tersebut sang gadis cilik langsung melompat di udara dan menunjuk kearah air banjir yang berada dibawah kakinya. 

 "Cepat ceburkan dirimu ke dalam air dibawah sana Puti..." teriak sang gadis sembari menepuk leher sang kuda tunggangan yang dibalas dengan ringkikan keras dan langsung sang kuda tunggangan para dewa tersebut melesat kebawah dan menceburkan diri kedalam air banjir guna memadamkan api di sayapnya. Sementara itu setelah melihat kuda tunggangannya tersebut telah masuk kedalam air dan berhasil memusnahkan api yang membakar sebelah sayapnya, gadis cilik anak terkasih Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung ini kemudian nampak terlihat sedang berlari lincah di tengah udara menyongsong kembali kearah

Mata Langit! 

            Walaupun tidak mempunyai kemampuan untuk terbang diudara seperti Jabrik Sakti Wanara, namun berkat Kasut Pelari Alam Gaib yang dipakainya,       sang    gadis    kecil     ini         memiliki kemampuan untuk berjalan dan berlari di tengah udara! kKasut sakti ini sendiri merupakan kasut sakti yang didapat oleh sang gadis cilik kala menang bertaruh adu jangkrik melawan kakek cebol Pelari Alam Gaib di negeri Bunian. "Kau tidak apa-apa adikku?" ucap Jabrik Sakti saat menyongsong kedatangan Intan Suci "Tidak kakang, aku tidak apa-apa..." Uban atau Jabrik Sakti nampak memandang penuh perhatian kepada gadis kecil yang selama ini diasuhnya itu. Rasa bangga dan haru mengalir didada sang pemuda remaja kala melihat gadis cilik yang sudah beberapa tahun tidak ditemuinya ini kini telah kembali dihadapannya dengan menunggangi kuda sembrani dewa dan memiliki senjata sakti serta ilmu kesaktian sangat tinggi. "Kau benar-benar telah menjadi orang hebat adikku... Kakang benarbenar bangga padamu..." ucap Uban sambil mengusap kepala gadis kecil yang dikasihinya layaknya adiknya sendiri itu. 

 Mendengar pujian sang kakak, wajah sang gadis cilik tersebut pun sontak bersemu merah. "Jangan kau goda aku kakang Wanara..." Uban nampak tersenyum senang melihat ucapannya membuat sang adik nampak memerah malu, namun belum lagi uban hendak melanjutkan ucapannya tiba-tiba terdengar suara dengingan tinggi yang menyeruak diatas langit! Lalu sosok berwujud mata raksasa yang berwarna merah kekuningan tersebut kemudian sinarnya nampak tiba-tiba meredup seketika dan mendadak berganti menjadi cahaya berpendar berwarna biru gelap kehitam-hitaman yang memancarkan hawa dingin yang mencucuk tulang! Tidak sampai disitu, mata tunggal yang sebelumnya terlihat membeliak menakutkan ini kemudian terlihat menutup untuk beberapa saat.

 Karaeng Uleng Tepu nampak berusaha membangunkan dan memapah Dewa Tuak yang sepasang matanya nampak terus tertuju kearah perubahan aneh yang terjadi pada wujud mata langit raksasa "Apa maksudnya perubahan ini Karaeng? Apakah kau mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendadak yang terjadi pada makhluk berwujud mata tunggal raksasa diatas langit sana?" tanya Dewa Tuak kepada pria tinggi besar yang sedang memapahnya bangun tersebut. Rupanya para dewa dan tokoh dunia persilatan yang sebelumnya bergandengan tangan diatas langit dan kemudian terjatuh ke bumi kini nampak mulai bangkit dan turut pula memperhatikan keanehan yang di tunjukkan mata langit.

 Dengan menghela nafas panjang, laki-laki tanah Mekassar yang lama hidup di istana atas langit ini pun kemudian angkat suara. "Aku pun tidak mengetahui banyak tentang perubahan ini wahai Dewa Tuak.. Namun satu yang pasti yang aku ketahui adalah hal ini bukan merupakan sesuatu yang baik bagi kita semua..." Dewa Tuak nampak terdiam mendengar jawaban Karaeng Uleng Tepu. "Mungkin kau sudah pernah mendengar dari penuturan Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi... Bahwa negeri atas langit dan semua dewa-dewi yang menghuninya pada dasarnya bukanlah makhluk termulia dan tertinggi yang ada di alam semesta ini wahai Dewa Tuak. masih ada Dia-MakhlukTermulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-danbernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa.. Dialah sebenarnya yang mempunyai kuasa atas alam semesta ini beserta segala isinya.." tutur sang Karaeng

 "Kau benar Karaeng, kami menyebut Beliau dengan sebutan Gusti Allah..." ucap Dewa Tuak "Yah... Gusti Allah... Umat manusia menyebutnya dengan banyak nama... Dan ingatan masa silam ku yang semakin terkikis pun menyetujui nama itu sebagai sesembahan yang tertinggi yang harus ku sembah dari dalam nurani dan kesadaranku yang terdalam.. Sebelum aku terpesat kenegeri para makhluk dewata itu..." ucap Karaeng sambil terdiam sesaat "Nah jauh sebelum adanya para makhluk suci yang disebut dengan sebutan para dewa maupun manusia ataupun iblis setan dan para cecunguknya, ada satu bentuk kuasa teramat jahat yang berdiam di alam semesta dan selalu berusaha merayap naik untuk mencapai kediaman Sang Cahaya-yang-pertama-dan-selamanya itu... dan kuasa jahat tersebut berwujud sebuah mata raksasa yang dikenal dengan sebutan Mata Langit Kekelaman Tanpa Akhir..." sambung kembali Karaeng Uleng Tepu 

 "Apakah mata langit kekelaman tanpa akhir ini juga bagian dari iblis atau malaikat yang terjatuh karena tidak mau menyembah Gusti Allah dan nabi Adam?" tanya kembali Dewa Tuak "Tidak.. Mata langit kekelaman tanpa akhir sudah ada bahkan sebelum iblis dan para malaikat yang terjatuh itu ada.. Begitu jahatnya mata langit ini sehingga Diayang-termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidupdan-bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa bahkan tidak berkenan untuk melemparnya ke dunia bawah... Beliau menyegel makhluk jahat ini dalam lubang kegelapan yang terdalam di alam semesta agar tidak bangkit lagi dan membuat kekacauan di dunia ini..." tutup Karaeng Uleng Tepu. 

 "Lalu bagaimana makhluk dajjal ini bisa turun ke dunia...?" tanya kembali Dewa Tuak. belum sempat Karaeng Uleng Tepu menjawab pertanyaan sang guru pendekar kerudung ungu ini, satu suara kaleng rombeng bergoncang terdengar menyeruak dari arah samping tubuhnya. "Ah akhirnya datang juga kau gembel buta bulukan..." ucap Dewa Tuak kala melihat kedatangan sosok seorang kakek bercaping bambu dan memegang kaleng rombeng berisi batu yang kerap di goncang hingga mengeluarkan suara keras ini. Sang Kakek bermata putih kosong melompong ini terlihat menengadah keatas langit seolah memandang perwujudan mata langit yang sedang tergantung di langit Mataram. 

 Sosok kakek buta memakai caping bambu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kakek Segala Tahu ini kemudian membuka suara "Segala yang terjadi adalah sudah suratan takdir Suro Lesmono, begitu juga dengan keberadaan sang mata langit... Ke enam dewa yang memberontak dan terjebak di hukum terkunci dalam lempeng cermin penjara gaib pedataran arwah yang berputar melayang dalam kekosongan itu, tanpa disengaja masuk kedalam lubang kegelapan tanpa akhir... Keenam dewa ini akhirnya menjual jiwanya kepada mata langit yang menguasai dan tersegel tersembunyi dalam lubang kegelapan tanpa akhir itu, untuk meraih kebebasan mereka yang terampas.." tutur sang kakek bermata buta. 

 "Ah jadi itu alasannya mengapa keenam dewa pemberontak itu sampai akhirnya mati mengenaskan dalam keadaan terhisap kedalam mata langit! sang mata langit kekelaman tanpa akhir rupanya meminta haknya kembali!" seru Karaeng Uleng Tepu sembari menepuk kedua pahanya dengan keras.

  "Jika memang sedahsyat itu kekuatan mata langit, mengapa tidak dari dulu mata langit turun ke dunia dan melakukan apa yang dia inginkan? ucap Dewa Tuak yang masih penasaran. 

 "Karena para dewa yang di pimpin oleh Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit Bumi masih ada di dunia wahai Dewa Tuak..." ucap kembali Karaeng Uleng Tepu seolah tersadar akan satu hal. 

 "Kau benar Karaeng... Sesungguhnya

Istana atas langit, gerbang Chandrasoma yang berada di bulan serta gerbang Surya mentari yang ada di matahari merupakan tiga titik yang menyegel mata langit kekelaman tanpa akhir di dalam lubang kegelapan semesta yang terdalam. Telah berkalikali mata langit mengirim utusannya yaitu para makhluk yang disebut dengan panggilan Setan dari Luar Jagat untuk menyerbu dan membumi hanguskan ketiga tempat tersebut. Berkali-kali pula kami para dewa berhasil menghalau mereka seperti pula yang kau ketahui selama ini. Sayangnya kali ini kami semua para dewa mengalami kegagalan dan junjungan kita, Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi pun sampai harus turut moksa menghilang keberadaannya. Hancurnya istana atas langit dan runtuhnya gerbang Chandrasoma serta gerbang Surya mentari lah yang akhirnya membebaskan makhluk junjungan mereka tersebut dari lubang kegelapan yang ada di alam semesta..." Kali ini Dewa Langit Harimau Dewa yang telah pulih dari luka-lukanya yang menjawab pertanyaan sang sahabatnya itu. 

  "Lalu apa yang harus kita lakukan sahabatku Dewa Langit Harimau? Kita tidak tahu apa yang bisa kita..." belum lagi Karaeng Uleng Tepu menyelesaikan ucapannya,  tiba tiba hawa dingin yang menusuk kulit terasa santer manakala mata langit tiba-tiba terlihat membuka matanya! dan mata itu kini berubah!

 Dari dalam mata yang entah kenapa kini telah berganti warna menjadi biru kelam yang mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba terlihat melesat keluar puluhan orang yang kemudian berdiri diam mematung di udara dihadapan mata langit! Puluhan orang tersebut nampak memiliki wujud dan perawakan yang berbeda-beda. Ada pria dan ada pula wanita, tua dan muda pun nampak beragam. Namun yang satu menjadi kesamaan para sosok yang keluar dari mata langit ini adalah semuanya terbungkus oleh cahaya biru berpendar yang mengepulkan asap tipis kehitaman dan disetiap kening mereka nampak sebuah mata berwarna merah kekuningan yang terus bergerak menyorot kesegala arah!

 "Astaga! apakah tidak salah lihat mata tua ku ini? Bagaimana bisa mata raksasa itu mengenali dan menghadirkan para bedebah ini? Orang-orang ini adalah para durjana jahat yang seharusnya sudah lama mati!" kejut Dewa Tuak kala melihat sosok-sosok yang berdiri diam ditengah udara tersebut.

 "Apakah kau yakin akan hal itu orang tua? Benarkah kau mengenali mereka?" tanya Karaeng Uleng Tepu yang langsung dibalas anggukan oleh Dewa Tuak "Aku yakin seyakin yakinnya Karaeng... Karena sebagian keparat-keparat ini dihabisi langsung oleh Pendekar Dua Satu Dua dan rekanrekannya karena kejahatan mereka yang setinggi langit dan sedalam lautan..." ucap sang pendekar tua dengan wajah muram.

            Apa yang dikatakan oleh Dewa Tuak memang kenyataan adanya. Dilangit diudara yang menggantung, berdiri puluhan sosok manusia yang dulunya sangat dikenal akan kejahatannya. Sosoksosok itu antara lain Mahesa Birawa, Hang Kumbara alias Raja Rencong dari uUara, Wirapati Si Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Tiga Setan Darah, Dewi Siluman Bukit Tunggul, Rangrang Srenggi Si Penguasa Istana Darah, Siluman Teluk Gonggo, Dewi Kala Hijau, Nenek Kelabang Merah, Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, Ratu Serigala, Ki Ageng Tunggul Akhirat dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat, Patih Wirabumi, Adipati Jatilegowo, Momok Dempet Berkaki Kuda, Singo Abang, Datuk Lembah Akhirat dan masih banyak tokoh jahat lainnya. Tokoh-tokoh sesat yang telah lama binasa itu kini dihadirkan kembali kedunia melalui kekuatan menakutkan Mata langit kekelaman tanpa akhir!

 "Hmm.. Bahkan bukan hanya orang-orang jahat dari tanah Jawa dan dari jaman ini semata yang ada... Bahkan orang-orang jahat dari negeri Latanahsilam dan negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu pun tampaknya turut di bangkitkan oleh makhluk berwujud mata tunggal diatas sana..." ucap Hantu Raja Obat yang langsung diamini oleh Lakasipo si Hantu Kaki Batu. "Benar-benar hal yang susah untuk dipercaya kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri.. Sungguh tidak ku sangka kalau dapat kembali bertemu dengan 

saudara kita yang tersesat itu di negeri ini..." desis Lakasipo sambil menatap tajam kearah salah satu sosok yang mengambang diatas langit. Makhluk yang disorot tajam oleh Lakasipo adalah makhluk yang di dada dan kepalanya dipenuhi oleh batubatu api yang menyala membara! Siapa lagi orangnya kalau bukan Hantu Bara Kaliatus! 

 Seperti yang dikatakan oleh Hantu Raja Obat, diantara sosok makhluk yang berdiri mengambang di udara selain para tokoh jahat tanah jawa juga terdapat tokoh-tokoh dari negeri latanah silam dan negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu. Dari Latanahsilam terlihat mantan utusan dewa Lamanyala, dua gadis bahagia Luh Kenanga dan Luh kemboja, Sepasang hantu bercinta Luhjahilio dan Lajahilio, Hantu Tangan Empat, Hantu Santet Laknat dan juga Hantu Muka Dua si pemilik Istana Kebahagiaan. Sementara tokoh-tokoh yang dibangkitkan oleh mata langit dari negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu ada Empat Mayat Aneh, Sinuhun Merah Penghisap Arwah, Ketua Seratus Jin Perut Bumi, dan terakhir adalah Lakarontang alias sang Jenazah Simpanan! Benar-benar laskar kegelapan seribu jahat seribu kejam telah ditarik keluar dari jurang Neraka!

Bab 8

S

ementara itu, para tokoh dunia persilatan yang sebelumnya berada di puncak merapi juga telah mulai berdatangan ke candi Perambanan dan langsung mendapati rombongan Dewa Tuak dan raja Mataram. "Kau tidak apa-apa guru..?" ucap Anggini yang datang mendapati sang guru sambil ditemani oleh Mahesa Kelud. "Aku tidak apa-apa muridku... Bagaimana keadaanmu sendiri dan bagaimana juga keadaaan rakyat Mataram?" tanya Dewa Tuak. "Aku baik-baik saja guru... Seluruh rakyat juga sudah aman dan terselamatkan... Hanya saja mereka semua masih berlindung di puncak merapi untuk sementara waktu menunggu situasinya aman dan terkendali 

guru..." ucap Anggini. Dewa Tuak nampak mengangguk kecil lalu kemudian pendekar tua ini terlihat mengedarkan pandangan kesekelilingnya dan akhirnya menyadari bahwa banjir bandang yang dibawa oleh Nyi Roro Kidul rupanya telah menyusut. 

 Sebagian air bah tersebut menguap habis akibat diserap oleh Bujang Gila Tapak Sakti kala menciptakan gunung es raksasa dan sebagian lagi habis menguap akibat ledakan dahsyat akibat benturan berbagai ilmu pukulan dahsyat yang dilepaskan oleh para tokoh dunia persilatan terhadap resi dewa raksasa. Dilihatnya pula selain Anggini, para tokoh dunia persilatan lain yang bertugas menyelamatkan rakyat Mataram yang baru terbebas dari kabut dewa telah kembali dari tempat pengungsian rakyat di puncak merapi. 

 Selain sisa-sisa para dewa dan dewi seperti Dewa Air, Dewa Gunung, Dewa Petir dan beberapa dewa lainnya yang nampak terdiam mematung menatap mata langit, para tokoh lainnya juga telah hadir dan sebagian nampak berusaha menyadarkan Setan Ngompol, Naga Kuning dan Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak terlentang berdampingan dengan perut besar mengembung berisi air laut! 

 Tidak jauh dari tempat itu, raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, Nyi Roro Kidul, Ayu Lestari Ratu Laut Utara, Purnama yang sedang memapah Mahesa Edan dan Tubagus Kesuma Putera nampak sedang mengelilingi Bidadari Angin Timur yang nampak sedang bersimpuh sambil terlihat sibuk berusaha mematikan api yang masih berkobar kecil di tubuh sang Pendekar Dua Satu Dua. Setelah api ditubuh sang pendekar padam, Bidadari Angin Timur pun kemudian nampak berusaha memondong tubuh Wiro yang sedang tidak sadarkan diri dan nampak hendak pergi meninggalkan tempat itu. 

 "Akan kau bawa kemana tubuh Pendekar Dua Satu Dua sahabatku Bidadari?" tanya sang raja Mataram dengan penuh keheranan. Bidadari Angin Timur nampak memalingkan wajahnya sesaat dan menunduk hormat kearah sang raja "Aku ingin membawa Wiro ke tempat yang tenang dan berusaha menyadarkannya yang mulia raja. harap sudi kiranya memberikan perkenanan..." ucap sang gadis berambut pirang yang dibalas anggukan kepala oleh sang raja Mataram. Melihat hal ini sang gadis nampak langsung melesat menjauh kearah sebuah pohon rindang yang berada tidak jauh dari puing reruntuhan candi Perambanan. Semua ini tidak terlepas dari tatapan sayu Tubagus Kesumaputera yang menatap punggung sang gadis yang berlari sambil memondong tubuh Pendekar Dua Satu Dua. Diakhiri dengan hembusan nafas berat, sang pemuda kemudian membalikkan tubuh dan berjalan bergabung dengan rombongan raja Mataram dan para tokoh dunia persilatan lainnya.

 Bidadari Angin Timur kemudian nampak menurunkan tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan menyandarkan tubuh Wiro ke batang pohon di belakangnya. Sang gadis kemudian mengeluarkan saputangan berwarna biru dibalik ikatan sabuknya dan kemudian terlihat membasahinya dengan air yang tergenang dalam lekukan akar pohon yang menonjol yang ada di dekat tempatnya dan Wiro berada. 

 Dengan menggunakan sapu tangan basah tersebut, sang gadis dengan lembut telaten dan penuh kasih sayang nampak membasuh kedua tangan dan kemudian dada Wiro yang tersibak dan memperlihatkan kulitnya yang gosong melepuh. Saat dirinya hendak membasuh wajah sang pendekar, gerak tangannya yang memegang saputangan basah sontak terhenti. Pandangan matanya yang memancarkan rasa khawatir bertemu langsung pandangan mata Wiro yang menatapnya dengan tatapan lembut. "Kau... Kau sudah sadar...?" ucap sang gadis terbata dan langsung dibalas dengan anggukkan kepala oleh Wiro. 

 Dengan wajah merah tersipu gadis

berambut pirang berlesung pipit ini kemudian buruburu beranjak bangun dan membalikkan tubuhnya dan berusaha beranjak pergi dari tempat itu, namun telapak tangannya terasa di raih oleh seseorang dari belakang dan ini membuat langkah kakinya sontak terhenti. "Bidadari..." suara Wiro terdengar hangat memasuki gendang telinga sang gadis yang nampak tertunduk "Kau mau pergi kemana.." tanya Wiro masih sambil menggenggam tangan Bidadari Angin Timur dari belakang. "Aku... Aku ingin kembali bersama rombongan raja dan yang lain... Perang ini masih belum berakhir..." ucap sang gadis lirih masih sambil tertunduk 

 "Benarkah hanya itu yang kau pikirkan? Mengapa aku merasa kau menyembunyikan sesuatu dariku... Apakah kau tidak senang berjumpa kembali denganku Bidadari?" ditanya seperti itu membuat Bidadari Angin Timur terpaksa membalikkan badannya dan menghadap sang pendekar yang nampak telah berdiri di bawah naungan pohon rindang "Bukan begitu Wiro... Bukan aku tidak senang bisa berjumpa kembali dengan mu... Hanya saja aku merasa telah bersalah kepadamu... Aku pernah membuatmu terluka begitu parah... Aku juga turut merasa bersalah terhadap apa yang menimpa istrimu Ratu Duyung... Aku... Aku..." belum habis Bidadari Angin Timur berucap sang pendekar sudah terlebih dahulu menarik sang gadis kedalam pelukannya!

 "Wiro..." ucap sang gadis lirih sembari membenamkan wajahnya lebih dalam ke dada sang pendekar yang memeluk sang gadis erat sembari membelai lembut pirang Bidadari Angin Timur. Untuk beberapa lama keduanya seolah tenggelam dalam gejolak perasaan masing-masing sampai akhirnya setelah beberapa saat, Bidadari Angin Timur terlihat menolak lembut tubuh Wiro dengan kepala menunduk "Seperti kataku tadi Wiro... Kita masih di tengah-tengah pertempuran... Akan tidak patut jika kita berdua dalam keadaan seperti ini dilihat lebih lama lagi oleh yang lain..." lirih sang gadis dengan wajah memerah "Ah maafkan aku... Kau benar... Masih banyak yang harus kita lakukan... dan aku masih memerlukan bantuanmu juga yang lain untuk mengakhiri semua peperangan ini..." ucap Wiro seraya memegangi pundak Bidadari Angin Timur. Sang gadis nampak menganggukkan kepalanya pelan. Sambil menggamit tangan sang gadis, Wiro pun akhirnya beranjak meninggalkan pohon rindang tersebut.

 Wiro dan Bidadari Angin Timur kemudian kembali berjalan kearah rombongan raja dan para dewa dan tokoh dunia persilatan lainnya yang nampak terlihat tegang memandang kearah atas. Belum lagi sang pendekar mengeluarkan suara untuk menyapa,  tiba-tiba tiga bayangan melesat dan memeluk dirinya! "Wiro saudaraku!!" teriak Lakasipo si Hantu Kaki Batu yang melompat memeluk sang pendekar diikuti oleh Setan Ngompol dan Naga Kuning  yang rupanya telah sadar dari pingsannya. Setelah melepaskan pegangan tangannya pada Bidadari Angin Timur, Wiro pun langsung membalas merangkul ketiga rekannya tersebut. "Aku sungguh senang masih bisa melihat kalian semua..." ucap Wiro penuh haru. "Weleeeeh-weleeeh... Ada yang datang sambil guandengaaan tangan nih... Boleh dong aku juga di gandeng kayak gituuu.." kekeh Bujang Gila Tapak Sakti sambil tertawa terbahak membuat perut gendutnya membuncal naik turun-kesana kemari. Apa yang di ucapkan oleh Bujang Gila pada dasarnya hanya selorohan semata, namun cukup membuat beberapa telinga menjadi panas.

 Melihat awal kedatangan Pendekar Dua Satu Dua dari atas langit, rasa gembira dan bahagia membuncah dan bergemuruh didada Nyi Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari. Namun saat Wiro mendekati mereka sambil menggenggam tangan Bidadari Angin Timur, tanpa terasa perih dan sesak merasuk di dada kedua wanita penguasa laut jawa tersebut. Namun bagaimanapun juga, kedudukan sebagai seorang ratu mau tak mau membuat keduanya memaksa diri masing-masing untuk berbesar hati. Keduanya pun akhirnya hanya nampak menundukkan kepala dan tidak mengeluarkan satu kata apapun.

            "Pendekar       Dua     Satu     Dua... Sungguh bahagia hatiku melihat kau sudah pulih dan kembali disini.. Kami pikir kau tidak akan kembali saat terlempar jauh keatas langit sana..." ucap Sri raja Mataram sambil mendekati Pendekar Dua Satu Dua dan kemudian memegang kedua pundaknya. Wiro pun kemudian menjura dalam kepada sang raja. "Maafkan jika kedatangan saya mungkin terlambat yang mulia... Maaf juga sudah membuat yang mulia dan yang lainnya khawatir.." ucap sang pendekar sembari menunduk hormat. "Yang penting kau sudah kembali bersama-sama dengan kami... Itu saja sudah cukup... Yah... Itu saja sudah cukup... Dengan itu saja, kita sudah punya kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan pertempuran yang melelahkan ini... Dirimu dan para ksatria-ksatria lain yang ada ditempat ini adalah ujung tombak harapan bagi kami semua rakyat Mataram... Aku meyakini hal itu... Sangat meyakininya.." ucap sang maharaja dengan mata yang berbinar dan sedikit berkaca-kaca. 

 Dalam suasana seperti itu, mendadak satu suara ledakan dari dalam tanah terdengar keras membuncah dibarengi hamparan debu tanah yang bertebaran diudara. Satu lobang geroakan sebesar sumur tiba-tiba terlihat muncul di permukaan tanah, lalu dari lubang yang menganga di pelataran sisasisa candi perambanan tersebut, melesat keluar beberapa sosok yang ternyata adalah para pendekar yang berhasil kembali dari tugas yang mereka emban yaitu menggempur dan membumi hanguskan istana kerajaan perut bumi. Diantara mereka terlihat tokoh muda Andana Si Harimau Singgalang, Padanaran Si Pendekar Bulai,  Panji Argomanik Si Singa Gunung Bromo, Pandu Si

Malaikat Maut Berambut Salju, juga Sandaka Arto Gampito Si Manusia Paku yang berhasil menyelamatkan sang istri Nyi Retno Mantili yang sempat di sekap di Istana Perut Bumi. 

 "Kami berhasil yang mulia! Istana Kerajaan Perut Bumi telah hancur tertimbun tanah dan para tawanan sudah berhasil dibebaskan!" Seru Padanaran Si Pendekar Bulai sambil bersamasama dengan rekannya yang lain yang baru keluar dari perut bumi beranjak mendekati rombongan raja Mataram. "Sungguh luar biasa wahai kalian para pendekar dan para ksatria! Benar-benar berkah Sang Hyang Jagatnatha masih melingkupi kita semua.. Aku benar-benar senang kalian kembali dalam keadaan selamat tanpa kekurangan apapun juga... Terlebih kalian juga berhasil membebaskan semua tawanan kerajaan Perut Bumi... Sungguh kami semua rakyat Mataram berhutang budi luar biasa pada kalian semua.." ucap raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sembari bersidekap kearah rombongan Padanaran dan kemudian bergantian ke seluruh pendekar dunia persilatan dan sisa-sisa para dewa yang berada di sekelilingnya.

 Sementara itu Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur yang juga telah mendarat dibumi nampak berdiri agak jauh dari rombongan raja dan yang lainnya. Semula Uban ingin segera bergabung dengan rombongan raja dan para pendekar lainnya, namun malangnya dirinya langsung di tarik menjauh oleh putri Pendekar Dua Satu Dua yang ada di sebelahnya. "Kenapa kau tidak mau kita bergabung bersama mereka adikku? Tidakkah kau ingin bertemu dengan ayahmu?" tanya Uban heran "Aku mau.. Tapi jangan sekarang kakang... Aku belum siap bertemu ayah..." ucap Intan Suci sambil menatap kakak angkatnya dengan pandangan memelas. Uban nampak menggaruk-garuk rambut jabrik ubanan miliknya. dipandangnya pergi pulang sang gadis cilik dan rombongan raja, apalagi saat rombongan pendekar bulai dan lainnya keluar dari dalam tanah, matanya langsung tertuju pada sosok berambut putih basah yang di yakininya sebagai Malaikat Maut Berambut Salju sang ayah kandung! Jantung Jabrik Sakti berdegup keras melihat sosok sang ayah dari kejauhan. sungguh ingin sang pemuda remaja segera berlari mendapati sosok sang ayah, namun rengekan dan genggaman tangan Intan Suci Angin

Timur membuat sang pemuda remaja jadi merasa serba salah. Ditengah-tengah kebimbangan uban, mendadak satu suara suitan terdengar melengking nyaring dari mata langit kekelaman tanpa akhir!

 "Lihat! Ada sesuatu yang aneh yang terjadi pada manusia-manusia jahat di atas sana!" ucap Setan Ngompol tiba-tiba sembari menunjuk keatas udara. Raja dan para pendekar langsung memperhatikan kearah langit dan benar saja, para tokoh golongan hitam yang semula terlihat diam membisu di udara itu kini nampak mulai menunjukkan raut wajah buas dan penuh kemarahan kala mendengar lengking suara suitan yang datang dari mata langit. Suara geraman layaknya binatang buas mulai terdengar bersahutan dari mulut para durjana ini, sementara mata tunggal di dahi masing-masing nampak bersinar lebih terang dan menyorot langsung kearah kelompok raja dan para pendekar di bawah kaki mereka!

 Tiba-tiba suara lengkingan tinggi tergantikan oleh satu suara kerontangan batu di dalam kaleng rombeng lalu beberapa saat kemudian, suara Kakek Segala Tahu terdengar nyaring menggema di udara!

Mataram oh bumi Mataram puing prambanan menjadi saksi ketika para iblis jahat merayap naik dan mata kejahatan merambat turun selikur para ksatria lautan pasir para durjana darah mengalir jauh membasahi pertiwi diatas sorak sang angkara murka lari mungkin pilihan terselip hati kerdil namun sejarah ditulis oleh pemenang dan bukan untuk pecundang

 

            Mataram oh bumi Mataram kuatkan hatimu mantapkan tekadmu angkara tak                             memilih ksatria murka pun tak memilah jelata raja dan ksatria angkat senjata                             keadilan itu tak pernah buta    hidup mati pasti berbekas tertoreh syahid dengan tinta                emas di ujung akhir Babad Pamungkas!

 

Bab 9


s

yair yang diucapkan oleh Kakek Segala Tahu dibarengi       suara   kerontangan    kaleng rombengnya tanpa terasa membakar dan membangkitkan kembali semangat di dalam diri Raja Mataram dan para pendekar dunia persilatan. Sri Maharaja Mataram Raja Rakai Kayuwangi Dyah

Pasingsingan kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sesaat kemudian dengan suara bergetar sang raja pun berucap keras. "Sahabat-sahabat dan para saudaraku wahai para dewa dan Ksatria... Nampaknya ini adalah pertempuran terakhir yang harus kita hadapi bersama... Hari ini kita masih bernafas itu adalah sebuah anugerah... Jika besok kita pun masih bisa bernafas maka itu adalah sebuah berkah... Namun jika takdir menyatakan saat ini adalah saat terakhir kita bernafas... Maka satu yang bisa aku janjikan sebagai seorang raja kepada kalian wahai para saudaraku para dewa dan ksatria... Selembar nafas ini tidak akan terenggut dengan begitu mudahnya oleh para durjana diatas sana! Kita boleh mati! Kita boleh binasa! Namun satu yang harus kita ingat, Kebenaran tidak akan pernah mati dikalahkan oleh kejahatan...! Tetes darah terakhir kita mari kita curahkan hanya untuk bumi Mataram...! Pantang mati tanpa kemenangan...!!! Sekali lagi pantang mati tanpa kemenangaaan....!!!" suara seruan keras berapi-api yang keluar dari mulut sang raja, langsung dibalas sahutan teriakan penuh semangat oleh para pendekar dunia persilatan dan bersamaan itu pula petir terlihat menggelegar dan menyambar bergeredepan di langit pagi yang gelap.

 Begitu petir terakhir kilatannya hilang dari pandangan mata, maka diiringi suara lengkingan maha dahsyat yang keluar dari mata langit raksasa, Para durjana yang dibangkitkan oleh mata langit kekelaman tanpa akhir itupun dengan buasnya dan didahului teriakan serta raungan keras langsung melesat turun meluruk kearah para pendekar tanah jawa! Melihat datangnya serbuan, para pendekar dan para dewa negeri atas langit yang tersisa pun langsung melesat menyambut datangnya serbuan dengan dipimpin langsung oleh yang mulia raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan! 

 Pertempuran hebat pun akhirnya dimulai antara para pendekar dunia persilatan golongan putih melawan tokoh-tokoh jahat yang dihidupkan kembali oleh mata langit kekelaman tanpa akhir. Suara denting senjata yang saling beradu dan lesatan puluhan ilmu kesaktian maha dahsyat kembali meraung merobek angkasa bumi Mataram! 

 

Ditengah pertempuran yang terjadi, nampak Lasedayu atau Hantu Langit Terjungkir berdiri diam di tengah medan pertempuran dengan wajah sedih menatap dua jalur ilmu pukulan sakti yang datang berbarengan menyerang dirinya! Entah mengapa sang kakek tua dari negeri Latanahsilam ini seolah pasrah kala melihat dua sosok yang menyerang dirinya dengan menggunakan pukulan jarak jauh tersebut. Sedetik lagi tubuh sang kakek porak poranda dimakan serangan, dua jalur ilmu kesaktian lainnya datang langsung memapas serangan yang datang darirah depan!  Ilmu Bara Setan Pengancur Jagat yang dilancarkan oleh Hantu Bara Kaliatus dan ilmu Tangan Hantu Tanpa Suara yang dikeluarkan oleh Hantu Muka Dua kearah Hantu Langit Terjungkir pupus manakala berbenturan langsung dengan ilmu yang dikeluarkan oleh Lakasipo dan Hantu Raja Obat.

“Ayahanda...”seru kedua tokoh Latanahsilam tersebut sembari memburu kearah Hantu Langit Terjungkir “Aku tidak apa-apa...” ucap Lasedayu dengan wajah murung. “Keparat durhaka! biar aku yang menghabisi kedua hantu sialan itu...” dengus Lakasipo penuh amarah.  Lasedayu nampak memegang pundak Lakasipo dan Hantu Raja Obat. “Bebaskan dan sempurnakan jiwa kedua saudara kalian itu... Dunia ini sudah bukan tempat mereka lagi...” ucap Lasedayu dengan nada sedih. Hantu Kaki Batu dan Hantu Raja Obat nampak menganggukkan kepala dan langsung melesat kearah Hantu Bara Kaliatus dan Hantu Muka Dua yang telah kembali mengeluarkan ilmu pukulan masing-masing kearah Lakasipo dan Hantu Raja Obat. Benar-benar takdir yang menyedihkan dari empat orang anak Hantu Langit Terjungkir yang terpisah oleh rencana jahat dan dipertemukan oleh takdir yang menyesakkan dada.  

Sementara itu Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak terlihat sibuk menggunakan telapak tangannya yang membara kemerahan dan berukuran beberapa kali lipat menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Momok Dempet dan Singo Abang. Nyi Roro Kidul pun terlihat bergerak lincah kesana dan kemari mempergunakan selendang hijaunya saat menghadapi amukan Dewi Siluman Bukit Tunggul, Dewi Kala Hijau dan Nenek Kelabang Merah. Walaupun hanya berwujud sebuah selendang, namun di tangan sang penguasa laut selatan, selendang tersebut tidak ubahnya seekor naga hijau yang hidup dan menerkam buas ke segala jurusan! 

Di tempat lain Ratu Laut Utara Ayu Lestari nampak mengamuk hebat kala melawan keroyokan Nyi Kuncup Jingga, Ning Kameswari dan Nyi Harum Sarti, sang Ratu Laut Utara palsu yang pernah menyekapnya dalam penjara dan nyaris membuatnya tewas! “Aku akan membuat perhitungan denganmu! kau harus merasakan apa yang kurasakan di dalam neraka sana akibat perbuatanmu wahai gadis keparat!” teriak Nyi Harum Sarti sambil menjentikkan kesepuluh kukunya. Sepuluh larik sinar putih nampak melesat kearah sepuluh titik di tubuh Ayu Lestari, namun segera musnah manakala Sri Ratu Ayu Lestari menghantam kearah depan dengan mengunakan kedua tangannya!  Suara bergemuruh dibarengi rubuhnya satu pohon raksasa manakala angin pukulan yang dilepaskan oleh Ayu Lestari menghancurkan ilmu sepuluh kuku kematian yang dilepas oleh Ratu Laut Utara palsu. 

Dari balik pohon yang rubuh kemudian terlihat melesat Panji Ateleng dan Dewi Dua Musim yang sebelumnya sedang melawan Raja Rencong Dari Utara bersama Wirapati si Pendekar Pemetik Bunga beserta Tiga Setan Darah. Pertempuran dua pasangan pendekar muda ini rupanya sempat terhenti akibat rubuhnya pohon yang terkena angin pukulan yang dilepas oleh Ayu Lestari sang Ratu Laut Utara sejati!  

Di tempat lain Naga Kuning dan Setan Ngompol pun terlibat pertarungan sengit melawan Rangrang Srengi penguasa Istana Darah, Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, serta Ratu Serigala! Dengan gerakan salto, Setan Ngompol terlihat berhasil menghindari terkaman Ratu Serigala, namun dari arah samping datang tendangan Mayat Hidup Gunung Klabat yang memburu kearah lehernya ‘Tundukkan kepala mu kakek bau pesing!” teriak Naga Kuning seraya mengeuarkan ilmu Naga Murka Merobek Langit kearah Mayat Hidup Gunung Klabat yang menyerang Setan Ngompol dengan mempergunakan tendangan. Suara keras terdengar dan Mayat Hidup Gunung Klabat terhempas keras membentur sosok Jagal Iblis Makam Setan yang sebelumnya sempat jatuh karena serangan Naga Kuning sebelumnya.

“Terima kasih ning! Kalau tidak ada kamu bisa-bisa leherku ini sudah lepas dari tadi…” kata Setan Ngompol yang berjalan mendekat kearah Naga Kuning yang masih dalam keadaan siaga “Nanti saja terima kasihnya kek… Musuh kita masih banyak..” ucap Naga Kuning. “Betul kata mu ning… Tapi aku kok heran ya… Sebegitu banyaknya begundal-begundal tokoh jahat kayak begini yang di bangkitkan, kok tidak ada batang hidungnya si Pangeran Matahari itu yah ning..?” ucap Setan Ngompol sambil menghindari serangan tinju yang dilancarkan Rangrang Srenggi  “Kalau jagoan umumnya muncul paling belakangan, nah penjahat utamanya juga biasanya begitu kek, munculnya paling buntut!” seru Naga Kuning sambil mengeluarkan pukulan sakti Naga Kuning Merobek Langit kearah Jagal Iblis Makam Setan dan Mayat Hidup Gunung Klabat yang terlihat telah bangkit dan sama-sama menyerbu dirinya dan Setan Ngompol! 

Pertarungan seru dan menegangkan terjadi di berbagai tempat di areal bekas candi prambanan. Panji Argomanik sang Singa dari Gunung Bromo terlihat dengan tangkasnya meladeni serangan Ki Ageng Tunggul Akhirat dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat. Kemudian Andana si Harimau Singgalang dengan sigap meladeni serangan kompak kakek nenek Sepasang Hantu Bercinta Luhjahillio dan Lajahillio. Tidak jauh dari tempat itu Padanaran dan Karaeng Uleng Tepu terlihat saling bertempur melawan keroyokan dua Gadis Bahagia Luhkenanga dan Luhkemboja,

Mahesa Birawa dan Sarontang. “Ah badik bagus, Serangan bagus pula! Senangnya diriku dapat lawan tarung satu tanah tempat kelahiran…” ucap girang Karaeng Uleng Tepu kala meladeni serangan Badik Sumpah darah di tangan

Sarontang.

Di satu sisi lain, sinar berwarna putih nampak berkali-kali melesat dari boneka kayu bernama Kemuning yang berada dalam pegangan Nyi Retno Mantili. Sinar-sinar tersebut laksana hidup memancar dan menghantam kearah Patih Wirabumi dan Adipati Jatilegowo yang mengeroyok

Sandaka Arto Gampito si Manusia Paku dan Tubagus Kesumaputera alias Jatilandak!

Di bagian yang lain nampak Anggini dan Mahesa Kelud juga terlihat sibuk meladeni dua Sinuhun Merah Penghisap Arwah sementara Purnama dan Mahesa Edan bertarung berdampingan melawan Ketua Seratus Jin Perut bumi dan Empat Mayat Aneh. Jika di darat pertrungan berlangsung seru, maka diudara Mataram pun terjadi pertarungan yang tidak kalah serunya. Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti Wanara nampak melesat kesana kemari melawan Datuk Lembah Akhirat yang nampak turut melesat meladeni serangan dua remaja tersebut dengan menggunakan sepasang sarung tangan penyedot batin miliknya! 

Namun ada hal yang lucu dan cukup menarik perhatian dalam pertarungan-pertarungan yang terjadi di bumi mataram kali ini. Dan itu adalah apa yang terjadi pada Pendekar Dua Satu Dua kala berhadapan dengan satu nenek berpakaian kulit kayu dan berwujud seperti burung berparuh bengkok yang dikenal dengan sebutan Hantu Santet Laknat! Bukannya saling bertarung, si nenek malah merengek-rengek di kaki Pendekar Dua Satu Dua dengan mesranya! Berulangkali si nenek nampak merayu dan membujuk serta mengungkitungkit tentang pernikahannnya dengan Wiro di negeri Latanahsilam. Bidadari Angin Timur yang sebelumnya sedang berkonsentrasi bertarung berhadapan dengan Hantu Tangan Empat sampai memerah mukanya karena jengah dan marah! Sang gadis kemudian terlihat bergerak cepat meninggalkan musuhnya ke arah Wiro dan kemudian meraih kerah baju Pendekar Dua Satu Dua untuk setelah itu melempar tubuh Pendekar Dua Satu Dua kearah Hantu Tangan Empat! “Kau lawan kakek kelebihan tangan itu, biar nenek gatel ganjen ini aku yang lawan!” dengus sang gadis sambil langsung menyerang hantu santet laknat yang ada didepannya! Gadis kekasih Pendekar Dua Satu Dua ini rupanya sedang terbakar api cemburu!

Dari sekian banyak pertempuran yang terjadi, pertempuran antara Lasedayu dan Latampi serta Dewa Tuak dan sisa-sisa pada dewa-dewi melawan Lamanyala dan Lakarontang mungkin salah satu pertarungan yang paling mendebarkan. Bagaimana tidak? Para tokoh dunia persilatan sudah mencoba menghantam dengan pukulan jarak jauh masing-masing namun selalu berhasil dipatahkan oleh kobaran dinding api yang dilepaskan oleh dua sosok yang tubuhnya selalu terlihat dikobari api ini! Dinding berwujud kobaran api yang cukup rapat menjadi pertahanan dan sekaligus serangan yang sangat membahayakan yang membuat hawa gelanggang pertempuran di bekas candi prambanan benar-benar serasa berada di dalam tungku neraka! “Oladalaaah jadi ini yang bikin udara jadi panas seperti panggangan singkong bakar? Ayooo ponakanku, bantu pamanmu ini mendinginkan suasana…” ucap Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak melesat sambil menarik Pandu si malaikat maut berambut salju masuk kedalam kancah pertempuran. Dinding-dinding kobaran api langsung dibalas kontan serangan dinding es yang datang bertubitubi! Benar-benar dahsyat kepandaian dua orang berkepandaian inti es dan salju yang baru bergabung dalam pertempuran melawan Lamanyala si bekas utusan dewa dan Lakarontang si jenazah simpanan ini!

 Bab 10


S

ementara itu tanpa terasa matahari semakin naik tinggi memuncak, semakin lama para pendekar dan raja Mataram pun semakin mampu menyudutkan dan akhirnya membinasakan sebagian para durjana yang dibangkitkan oleh mata langit raksasa. Semakin naik posisi matahari kekuatan dari para durjana itu pun makin melemah. Raja Mataram yang berhasil membinasakan Momok Dempet dan Singo Abang dengan keris Widuri Bulan dan keris Kanjeng Sepuh Pelangi adalah yang pertama kali menyadari kemudian diikuti oleh Lasedayu dan Latampi yang juga telah berhasil menjatuhkan Lakarontang dan Lamanyala dengan bantuan Dewa Tuak, Bujang Gila Tapak Sakti dan yang lainnya. 

“Kakek Lasedayu… Kakek Latampi… Para durjana ini sudah jauh melemah… Aku perlu bantuan kalian berdua seperti yang pernah kita bahas sebelumnya…” teriak Sang raja kearah Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman.

Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman nampak saling berpandangan dan kemudian terlihat mengangguk berbarengan. Latampi kemudian terlihat memasang kuda-kuda dan mengarakan kedua telapak tangannya kearah langit, lalu Lasedayu nampak bersalto beberapa kali diudara dan kemudian hinggap diatas kedua tangan Latampi! Kedua kakek asal Latanahsilam ini kemudian terlihat memejamkan mata dan mulut terlihat komat-kamit mengucapkan suatu ajian! Tiba-tiba getaran yang cukup kuat terasa di bumi dan berbarengan dengan mencuatnya sinar berwarna putih dari tubuh Latampi dan Lasedayu yang saling menopang, tubuh-tubuh para durjana tokoh jahat yang masih tersisa tiba-tiba mengambang dan naik keudara!

Tiba-tiba Lasedayu mengeluarkan pekik panjang dan diikuti juga oleh Latampi! Tubuh Lasedayu kemudian terlontar sampai jauh kelangit akibat tekanan dorongan yang dilakukan oleh Si Penolong Budiman, pada ketinggian tertentu, tubuh kakek yang memutuskan untuk tetap hidup dalam keadan terjungkir ini kemudian kembali turun ke bumi dengan dua tangan terpentang lebar! Dan yang paling hebatnya adalah awan-awan yang berada di langit kemudian terlihat saling bergabung menyatu menjadi sosok sepasang telapak tangan raksasa dan turut turun bersama sosok Hantu

Langit Terjungkir!

Tidak sampai disitu, Latampi yang berada dibumi dan juga sedang merentangkan tengan keatas kemudian kembali berteriak dan dari dalam tanah muncul sebentuk telapak tangan raksasa yang naik keatas menjemput turunnya tapak awan raksasa yang dibawa oleh Lasedayu! 

Inilah wujud dahsyat ilmu gabungan Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang dihadiahkan Simpul Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi kepada dua orang kakek baik yang selama hidupnya banyak mengalami kemalangan ini. 

Para durjana yang melayang mumbul dan berada diudara seakan-akan bergerak tertarik ke tangah-tengah tangan awan dan tangan bumi. Saat kedua tangan Latampi dan Lasedayu akhirnya saling bertemu, maka bertemu jugalah tangan awan dan tangan bumi yang berbentuk bongkahan tanah raksasa dengan para durjana ditengahtengahnya! Suara ledakan kembali berhamburan dibarengi letusan bertebarannya bebatuan dan tanah serta asap awan yang tercerai berai akibat benturan maha dahsyat hasil pertemuan kedua tangan dari ilmu Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang dikeluarkan oleh Lasedayu dan Latampi!

 Begitu dahsyatnya ilmu Menebar Budi

Menjungkirbalikkan Langit yang di keluarkan oleh Latampi dan Lasedayu ini membuat para durjana tokoh sesat yang terkena dampak pukulan ini nampak meraung mengeluarkan suara yang menyayat hati! tubuh mereka yang terkena himpitan tenaga tangan awan dan tangan bumi ini langsung terlihat retak rengkah dan kemudian 

pecah berhamburan dan sejurus kemudian langsung berubah menjadi berkas asap hitam yang lagi-lagi membumbung tinggi dan kembali masuk ke mata langit yang menggantung di udara. kejadian aneh kemudian terjadi mana kala mata langit raksasa yang menyerap puluhan asap hitam sisa-sisa raga para durjana yang musnah nampak mulai mengecil dan terus menciut hingga akhirnya ukuran mata langit yang semula begitu besarnya kini bentuk dan ukurannya tidak ubahnya sosok mata normal biasa! 

 Kejadian selanjutnya sungguh benar-benar tidak dapat ditebak, setelah menyerap habis asap dari para durjana yang telah dikalahkan, dari mata langit itu sendiri kemudian keluar jalinan otot daging dan serat serabut syaraf yang saling membelit dan saling menjalin bertumbuh menjadi satu, lalu membesar membentuk satu sosok tubuh manusia sempurna yang kemudian terlihat terbungkus dengan sendirinya oleh serat pakaian yang seolah hidup membungkus tubuh sosok penjelmaan baru dari mata langit. Sosok ini walaupun dikatakan sempurna berwujud manusia namun wajahnya yang berwujud seorang pria ini sangat menakutkan membuat siapapun bergidik melihatnya.

 Hidung nya terlihat hancur dan pipi kiri dan rahang kirinya melesak kedalam, begitupun mata kirinya juga nampak hancur dan juga turut melesak kedalam. Namun yang membikin ngeri dan membuat tampilan manusia satu ini terlihat menakutkan adalah keberadaan sebuah kitab yang terbuat dari kulit yang memancarkan aura seram terlihat melekat terjahit di dadanya. Di tangan kanannya sang pria juga terlihat memegang sebuah lentera aneh. Lentera aneh tersebut memiliki bagian yang tembus pandang terbuat dari kaca tebal berwarna merah kuning dan hitam. pegangannya terbuat dari logam yang membentuk ukiran kepala naga!

 "Apa Kataku...!" seru Naga Kuning kepada Setan Ngompol kala melihat sosok penjelmaan mata langit kali ini. "Sudah kubilang pangeran kampret itu pasti jagoan terakhirnya! Lagu lama! Gampang ketebak!" seloroh sang bocah sambil pencongkan mulut sendiri. "Kau benar ning! Laris sangat ini pangeran yah... Sogokannya sama iblis neraka mantap kali sampai bisa nongol di bumi berulang-ulang..." ucap Setan Ngompol sambil terkekeh geli namun kemudian kembali membekap celana kuyupnya. Benar seperti apa yang dikatakan oleh Naga Kuning, sosok yang kali ini dibangkitkan dan dijadikan perwujudan oleh Mata Langit kekelaman tanpa akhir adalah Pangeran Matahari si Segala Licik dan Segala Congkak!

 Pendekar Dua Satu Dua terlihat mengusap mukanya sambil memandang kearah sosok Pangeran Matahari yang masih menggantung di udara dalam keadaan menutup mata "Lagi-lagi aku harus berhadapan dengan pangeran geblek satu ini... Entah nyawanya yang rangkap atau memang manusia kapiran ini punya keberuntungan yang tidak ada habis-habisnya... Susah benar di bikin mati!!" keluh sang pendekar. Satu tangan terlihat memegangi pundak Pendekar Dua Satu Dua dan ini membuat Wiro berpaling kearah orang yang memegangi pundaknya. "Aku merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan Wiro... Sosok diatas sana memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh para tokoh-tokoh jahat sebelumnya yang kita lawan tadi..." ucap  Karaeng Uleng Tepu yang berdiri di sampingnya. "Aku mengerti Karaeng... Akupun turut merasakan apa yang kau rasakan... Jujur aku telah berkali-kali melawan dan mengalahkan sosok manusia kapiran diatas sana... Namun kali ini rasanya ada sesuatu yang berbeda dari kehadirannya.. Sesuatu yang lebih jahat dan kejam..." desis Wiro. 

Tiba-tiba seluruh tubuh para pendekar dan raja Mataram beserta kedua ratu dan para dewa yang ada disitu terasa berat dan tidak dapat digerakkan! "Celaka! ini pengaruh kabut dewa! teriak Panji Ateleng “Tidak mungkin! Harusnya kabut dewa sudah dimusnahkan saat kehancuran kerajaan Perut Bumi dan juga berputarnya kembali poros buana.. Ini harusnya sesuatu yang lain...” sambung Dewi Dua Musim.

“Bagaimana bisa begini kakang Wanara? Aku sudah membebaskan Kiai Naga Waskita dan Kiai Naga Wisesa dari Pasak Pemasung Dewa... Bahkan Uwak Datuk Rao Bamato Ijo sampaisampai mengorbankan hidupnya hanya untuk melawan Raja Serigala Kabut Taring Besi di poros buana sana... Jadi bagaimana bisa kabut ini mendadak muncul kembali kakang?” ucap panik Intan Suci Angin Timur kala dirasakannya tubuhnya terasa berat tidak bisa digerakkan karena belitan kabut yang merayap dari kaki hingga ke sekujur badannya. Setelah berhasil mengalahkan Datuk Lembah Akhirat Intan Suci Angin Timur dan sang kakang memang langsung turun menginjakkan kaki dan tanpa sadar ikut terbelit oleh kabut yang tibatiba muncul.

“Kurasa ini bukan kabut dewa seperti sebelumnya adikku... Jika ini kabut dewa, harusnya Kitab Seribu Bintang yang sudah berisi Bunga Tanjung Kasih Dewa dipunggungku bisa menghalaunya... Tapi ini tidak! Kabut ini jauh lebih kuat dari pada kabut dewa!” jawab Jabrik Sakti Wanara.

Dalam keadaan menegangkan dimana sekujur tubuh semua orang yang ada ditempat itu tidak bisa bergerak karena terbelit kabut berbalut halimun tipis, tiba-tiba sosok Pangeran Matahari terlihat mengarahkan Lentera Iblis digenggamannya kearah bawah, lentera ditangannya tiba-tiba berpendar dan diikuti oleh berpendarnya kitab Wasiat Iblis yang terjahit di dadanya dibarengi bentakan sang pangeran, dua lajur sinar berwarna hitam pekat nampak keluar dari lentera iblis dan kitab wasiat iblis! Kedua cahaya hitam tesebut terlihat saling membelit kemudian menyatu dan berubah membesar beberapa kali lipat dan langsung menggebrak menuju kearah raja dan para pendekar yang terjebak terbelit oleh kabut aneh yang datang secara tiba-tiba!

“Celaka! Kita tidak bisa mengeluarkan ilmu kesaktian yang kita miliki.. Kabut sialan ini menghalangi kita melakukan pemusatan tenaga dalam...”Keluh Anggini yang juga seperti yang lain yang berada dalam keadaan terkunci.

Sesaat lagi lajur pukulan jarak jauh berukuran sepemelukan pohon beringin ini menghantam raja dan para pendekar, tiba-tiba dari balik awan yang bergerombol diatas langit, melesat memapak satu sinar berwarna keemasan yang langsung menghantam pukulan milik Pangeran Matahari! Suara dahsyat kembali menggelegar di udara, dan bersamaan dengan ledakan tumbukan diudara, kabut aneh yang sebelumnya menyekap dan membelit tubuh para pendekar pun sontak langsung sirna! Raja dan para pendekar akhirnya bisa kembali menggerakkan tubuh mereka.

“Kita sudah bisa bergerak lagi ning! Tapi Sinar apa itu yang tadi datang menghantam pukulan pangeran keblinger itu ya ning? Tanya Setan Ngompol seraya memeriksa sekujur tubuhnya dengan tangannya. Setelah puas memeriksa, enak saja kakek bermata jereng ini mengelap tangan basahnya ke punggung pakaian Naga Kuning! Kontan saja si bocah langsung menjauh dan memaki panjang pendek.

Bab 11

S

ementara itu, sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi         Dyah   Pasingsingan   nampak memandang gerombolan awan diatas sana dengan pandangan tegang. Jantung sang raja berdegup begitu kencang “Sang Hyang Jagatnatha! Apa benar hari ini adalah hari yang telah ditentukan itu...” sang raja nampak mengelus-elus dadanya berusaha menahan debaran jantungnya yang berdegup laksana derap kaki kuda!

Pangeran Matahari nampak perlahan membuka kedua matanya. Kegeraman  luar biasa terpancar dari roman muka sang pangeran segala licik dan segala congkak tersebut. Dengan penuh amarah, sang pangeran terlihat memalingkan wajahnya kearah gerombolan awan putih dimana sebelumnya keluar sinar berwarna keemasan yang menghadang pukulan yang dilepaskannya.

Gerombolan awan yang dilihat oleh Pangeran Matahari dan raja serta para tokoh lainnya sebelumnya terlihat seperti awan putih biasa pada umumnya. Namun beberapa saat awan tersebut terlihat seperti hidup beranjak turun mendekat kearah para pendekar! Dalam sekejap kumpulan awan tersebut terlihat memancarkan cahaya putih lalu dari balik awan putih yang bergerombol tersebut tiba-tiba muncul tujuh sosok yang memancarkan cahaya keemasan. Ketujuh sosok terebut adalah sosok raja Mataram generasi terdahulu mulai raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, Rakai Kayuwangi Dyah Panangkaran, Rakai Kayuwangi Dyah

Lokamahendra, Rakai Kayuwangi Dyah

Indrarajasa, Rakai Kayuwangi Dyah Baladewa, Rakai Kayuwangi Dyah Asmaratungga, dan terakhir Rakai Kayuwangi Dyah Antawijaya ayahanda terkasih Sri Maharaja Mataram terakhir Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan! Tujuh raja Trah Rakai Kayuwangi kembali berkumpul membentuk lingkaran di langit Mataram! Dan bukan hanya itu saja, dibalik lingkaran para raja terdahulu bumi Mataram ini berjejer pula barisan tokoh dunia persilatan golongan putih yang telah tiada! mulai dari Nyanyuk Amber,Raja Penidur, Kiai Gede Tapa Pamungkas, Datuk Rao Basaluang Ameh, Resi Bathara Padma atau lebih dikenal dengan nama Aryo Segoro sang pendekar kapak maut naga geni dan pasangannya pendekar pedang naga suci Kinanti Saraswati, Sinto Weni dan Sukat Tandika, Resi Kandawa Abithar, Datuk Perpati Alam Sati dan masih banyak tokoh putih lainnya yang gugur dalam pertempuran melawan Kerajaan Perut Bumi. 

Raja termasuk para tokoh dari golongan putih nampak meneteskan air mata penuh kebahagiaan kala melihat orang-orang bercahaya yang muncul dari balik awan bersama rombongan Maharaja Mataram terdahulu. Termasuk didalamnya Pendekar Dua Satu Dua kala melihat sang guru Sinto Gendeng dan Sukat Tandika berada di jajaran para tokoh silat golongan putih yang berdiri di belakang barisan raja-raja Mataram. “Allah Maha Besar!! Akhirnya aku bisa kembali melihat dirimu eyang...” ucap sang pendekar dalam hati dengan mata haru

Disaat semua orang masih terpana akan kedatangan rombongan raja Mataram terdahulu dan para tokoh sepuh dunia persilatan yang datang dalam gerombolan awan, mendadak satu suara penuh wibawa terdengar menggelegar dari mulut ke tujuh raja Mataram!

“Tan     Kena    Wola-wali        Berbudi Bhawalaksana... Tan Kena Wola-wali Berbudi Bhawalaksana...! Titah Raja Tidak Akan Terulang. Teguh Bagaikan Karang, Ganas Bagaikan Ombak..

Sabda Pandhita Ratu... SABDA PANDHITA RATU MANUNGGALING KAWULA GUSTI, Rawuh

Pamungkas Satrio Piningit! Rawuh Pamungkas

Satria Piningiiiiittt!!!! RAWUUUH PAMUNGKAS

SATRIO PININGIIIIITTTTTT!!!"

 Begitu suara gemuruh Sabda Pandita Ratu Manunggaling Kawula Gusti yang keluar dari mulut ketujuh raja Mataram tersebut berhenti, cahaya keemasan disalut warna pelangi berbentuk aksara jawa tiba-tiba nampak menyeruak berpendar dari tubuh ketujuh raja Mataram terdahulu yang melayang diangkasa di dalam Kumpulan awan. Ketujuh cahaya tersebut kemudian bersatu dan kemudian melesat sesaat dan kembali pecah menjadi empat  bagian. satu bagian melesat menuju kearah raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, dan sisanya lagi melesat menuju kearah Pendekar Dua Satu Dua, Mahesa Edan dan Mahesa Kelud! 

 Raja dan ketiga pendekar bumi Mataram ini kemudian nampak seolah terbelit cahaya pelangi keemasan dan turut pula nampak berpendar. Lalu dengan satu sentakan dahsyat keatas udara, tubuh raja dan ketiga pendekar tersebut nampak melesat keangkasa dengan kecepatan luar biasa! Satu cahaya yang teramat menyilaukan tiba-tiba melintas mana kala tubuh keempatnya yang terbungkus aksara jawa keemasan ini nampak mulai menyatu dalam satu bentuk bola cahaya yang berwarna pelangi keemasan! Bola cahaya tersebut melesat tepat kearah Pangeran Matahari yang mengambang dengan pongahnya. Lalu setelah berjarak sepuluh tombak, bola cahaya tersebut nampak meledak menggelegar dan luruh menjadi serpihan cahaya yang menyisakan sosok putih bercahaya berpendar lembut yang nampak turut pula berdiri mengambang gagah di hadapan si segala licik segala congkak!

 Pangeran Matahari nampak menyipitkan matanya yang memang tinggal sebelah itu sambil menatap menyorot tajam kearah sosok bercahaya dihadapannya. Dihadapannya Nampak berdiri melayang sosok seorang pria berambut panjang terurai yang mengenakan kain putih panjang berselempang di dada hingga ke kakinya.

Wajahnya tidak terlalu terlihat jelas karena satu selubung cahaya yang memancar dari wajah sang pria. Di atas kepala sang pria terlihat sebuah mahkota yang nampak mengambang melayang diatas kepala sang pria dan memancarkan warna keperakan. Tangan kiri nampak bersidekap di depan dada sementara tangan kanannya terlihat menggenggam sebilah senjata berwujud aneh. Senjata yang dipegangnya pada pangkalnya nampak seperti sebuah kapak bermata dua namun ditengah-tengah kapak tersebut bilahnya nampak terus menjulang memanjang dan berwujud pedang! Apalagi kalau bukan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua yang ada dalam legenda!

 Melihat sosok bercahaya yang berdiri melayang tegap diudara memegang kapak pedang naga dewa dua satu dua, tanpa terasa bening merembes di sudut mata Dewa Tuak. Saat lengannya kemudian di sentuh oleh Anggini, Dewa Tuak nampak memalingkan wajah dan tersenyum kearah sang murid "Tidak ku sangka di usia ku yang sudah bangkotan bau tanah ini.. Gusti Allah masih memberiku anugerah kesempatan untuk melihat langsung turunnya Satrio Piningit yang hanya pernah kudengar di dalam legenda... Kita masih punya harapan... Dunia persilatan masih punya harapan muridku..." ucap Dewa Tuak dengan suara bergetar. Sang murid pun nampak mengangguk penuh rasa haru.

 Melihat senjata yang dipegang oleh sosok Satrio Piningit yang merupakan perpaduan Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua dan pedang naga suci dua satu dua yang keduanya semula tertanam di dada Wiro, sang pangeran nampak mengerenyitkan kedua alisnya. tiba-tiba seolah hidup kitab wasiat iblis yang terjahit di dadanya nampak bergerak liar! satu persatu benang urat darah yang menyatukan kitab tersebut ke kulit dada Pangeran Matahari mulai terlepas. lalu begitu benang urat darah yang terakhir terlepas, seolah hidup kitab tersebut nampak bergerak merayap kearah lengan Pangeran Matahari yang memegang lentera iblis! kitab tersebut bagaikan memiliki nyawa nampak langsung membelit lentera di tangan si segala congkak dan lentera dan kitab tersebut tiba-tiba mengeluarkan nyala kobaran api berwarna hitam yang sangat besar, sehingga membuat Pangeran Matahari terpaksa melepaskan pegangannya pada logam pegangan lentera. 

 Bab 12

s

etelah beberapa saat berlangsung, kobaran api hitam besar yang nampak melayang tersebut terlihat bergerak kembali kearah tangan Pangeran Matahari yang langsung menyambutnya. sosok kobaran api tersebut perlahan mulai berubah menjadi satu bentuk pedang hitam membara di tangan Pangeran Matahari! Pangeran Matahari untuk beberapa saat memperhatikan benang urat darah api yang timbul dari gagang pedang yang kemudian membelit dan memasuki pergelangan tangannya.  satu kekuatan yang teramat dahsyat dan penuh kebencian merasuk dari genggaman tangannya melalui Pedang Kitab Lentera Iblis yang berada di genggaman tangannya! 

 "Mahkluk Autih... " suara Pangeran Matahari terdengar berat dan dalam seolah dikeluarkan dari dalam jurang tanpa dasar. "Aku tidak mengenali wujudmu... Namun aku masih bisa dengan jelas membaui dan merasakan bahwa di dalam wujudmu itu, terdapat sosok yang paling kubenci di dalam seluruh jiwa dan kesadaranku yang masih tersisa..." lanjut sang pangeran.

 "Wiro Sableng Haram Jadaaah!!! Terkutuk dirimuu keparaaat...!!! Aku tahu kau ada di dalam sana...!!!" teriak Pangeran Matahari sembari menunjuk dengan telunjuknya yang bengkok ke arah sosok bercahaya dan berbaju putih di hadapannya.

 "Siksa api neraka tidak membuat dendamku luntur wahai Pendekar Dua Satu Dua! Pedih dera dan rajaman cambuk dan gergaji penghuni neraka pun tidak juga membuat dengki ku surut dan pupus pada dirimu!" suara Pangeran Matahari semakin terdengar berat dan bergetar

 "Aku yang terjeblos dalam dunia kegelapan penuh siksa neraka jahanam sama sekali tidak pernah menyangka akan datang kembali kesempatan seperti ini.... Memang.. Berulang kali aku dibangkitkan... Namun... Berulang kali pula aku kau kalahkan keparat...!!! Tapi kali ini.... Kesempatan pun kembali menyapa... Kali ini..... Aku pastiiii akan membuatmu.... " belum lagi menyelesaikan apa yang ingin di utarakannya, ucapan sang pangeran tiba-tiba terputus manakala satu benda yang melesat dari arah bumi dengan secepat kilat menghantam dan membasahi kepalanya! Letupan-letupan kecil terlihat di wajah sang pangeran yang dibasahi oleh cairan hangat berbau pesing yang tadi menghantam wajahnya!

Mata nya melirik sekilas dan dirinya masih bisa melihat sebuah kaleng rombeng yang tadi menimpa kepalanya terlihat jatuh setelah menghantam kepalanya. sebuah kaleng rombeng yang sebelumnya berisi air kencing manusia! 

"Woooi Pangeran Geblek.. Dirimu kebanyakan ngomong! Sudah basi! Kalau mau gelut ya gelut saja! Sudah capek kita ketemu kamu lagi kamu lagi! Sekali ketemu lagi ini malah ngajak sarasehan! Kalau memang gentar sama Satrio Piningit, Tuh... Lawan saja kakek bau pesing ini... Dia tadi yang nimpuk dirimu pakai kaleng gombal isi air kencingnya sendiri...!" seru Naga Kuning sambil menunjuk asal-asalan ke arah Setan Ngompol yang langsung mengumpat panjang pendek. "Lah kok jadi aku? Kok jadi akuuuu? Dasar bocah setan! Kau yang nimpuk pakai kaleng tadi bukan akuu!” sanggah Setan Ngompol. “Aku yang nimpuk tapi kalengnya kan isinya air kencing mu kek..!!!” balas Naga Kuning sambil lelet kan lidah. “Ku kasih lah karena dirimu yang minta! Mana ku tahu kalau kau pakai buat nimpuk kepala orang!” rutuk Setan Ngompol dengan gemas kearah Naga Kuning yang malah terlihat tertawa terpingkalpingkal. Sementara itu didekat Setan Ngompol, Kakek Segala Tahu terlihat mengomel panjang pendek saat menyadari kaleng rombengnya telah raib di tilep Naga Kuning dan dipakai untuk menampung air kencing untuk dilemparkan ke arah Pangeran Matahari!

Dengan            sebelah            matanya          Pangeran Matahari nampak mendelik tajam kearah bawah dan secara tiba-tiba sang pangeran nampak melesat deras kearah Naga Kuning dan Setan Ngompol!

“Manusia-manusia celaka! Kalian berdua yang harus mati pertama kali!” teriak sang pangeran dengan penuh kemarahan.

“Tobaaat!! Semua ini gara-gara kelakuan mu Naga Kuning kampret!” teriak Setan Ngompol seraya menaikkan celananya tinggi-tinggi lalu lari tunggang langgang! Lucunya walaupun marah dan kesal kepada si bocah berambut jabrik, sang kakek masih sempat-sempatnya meraih kerah baju si bocah berambut jabrik dan membembengnya sambil melarikan diri! 

Tubuh Pangeran Matahari yang melesat turun mengejar Setan Ngompol dan Naga Kuning yang berada didaratan tiba-tiba terhenti diudara kala satu sosok putih terlihat datang menghadang didepannya. Melihat sosok yang menghadangnya, amarah sang pangeran pun langsung meluap tak terbendung lagi! “Semua ini gara-gara engkau makhluk keparat!” teriak buas Pangeran Matahari kepada sosok Satrio Piningit yang menghadang dirinya.

Selarik sinar hitam bergerdepan menggidikkan melesat menyambar manakala Pangeran Matahari dengan penuh kemarahan menyerang menggunakan pedang kitab lentera iblis kearah sosok Satrio Piningit! Suara memekakkan dan sinar kehitaman berkiblat diudara dan membentur cahaya putih yang keluar bersamaan dengan suara ribuan tawon mengamuk! Pangeran Matahari nampak tersurut mundur namun Satrio Piningit yang nampak melintangkan kapak pedang  naga dewa dua satu dua hanya terlihat bergetar sesaat. “Jahanaam... Akan kukirim kau ke dasar naraka...!”rutuk sang pangeran sambil kembali melesat terbang dengan pedang terpentang menjurus langsung kearah Satrio Piningit! 

Pertarungan hebat ditengah udara pun kemudian kembali terjadi di angkasa Mataram. Sinar hitam dan putih nampak melesat kesana kemari dengan kecepatan luar biasa! Suara-suara ledakan di udara berulang kali pun terdengar akibat terjadinya benturan antara Pedang Kitab Lentera Iblis dan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua yang dipergunakan oleh Pangeran Matahari dan sosok Satrio Piningit. 

Benar-benar pertarungan di udara yang saling mengutamakan kecepatan gerak tubuh laksana kilat dipertunjukan oleh Pangeran Matahari dan Satrio Piningit. Pertarungan Kecepatan yang tidak lumrah ini membuat sampai-sampai sudah tidak bisa dilihat lagi oleh orang biasa dengan menggunakan mata telanjang! Pada satu kesempatan, saat tusukan pedang kitab lentera iblis kembali berhasil dipatahkan oleh tebasan kapak pedang naga dewa dua satu dua, secara curang dengan menggunakan sebelah tangannya Pangeran Matahari secara membokong mengeluarkan ilmu pukulan Gerhana Matahari Alam Baka langsung kearah rombongan raja Mataram! Satu sinar merah,  kuning dan hitam yang berbau daging hangus sangit serta mengeluarkan hawa panas luar biasa menerjang bagaikan badai siap meluluh lantakkan apapun yang menghalangi! Dengan tawa terbahak Pangeran Matahari melihat bagaimana serangan curangnya melesat kencang dan luput dari jangkauan dan perhatian Satrio Piningit!

Namun tawa sang pangeran langsung hilang bagaikan direnggut setan manakala menyaksikan satu kejadian luar biasa yang selanjutnya terjadi. dari dalam gugusan awan putih, para sesepuh dunia persilatan yang berdiri diam dibelakang ke tujuh raja Mataram terlihat menghentakkan tangan masing-masing lalu puluhan sinar pukulan beraneka warna pun terlihat melesat membumbung keangkasa! Tidak sampai disitu saja, satu sosok laksana kilatan bintang kejora kemudian terlihat melesat dari kumpulan tokoh sepuh dunia persilatan tersebut, dan kemudian mempertunjukkan satu keahlian yang sukar untuk dipercaya! 

Sosok tersebut terlihat laksana menarimenari indah diantara lesatan berbagai sinar pukulan jarak jauh lalu kemudian sosok tersebut nampak menggulung semua sinar pukulan tersebut dengan menggunakan kedua tangannya menjadi satu bola sinar pukulan berwarna-warni maha besar untuk kemudian dilepaskan kembali menjadi satu kesatuan kearah datangnya sinar pukulan gerhana matahari alam baka yang dilepas Pangeran Matahari!

Suara menggelegar disertai angin ribut langsung menerpa dan membuat setiap orang yang ada di tempat itu tersurut mundur beberapa tindak manakala getaran ledakan pertemuan ilmu-ilmu dahsyat yang dibungkus dan dilepas oleh Jaka Pesolek Penangkap Petir ini, telak menghantam dan membuyarkan serangan bokongan yang dilakukan oleh Pangeran Matahari. Hanya para raja

Mataram dan para sesepuh dunia persilatan yang berada didalam kumpulan awan saja yang seolah tidak terpengaruh oleh dampak tumbukan ilmu kesaktian yang meledak di udara tersebut.

“Astaga! Ilmu apa yang dipakai sosok pemuda berbaju hitam diatas sana? Tidak pernah kudengar sebelumnya ada orang yang mampu melakukan hal seperti itu! Benar-benar mengagumkan!!” seru  Andana si Harimau Singgalang

“Betul apa yang kau katakan sahabatku... Benar-benar hebat orang itu... Aku benar-benar tidak akan percaya jika tidak melihat dengan mata kepala sendiri... Bagaimana bisa ada orang di dunia ini yang mampu menangkap berbagai ilmu pukulan jarak jauh lalu membungkusnya dan kemudian melepaskannya kembali sesuka hati!

Benar-benar luar biasa...” Desis Panji Argomanik sang Singa Gurun Bromo sambil menatap takjub kearah sosok Jaka Pesolek Penangkap Petir yang terlihat kembali melesat masuk kedalam barisan awan bersama para raja Mataram tepat dibelakang sang junjungan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala!

Amarah luar biasa kembali menguasai Pangeran      Matahari          manakala        menyaksikan serangan bokongannya dipatahkan secara luar biasa oleh sosok pemuda yang dulu hampir-hampir diperkosanya tersebut. Sang pangeran dengan buasnya kemudian kembali menggenjot tubuhnya diudara dengan pedang terhunus kali ini diarahkan langsung kearah gerombolan awan putih dimana para raja dan para sesepuh berada! Namun ternyata usaha dan harapannya tidak segampang itu, karena kembali kapak pedang naga dewa dua satu dua datang memapak dan menekan sang pangeran untuk beranjak mundur dari wilayah gerombolan awan putih. 

Suara teriakan amarah mengegelegar keluar dari mulut miring pencong Pangeran Matahari! Lalu dengan gerakan kalap membabi buta, pangeran yang terlahir bernama Anom ini merangsek maju kearah Satrio Piningit yang kemudian nampak bergerak indah laksana seekor elang yang terbang lurus di tengah amukan buas rajawali!

Kembali suara denting dan pijar api hasil benturan dua senjata sakti terlihat di langit Mataram diantara desiran-desiran bayangan berwarna hitam dan putih yang bergerak dilangit dalam kecepatan yang luar biasa. Di satu kesempatan, kapak pedang naga dewa dua satu dua yang dipegang Satrio Piningit secara tidak terduga dalam gerakan lurus tiba-tiba melenting dan lentur bergerak dan berhasil mengiris urat besar yang ada di tangan Pangeran Matahari! Semburat api berwarna hitam pekat langsung nampak menyembur dari luka di tangan sang pangeran! “Jahanaaam kau!” teriak Pangeran Matahari yang merasa kesakitan seraya berusaha menghantamkan pedang di tangannya kearah tubuh Satrio Piningit, namun itu semua sudah terlambat. Setelah berhasil merobek lengan Pangeran Matahari, badan pedang kapak yang semula terlihat lentur tiba-tiba menukik dan mengeras kaku menghujam langsung ke dada pangeran yang sudah beberapa kali bangkit dari kematian tersebut!

Pangeran Matahari nampak berteriak keras manakala kapak pedang dewa naga dua satu dua perlahan namun pasti memasuki kulit dadanya,  sambil menghujam kapak pedang agar masuk semakin dalam, Satrio Piningit pun terlihat langsung merangkul erat tubuh Pangeran Matahari! tubuh sang pangeran nampak mulai dikobari kobaran api yang membuncah keluar dari luka di dadanya! Dengan menahan sakit yang luar biasa, Pangeran Matahari terus melesat tinggi keangkasa bersama sosok Satrio Piningit yang masih merangkul Pangeran Matahari dan terus menghujamkan kapak pedang naga dewa ke dada sang pangeran. Tiba-tiba di tengah angkasa, sosok Pangeran Matahari yang terbakar api mulai membesar dan mulai berubah menjadi sesosok ular hitam bermata satu maha besar berwarna hitam yang berusaha naik semakin tinggi keangkasa! 

 "Astaga! Coba kalian semua lihat! Pangeran keblinger itu berubah wujud menjadi seekor ular naga raksasa!" teriak Naga Kuning sambil menunjuk keatas langit. "Ah yang benar saja ning? Apa benar pangeran sontoloyo itu berubah jadi ular raksasa atau ularnya si pangeran yang malah tibatiba berubah menjadi naga raksasa?" timpal Setan Ngompol sembari berulangkali memicingkan mata jerengnya kearah yang ditunjuk oleh Naga Kuning. mendengar selorohan Setan Ngompol, Naga Kuning sontak memalingkan mata dan mendelikkan mata kearah sang kakek bertelinga terbalik. "Dasar kakek sedeng! Setidaknya ularnya si pangeran lebih gede dari terong lalap kisut basah kuyup milikmu itu.." cerocos Naga Kuning yang kontan membuat Setan Ngompol terdiam sambil pencongkan mulut.

 Sementara itu bersamaan dengan perubahan sosok Pangeran Matahari menjadi sosok naga hitam raksasa, sosok Satrio Piningit pun tiba-tiba dari kejauhan nampak kembali ke bentuk bola cahaya lalu diikuti oleh suara ledakan besar, bola cahaya tersebut nampak meledak dan serangkum cahaya bagaikan bintang kejora terlihat melesat jatuh turun kebumi! 

 Cahaya yang melesat dari arah melesatnya naga hitam raksasa itupun kemudian menghantam bumi dan membuat debu tanah kembali menyemburat ke udara. Dewa Tuak dan yang lain lekas memburu kearah dimana cahaya dari langit jatuh dan disana mereka mendapati raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan dalam keadaan setengah berdiri nampak terbatuk sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya. "Yang Mulia.. Apakah kau baik-baik saja? Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap Dewa Tuak sembari memapah bangun sang raja Mataram. Setelah mengusap wajahnya yang muram sang raja nampak menengadahkan mukanya dan menatap kepergian naga hitam raksasa yang berusaha menggapai ujung langit dengan perasaan kesal. "Mereka bertiga... Mereka bertiga memang benarbenar keterlaluan..." ucap jengkel sang raja sambil masih memegangi kepalanya yang terasa pening. 

 Rupanya saat sosok Pangeran Matahari akhirnya moksa akibat tusukan kapak pedang naga dewa dua satu dua dan berubah menjadi sosok ular raksasa bermata satu, tubuh Satrio Piningit pun akhirnya pun turut kembali ke sosok masingmasing yaitu sosok raja Mataram, Wiro, dan kedua Mahesa. Dan dalam waktu yang sedemikian singkat tersebut Wiro nampak memberikan tanda kepada kedua rekannya tersebut untuk menggunakan tenaga lembut untuk menghempaskan raja Mataram lepas dari tubuh naga raksasa dan meluncur jatuh ke bumi! 

 "Maafkan ketidak sopanan kami wahai paduka raja... Tapi baginda harus tetap hidup demi rakyat Mataram di bawah sana..." ucap Wiro sambil tersenyum diikuti oleh Mahesa Edan dan Mahesa Kelud yang bahkan sama-sama mengacungkan jempol kearah paduka raja yang terlihat meluncur deras turun ke bumi! Hal inilah yang membuat sang raja sedikit mengkal dan jengkel namun di lain pihak, sang raja juga merasa sedih karena mengetahui kalau ke tiga pendekar tersebut sengaja melakukan itu untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi keselamatannya dan kelangsungan hidup kerajaan Mataram.

 Sementara itu di bumi Mataram, semua yang ada di tempat itu baik para tokoh dunia persilatan maupun para dewa dan dewi yang tersisa dengan menggunakan kemampuan melihat dari kejauhan dengan tegang melihat bagaimana Wiro dan kedua Mahesa dengan gigihnya berusaha membinasakan ular hitam raksasa bermata satu yang sedang merayap naik ke ujung angkasa. Wiro dengan kapak pedang naga dewa terlihat menghujamkan dengan sekuat tenaga senjatanya tersebut ke tengkuk sang ular raksasa. Di bagian perut Mahesa Kelud juga nampak melakukan hal yang sama dengan mengunakan Pedang Dewa Sakti kepunyaannya sementara Mahesa Edan menggunakan Keris Naga Biru miliknya untuk mengoyak perut bawah dekat dengan bagian ekor. Ketiganya nampak berusaha menghabisi sang ular raksasa sebelum mencapai tempat yang ditujunya yaitu lubang hitam kegelapan tanpa akhir di ujung angkasa! 

  Suara lenguhan bercampur raungan keras yang memekakkan telinga terdengar dari mulut ular raksasa bermata satu kala merasakan sakit yang luar biasa saat ketiga senjata yang dipegang oleh ketiga pendekar semakin masuk lebih dalam menembus sisik hitamnya. Akibat rasa sakit yang luar biasa tersebut membuat sang ular nampak bergerak melesat lebih cepat terbang menuju lingkaran kegelapan yang mulai terlihat di batas langit. "Jangan biarkan makhluk ini memasuki lingkaran hitam kegelapan tersebut teman-teman! Dia akan pulih kembali dan dunia kita akan hancur porak poranda!" teriak Wiro ke arah kedua rekannya. "Apa yang harus kita lakukan Wiro? Ujung senjata kita tidak cukup panjang untuk menjangkau bagian dalam makhluk terkutuk ini!" teriak Mahesa Kelud yang berada di bagian perut tengah. "Coba kita secara berbarengan mengalirkan pukulan pamungkas kita melalui gagang senjata masing-masing... Aku rasa cara itu bisa menimbulkan kerusakan yang lumayan!" sambung Mahesa Edan dari bagian ekor "Usul yang bagus! Mari kita lakukan pada hitungan yang ketiga!" teriak Wiro seraya mempersiapkan pukulan Surya Gugur Gerhana di tangan kanannya sementara tangan kirinya masih menggenggam erat kapak pedang dewa naga dua satu dua yang tertancap di tengkuk ular raksasa. 

 Mahesa Kelud dan Mahesa Edan pun kemudian mempersiapkan pukulan andalan masing-masing. Mahesa Kelud mempersiapkan pukulan Karang Sewu sementara Mahesa Edan sudah mulai merapal ajian Diatas Kubur Badai Mengamuk. Ketiga pendekar tersebut sudah bersiap untuk menghantamkan pukulan masingmasing ke pangkal senjata yang tertancap ke tubuh ular raksasa. Namun belum juga Pendekar Dua Satu Dua memulai aba-aba, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dibarengi teriakan teriakan bersahutan yang terdengar panjang! Rupanya dari arah lingkaran kegelapan, ratusan ekor makhluk berbulu kelabu yang dikenal dengan sebutan Setan Dari Luar Jagat kembali datang dan melesat menyerbu menyongsong kearah Wiro dan kedua rekannya! 

 "Biar aku yang hadapi makhluk-makhluk itu! Kalian berdua lanjutkan rencana kita tadi! Mahesa Edan yang melihat datangnya serangan tersebut bergegas menghantamkan pukulan diatas kubur badai mengamuk ke gagang keris naga biru dan tanpa menungu lama, murid eyang Kunti Kendil ini langsung berlari di sepanjang badan ular raksasa dan menyambut langsung kedatangan ratusan makhluk penghuni lubang hitam kegelapan dengan menggunakan ilmu kuno tujuh jurus Ilmu Silat Orang Katai! benar-benar dahsyat ilmu yang diturunkan oleh tujuh orang katai ini dimainkan oleh Mahesa Edan. Tubuh sang pendekar bergerak laksana angin puting beliung dan dalam setiap tujuh langkahnya yang aneh dan tak beraturan, puluhan makluk setan dari luar jagat yang datang menyerbu pasti langsung terlempar berjatuhan dari tubuh ular raksasa! 

 Sementara itu rasa sakit yang teramat sangat pada bagian ekor membuat ular raksasa mengibaskan ekornya sekuat mungkin. Hal ini membuat pergerakan sang ular yang sedang merayap naik itu menjadi melambat. Dan kesempatan ini pun langsung di manfaatkan oleh Wiro dan Mahesa Kelud untuk bersama-sama dan tanpa menunggu aba-aba lagi untuk menghantam pangkal senjata masing-masing yang terbenam dengan pukulan pamungkas! Dan apa yang terjadi setelah itu benar-benar tidak disangka oleh ketiga pendekar yang berada di tubuh naga raksasa. Wiro sesaat nampak menenggak ludah dan melotot kearah Mahesa Kelud, Mahesa Kelud juga nampak balas melotot kearah Wiro sementara Mahesa Edan yang sedang asyik mencekik dan menguncang-guncang leher salah satu setan dari luar jagat yang ditangkapnya, juga nampak mendelikkan mata memandang kedua sahabatnya pulang balik! ”Celakaaa...!!!” teriak ketiganya bersamaan! Lalu dibarengi melesatnya cahaya menyilaukan dari tiga luka di tubuh sang naga, satu ledakan yang luar biasa pun terjadi diatas langit! Awan hitam bercampur petir dan api nampak menyeruak dalam bentuk cendawan raksasa dan bersamaan dengan ledakan tersebut, gelombang energi maha dahsyat pun kembali tercipta dan menyeruak menuju bumi dengan kecepatan luar biasa! 

 "Ayaaaaahh...." suara  Intan Suci Angin Timur terdengar merobek langit. Sang gadis nampak berlari kencang diudara menuju langit dimana dilihatnya sang ayah dan kedua rekannya meledak bersama naga hitam raksasa. Disisi sang gadis cilik turut pula melesat Jabrik Sakti Wanara dan Bidadari Angin Timur yang terbang melayang dengan mata basah berlinang. Sayang belum lagi ketiganya mencapai tempat dimana ledakan tubuh naga hitam raksasa terjadi, ketiganya harus dihadang oleh gelombang ledakan maha kuat yang akhirnya melempar kembali tubuh mereka kearah bumi.

 Ledakan naga hitam raksasa yang terjadi di atas langit benar-benar sangat dahsyat luar biasa hingga menciptakan selaput tebal awan hitam gelap yang bahkan sampai menutup cahaya matahari yang jatuh ke bumi selama berhari-hari. Serpihan-serpihan abu hitam berguguran laksana hujan gerimis pun turun menerpa para pendekar dunia persilatan serta sisa-sisa para dewa yang masih diam terpekur menatap kearah langit kelam kelabu. Keheningan merasuk dan mencengkram pelataran sisa-sisa candi prambanan saat itu. Hanya isak tangis Intan Suci Angin Timur sajalah yang terdengar pilu terbawa hembusan angin dingin nan mencucuk tulang. 

            Apakah ini adalah harga dari sebuah kemenangan? Tidak ada seorangpun dari mereka yang ada di tempat itu yang tahu..

 Sepekan setelah peristiwa musnahnya naga hitam raksasa penjelmaan mata langit, para tokoh dunia persilatan yang tersisa pun sudah lama saling berpisah dan kembali ke tempat masingmasing. Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu Lestari telah kembali ke kerajaan lautnya masingmasing, demikian juga Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sudah pamit terlebih dahulu untuk mengatur kembali kerajaannya yang porak-poranda, sebelum terlebih dahulu juga harus menjemput rakyatnya yang mengungsi di atas gunung merapi. Para leluhur raja dan orang-orang sakti yang dibangkitkan oleh sabda pandita ratu tujuh raja Mataram pun telah kembali ke alam keabadian  sambil membawa para dewa dan dewi atas langit yang masih tersisa. 

 Perpisahan yang paling mengharukan yang terjadi adalah perpisahan antara Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti Wanara. Sang gadis cilik menangis tak henti-hentinya di dada sang remaja. dengan tersenyum sedih dan sambil membujuk sang gadis kecil berulang kali, akhirnya Intan Suci pun mau juga melepaskan pelukannya terhadap sang pemuda remaja dan melepas kepergian Jabrik Sakti Wanara yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya tersebut. Pemuda tabah nan malang ini harus pergi kembali untuk mencari dan menemukan sang ayah Malaikat Maut Berambut Salju yang kembali menghilang setelah peristiwa meledaknya naga hitam raksasa. 

 Tempat yang sebelumnya ramai dengan suasana pertempuran dan peperangan akhirnya menjadi sunyi dan lengang. Diantara ratusan makam yang berdiri yang merupakan makam dari para pendekar yang gugur dalam perlawanan melawan kerajaan perut bumi di tempat itu, terlihat tiga buah nisan putih berdiri diam di posisi paling depan bekas pelataran candi prambanan. Hanya tinggal empat orang wanita yang tersisa yang berdiri di tempat itu sambil diam termenung. Keempatnya berdiri saling diam dalam waktu yang cukup lama.

 Keesokan harinya, Purnama yang seharian berdiri sedih di depan nisan bertulis nama Mahesa Edan akhirnya pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah gontai. Hari berikutnya giliran Anggini yang lama diam terpekur di hadapan nisan Mahesa Kelud pun melangkahkan kaki pergi dari tempat itu sambil sebelumnya berpamitan kepada kedua orang wanita yang tersisa. 

 Waktu kembali berlalu, tanpa terasa satu  hari kembali terlewati. Intan Suci Angin Timur yang diam terpekur di hadapan nisan sang ayah, Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng akhirnya angkat suara pelan. "Bibi bidadari pergilah... Nanti bibi sakit kalau terus-terusan berdiam menemaniku di tempat ini..." ucap sang gadis cilik lirih tanpa membalikkan tubuhnya. Sepasang tangan putih mulus tiba-tiba melingkari leher sang gadis remaja. Bau harum pun masuk kedalam jalan nafas sang gadis. "Bibi tidak akan beranjak di tempat ini kalau kau pun tidak beranjak dari tempat ini anak manis..." ucap Bidadari Angin Timur. Kepala Intan Suci terlihat menunduk sedih. "Aku hanyalah seorang anak yatim piatu bibi bidadari... Aku tidak punya siapa-siapa lagi dan tidak punya tempat lagi untuk di tuju.." ucap sang gadis sedih. Bidadari Angin Timur semakin mempererat pelukannya pada gadis kecil ini. "Kalau kau mau kau boleh ikut serta bersama bibi... Bibi pun sudah tidak punya siapasiapa lagi di muka bumi ini..." ucap Bidadari Angin Timur terdengar sedikit getir. 

 Ucapan ini membuat Intan Suci Angin Timur membalikkan tubuhnya dan menatap wanita dihadapannya dengan pandangan wajah sedih. "Apakah aku tidak akan menjadi beban buat bibi? Aku takut aku nantinya hanya akan menyusahkan dan membebani bibi..." ucapan sang gadis remaja terhenti sesaat. Tatapan mata dari wajah yang memandang sedih tersebut membuat sang wanita berambut pirang seolah melihat ayah anak tersebut sedang menatapnya langsung! Ini kontan membuat Bidadari Angin Timur terenyuh jantungnya dan langsung mengangkat tubuh Intan Suci Angin Timur dalam pondongannya dan memeluknya erat. 

 Air mata sontak membuncah menetes dari sudut mata sang wanita. "Aku janji akan menjaga dan merawatnya seperti anakku buah hatiku sendiri Wiro... Aku berjanji padamu..." bisik sang wanita dalam hati sambil sebelah tangan memondong tubuh Intan Suci dan sebelah tangan lagi membelai puncak nisan putih dihadapannya.

Penutup

A

ngin behembus kencang kala itu di tanah Pariaman, sumatera barat. ditengahtengah tegalan sawah terlihat dua bocah kecil sedang asyiknya bermain layangan. kedua layangan yang mengudara diatas sawah tersebut terlihat saling menukik dan saling berkejaran satu sama lain dengan gesitnya. "Berat sebelah layangan mu itu Sarip! Tak kan bisa kau putuskan layanganku kali ini..!" ejek bocah yang paling pendek diantara keduanya sambil terus menarik ulur benang layangan dalam genggamannya itu. Bocah yang dipanggil Sarip ini nampak hanya mendengus pendek seraya terus mengulur tali layangannya. Akibatnya layangan merah miliknya pun melesat lebih tinggi daripada layangan bocah kecil disebelahnya. Melihat ini sang bocah sambil sebelumnya menyeka ingus yang keluar dari hidungnya menggunakan lengan bajunya kemudian turut menngulurkan benang layangannya untuk mengejar layangan milik Sarip. 

 Bocah yang dipanggil Sarip ini kemudian terlihat melirik sesaat kearah bocah disebelahnya lalu tiba-tiba berlari ke tengah-tengah sawah yang baru habis dipanen tersebut dan menarik benang layangannya cepat-cepat! Bocah yang berdiri di tegalan sawah nampak ternganga namun kemudian tersentak tersadar dan lalu cepat-cepat menarik benang layangannya tersebut semampunya. Namun sayang tindakannya tersebut sudah terlambat! Layangan milik Sarip diatas sana sudah terlebih dahulu menukik keras ke arah layangan miliknya dan memutuskan benang layangan milik sang bocah! "Kenaaaa...!" teriak Sarip kegirangan sambil melompat-lompat ditanah yang becek kala melihat layangan bocah yang berada di tegalan sawah terlihat meliuk-liuk tanpa kendali dan akhirnya terbang menjauh mengikuti hembusan angin.

 "Kau curang Sarippp!!! Kau pasti pakai benang gelasan!! Perjanjiannya kan bukan begituuu...!" teriak sang bocah yang berada ditegalan sawah yang kemudian terlihat membanting kaleng penggulung benang layangannya ke tanah dan berlari masuk ke sawah mengejar Sarip yang nampak masih tertawa-tawa. Bocah kecil tersebut kemudian dengan marahnya melompat kearah sarip sehingga keduanya masuk kedalam lumpur sawah dan bergulung-gulung sambil saling berkelahi! namun tiba-tiba suara halilintar yang sangat kuat terdengar menggelegar dan menghentikan perkelahian dua orang anak kecil tersebut. Keduanya nampak terpaku melihat kearah atas langit dimana tiba-tiba gulungan hitam awan pekat muncul diiringi petir yang saling menyambar diatas kepala mereka! 

 "Ibuuu.. Aku takut..." teriak Sarip sambil melepaskan pegangannya pada kerah kemeja bocah kecil temannya tersebut dan terus kemudian bangkit lalu mengambil langkah seribu! 

Berbeda dengan Sarip yang nampak kabur melarikan diri ketakutan, bocah kecil ini malah nampak diam terpaku dengan mata melotot kearah pusaran awan gelap! Lalu tiba-tiba satu suara raungan maha dahsyat terdengar dari dalam pusaran awan gelap, lalu sesaat kemudian satu bayangan hitam besar dengan lintasan cahaya merah bersalut kuning tiba-tiba melesat turun dari dalam pusaran awan langsung menuju kearah sang bocah ditengah sawah! Satu sosok berupa seekor naga berwarna hitam pekat dengan mulut terpentang bertaring panjang nampak memburu buas kearah sang bocah! 

 Di atas mulut tersebut nampak satu mata besar berwarna merah kekuningan sangar menyala tertuju ke arah mangsa dihadapannya! Sang bocah menatap dengan mata membeliak besar, Ingin mulutnya berteriak namun lidahnya benar-benar terasa kelu! Sesaat lagi bocah kecil malang tersebut di caplok oleh mulut naga raksasa bermata satu tersebut tiba-tiba melesat tiga bayangan putih yang juga melesat keluar dari dalam pusaran awan! 

 "Mau kabur kemana kau makhluk sialan? Jangan kira kau bisa bisa melarikan diri begitu saja!" bentak satu suara sambil terlihat menarik dan membetot ekor sang naga dengan keras! Tubuh sang naga yang ditarik ekornya oleh seorang pemuda gondrong berbaju putih ini nampak tersentak mundur sehingga kepalanya terdongak kearah atas! "Tangguh juga makhluk ini sampai bisa menyusup bebas ke masa depan! Nah sekarang kau makan papanku ini!" ucap seorang pemuda yang juga berbaju putih sambil kemudian menghantam papan nisan kayu hitam yang dipegangnya kearah kepala sang naga dengan keras! 

 Mendapat hantaman sekeras itu, tubuh naga hitam bermata tunggal tersebut nampak terhempas kearah tegalan sawah. Malangnya belum lagi tubuh sang naga menyentuh tanah, satu suara menggelegar dibarengi suara ribuan tawon mengamuk terdengar di udara berbarengan hawa panas santer merebak! Seorang pemuda gondrong berambut putih keperakan nampak melesat dari langit sambil membabat kapak bermata dua yang dipegangnya kearah leher sang naga! Suara berkerotokan keluar dari dalam tenggorokan sang naga yang putus terpancung oleh ganasnya sabetan sang Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua! Perlahan tubuh serta kepala sang naga bermata tunggal tersebut nampak menggeliat dan tiba-tiba berubah menjadi berkas api sesaat, lalu kemudian menjadi abu dan melayang keatas tersedot kembali kedalam pusaran awan gelap. "Apakah ini naga yang terakhir?" tanya sang pemuda yang memegang senjata berbentuk kapak kearah kedua pemuda berbaju putih dihadapannya. "Tampaknya seperti itu Wiro... Dan sepertinya bocah ini adalah sasaran terakhir dari naga pecahan sang mata langit ini..." ucap pemuda yang memegang papan nisan berwarna hitam. 

 Pemuda berambut putih yang bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng ini kemudian nampak mendekati kearah bocah kecil ditengah sawah diikuti oleh Mahesa Kelud dan Mahesa Edan. ketiga pemuda tersebut nampak mengelilingi sang bocah yang nampak bergantian memandang ketiga pemuda di depannya dengan pandangan takjub terpana "Apakah menurutmu dia orang nya yang dimaksud oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud Wiro?" ucap Mahesa Kelud sambil memandang kearah Pendekar Dua Satu Dua. Wiro nampak memandang kearah sang bocah sambil menggaruk-garuk kepalanya. satu kebiasaan lama mulai terlihat dilakukannya kembali. "Aku juga tidak merasa pasti sebenarnya... Namun melihat pecahan mata langit terakhir mencoba menghabisi anak ini maka bisa jadi..." belum lagi Wiro menyelesaikan ucapannya tiba-tiba bocah di depannya langsung berteriak kegirangan! "Whuoaaa... Kalian paman-paman yang luar biasa! Kalian bisa terbang dan mengalahkan seekor naga! Tolong ajari aku paman...! Aku juga ingin seperti kalian bertiga kalau besar nanti!" teriak sang bocah dengan antusias dan mata berbinar-binar! 

 Wiro yang berada paling dekat dengan sang bocah nampak menundukkan tubuh dan kemudian memondong tubuh sang bocah ke dadanya. matanya tiba-tiba membeliak manakala dari dalam dadanya terasa hawa yang sangat lembut mengalir dan berasal dari bocah yang dipondongnya! "Dia orangnya... Anak ini orangnya..." desis sang pendekar sambil memandang sang bocah  dengan pandangan haru. Mahesa Kelud dan Mahesa Edan kontan beranjak mendekat dan kemudian bergantian memeluk dan membelai rambut sang bocah yang berada dalam pelukan Wiro. tiba-tiba bunyi halilintar kembali terdengar dan pusaran awan hitam nampak mulai memudar. "Kita harus pergi Wiro.. Kesempatan yang ada hanya tersisa sekali ini sebelum Gerbang Awan Penghantar Raga dan Waktu menutup untuk selamanya" ucap

Mahesa Kelud sambil menepuk pundak Wiro   Sambil menyusutkan bening di matanya, sang Pendekar Dua Satu Dua kemudian menurunkan bocah dalam pondongannya lalu berujar "Aku titipkan sahabatku ini kedalam dirimu wahai bocah baik.. Teruslah hidup dan jadikan dunia ini menjadi lebih indah dengan sentuhan jemari kecilmu itu... Ku titipkan semesta dua satu dua ini kepadamu.." tutup sang pendekar sembari kemudian mengeluarkan kembali kapak naga geni dua satu dua miliknya dari balik bajju dan perlahan dengan lembut mengunakan ilmu Menahan Darah Memindah Jazad sang pendekar memasukan Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua ke dalam dada sang bocah kecil! mata sang bocah nampak membelalak dan sesaat bersinar terang manakala merasakan hawa hangat dari dalam kapak yang masuk dan kini mendiami raganya! 

 "Kami pergi bocah baik, jadilah orang besar yang berguna bagi bangsa dan keluargamu..." ucap Mahesa Edan kali ini. Janganlah lupa untuk selalu shalat dan mengaji.. Itu akan menjadi bekal bagimu mengarungi kerasnya dunia ini..." tutup Mahesa Kelud. setelah melambaikan tangan, ketiga pemuda ini kemudian terlihat melesat kelangit kearah gulungan awan hitam yang semakin menipis dan kemudian menghilang diakhiri suara guntur mengegelegar! 

 Sang bocah kecil nampak masih memandang kearah langit yang kini cerah dengan pandangan masih berbinar-binar. Dirinya sungguh tidak menyangka akan mengalami peristiwa yang begitu luar biasa di petang itu. "Bastiaaaann!!!! Bukan main rupa mu kotor begitu! Apa pula yang kau mainkan sama si Sarip itu sampai wujudmu sudah coreng moreng model kerbau sawah begitu Bastiaaan???" teriak satu suara dari arah tegalan sawah "Cepat pulang!! Mandi! Baru kau temani dulu bapak mu mau pergi ke Bandar! Tidak diajaknya kau nanti kalau kau model celemotan penuh lumpur begituuu...!!" teriak seorang wanita dari arah tegalan sawah. 

 Mendengar kata pergi ke bandar, bocah tersebut langsung terhenyak dan berlari kearah sang ibu.. "Mau aku ikut ke bandar bersama ayah mak! Jangan kau tinggalkan aku lah mak!" teriak sang bocah sambil berlari cepat menyusul kepergian sang ibu.

* * *  

K

embali ke masa Mataram baru tepatnya dua tahun setelah peristiwa pertempuran besar di prambanan, di satu desa di dekat pinggiran kotaraja tepatnya di desa Pengadegan. Disebuah rumah yang terletak di ujung desa dan berbatasan langsung dengan sebuah padang rumput yang luas, terlihat sebuah rumah kayu sederhana berbentuk joglo. di rumah pangung tersebut seorang wanita berkerudung nampak sedang duduk bersimpuh sembari membelai rambut seorang gadis remaja yang tertidur lelap dalam pangkuannya. 

 Rambutnya yang berwarna coklat kepirangan nampak berhembus sebagian dari balik kerudungnya. sambil menembang sebuah gending jawa, wanita cantik ini nampak terus membelai rambut pirang gadis yang nampak terus tertidur terlelap dalam pangkuannya. Setelah beberapa saat dan mendengar suara halus keluar dari pernafasan sang gadis remaja, sang wanita yang bukan lain adalah janda pulau cingkuk atau Bidadari Angin Timur ini dengan lembut mengambil buntalan kain jarik yang ada disebelahnya dan menjadikannya sebagai sandaran bantal kepala buat gadis remaja yang sudah jatuh tertidur pulas tersebut. 

 Bidadari Angin Timur kemudian perlahan beranjak menuju teras serambi rumah yang memang terbuka lebar tersebut dan memandang ke kejauhan dimana membentang luas lautan padang rumput dihadapannya. Sang wanita nampak menarik nafas beberapa kali dan kemudian menghembuskannya pelan. Matanya nampak nanar kala mengingat peristiwa pertemuannya untuk yang pertama kali dengan pria yang menjadi pujaannya di tempat ini. Di desa inilah sang wanita pertama kali bertemu dengan Pendekar Dua Satu Dua untuk yang pertama kali. Kala itu mereka berdua harus terseret dalam urusan yang bersangkutan dengan sebuah barang yang menjadi rebutan di dunia persilatan yaitu sebuah benda yang dikenal dengan sebutan Guci Setan. 

 Angin kencang nan dingin tiba-tiba berhembus menerpa wajahnya dan menyadarkan lamunan sang wanita. Dengan nafas berat sang wanita bermaksud untuk membalikkan badan dan kembali kedalam rumah, namun tiba-tiba dirasakannya kilatan petir bergeredapan dari arah belakang tubuhnya. Saat sang wanita membalikkan badannya dan memandang kearah padang rumput, matanya tiba-tiba membeliak! Untuk sesaat mulutnya terrbuka lebar! Tidak begitu jauh di hadapannya hanya berkisar kurang lebih tiga puluh tombak, nampak seorang pria berdiri tegap memandangnya dengan pandangan penuh perasaan. Sesuatu dalam dadanya tiba-tiba terasa membucah hangat dan tanpa terasa kedua kakinya melangkah dan kemudian berlari menuju kearah sang pria! Namun langkah kaki sang wanita di salip oleh sebuah bayangan putih yang melesat mendahuluinya dan langsung melompat kearah sang pria yang berdiri di tengah padang rumput. 

 "Ayaaaaahhh..." isak Intan Suci Angin Timur yang langsung melompat memeluk kearah sang ayah yang langsung menyambutnya dan memeluk anak semata wayang tercintanya tersebut dengan pelukan erat. Tangis pun pecah dari pertemuan ayah dan anak ini. Melihat hal ini langkah Bidadari Angin Timur tiba-tiba terhenti, mulutnya tercekat dan kelu hingga tidak tahu harus berbuat apa melihat peristiwa yang ada dihadapannya, namun tiba-tiba dirasanya ada sebuah hawa lembut yang menariknya dan hawa tersebut ternyata adalah hawa yang keluar dari tangan sang pria! Tubuh Bidadari Angin Timur pun bagaikan daun yang tertiup melesat maju dan jatuh dalam pelukan ayah dan anak yang saling berpelukan tersebut. Tanpa ragu lagi Bidadari Angin Timur pun langsung menjatuhkan tubuhnya kedalam dekapan pria yang bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Tangis dan hasrat dalam dadanya yang tertahan selama ini pun akhirnya membuncah keluar di dada sang pria. "Aku kembali.... Aku kembali untuk kalian berdua...." bisik Pendekar Dua Satu Dua ke telinga dua wanita yang dikasihinya tersebut. Tangis kebahagiaan pun akhirnya kembali pecah dari dua orang wanita berambut pirang yang memancarkan kemilau keemasan laksana cahaya sang mentari pagi.

-------- T A M A T -------

 

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

Related Posts

Your Ads Here

Comments

Post a Comment