PENDEKAR KERIS SAKTI
BABAD
PAMUNGKAS
Bab 1
P |
ertarungan antara Resi Raksasa perwujudan keenam dewa
kerajaan perut bumi melawan para tokoh dunia persilatan yang masih tersisa pun
berjalan semakin seru dan menegangkan. Bujang Gila Tapak Sakti yang berhasil
mendaratkan pukulan sakti Mahameru Murka kearah dada Resi Raksasa pun harus bernasib
apes merasakan tamparan telapak sang resi yang begitu keras, sehingga pendekar
sahabat karib Pendekar Dua Satu Dua ini sampai terlempar terputar-putar dan
menghempas sisa onggokan candi prambanan yang melayang di udara dalam keadaan
tidak sadarkan diri. sementara itu, Nyi Roro Kidul yang berada di atas kereta
kencananya kembali mengibaskan tali kekang kuda kereta kencananya sehinga tiga
pasang kuda pilihan miliknya tersebut saling berkejaran memutari tubuh Resi
Raksasa. Dari atas cermin bulat raksasa yang diketahui bernama cermin pualam
sakti dasar samudera yang melayang diatas kepala sang ratu tersebut, terlihat
melesat cahaya angker berwarna biru yang tidak putus-putusnya menghantam tubuh
Resi Raksasa!
Resi Raksasa yang
merasakan kerepotan oleh silaunya cahaya yang terus menghantam tubuh dan
menyilaukan pandangannya berusaha menangkap Nyi Roro Kidul yang mengendarai
kereta kencana yang mengitari tubuhnya, namun urung di lakukan manakala
dirasanya pundak sebelah kanannya tiba-tiba terasa sakit luar biasa. Saat
dirinya menoleh rupanya Mahesa Kelud telah berhasil menghujamkan pedang dewa
dan keris ular emas miliknya ke pundaknya sebelah kanan!
“Jahanaaaam!!!”
bentak sang Resi Raksasa sembari berusaha menepuk tubuh Mahesa Kelud
menggunakan tangan kirinya. suara sang raksasa yang mengelegar memecah angkasa
menandakan kalau sang resi akhirnya merasakan juga apa itu rasa sakit yang
sesungguhnya! Menghilangnya kabut dewa dan terbebas nya Kiai Naga Waskita dan
Kiai Naga Wisesa kedua naga pemutar poros inti bumi ini, menandakan kalau
kekebalan yang dimiliki resi gabungan keenam dewa ini akhirnya mulai memudar.
Merasakan sambaran angin keras yang datang kearahnya, Mahesa Kelud pun terpaksa
harus melepaskan pegangannya pada kedua senjata miliknya tersebut dan melompat
jauh menghidari tepukan sang dewa raksasa.
Sementara itu
gelombang air laut maha dahsyat semakin naik dan mulai sampai ke atas paha sang
Resi Raksasa. Setan Ngompol yang berada bergantungan di balik celana sebelah
dalam bagian kanan sang resi mulai menyumpah panjang pendek sambil terus
berusaha memanjat keatas “Kau sudah sampai dimana kakek bau pesing?” satu suara
kisikan masuk kearah telinganya yang terbalik "Sedikit lagi Ning tapi aku
kesusahan soalnya air laut sudah sampai sebatas bijiku!” balas sang kakek
bermata jereng. "Tahan dulu urusan bijimu itu kek! Masih ada biji lain
yang harus kita utamakan!” ucap kisikan yang rupanya kisikan milik Naga Kuning
yang ternyata juga sedang merayap di bagian celana sebelah kiri!
Di sisi lain melihat datangnya serbuan
gelombang air laut maha dahsyat itu, hati sri Baginda Maharaja Rakai kayuwangi
Dyah
Pasingsangan
terasa teriris sedih dan tanpa sadar menggigit bibirnya. gelombang dahsyat
dengan ketinggian ratusan tombak ini memang datang bersamaan dengan kedatangan
Nyi Roro Kidul setelah sebelumnya berhasil menewaskan Ratu Agung Penguasa Perut
Bumi di dasar laut selatan. khawatir dan cemas akan keadaan rakyat yang
dipimpinnya ini membuat sang maharaja menjadi resah dan tanpa sadar
mengeluarkan keluhan lirih. "Bagaimana nasib kalian wahai rakyatku...
Wahai Sang Hyang Widi Wsesa.. Mohon selamatkan seluruh rakyatku yang tertimpa
kemalangan ini..." keluh sang raja.
Roro Jonggrang yang
terbang melayang disampingnya nampak memandang sang raja dengan mata teduhnya.
sang dewi pemilik candi prambanan ini pun kemudian menggapai tangan sang
maharaja lalu terus berujar. "Kau benar-benar raja yang sangat mencintai
rakyatmu wahai rajaku... namun coba kau lihat dengan mata batin mu...
Sesungguhnya masih banyak orang baik sepertimu di dunia ini yang peduli dan dan
tulus mencintai rakyat Mataram seperti dirimu..." selesai berujar sang
dewi menyalurkan kekuatan yang
dimilikinya yang kemudian getarannya merambat dari sepasang tangan yang saling
menyatu dan naik keatas kearah mata Maharaja Mataram. sang Maharaja Mataram
merasakan sensasi dingin pada matanya, lalu sang raja pun kemudian memejamkan
matanya.
Begitu matanya terpejam, secara mata batin
sang raja melihat penglihatan yang saling bergantian dan nampak menyuguhkan
satu pemandangan yang mengharukan dan luar biasa! bagaimana tidak? dengan ilmu
Menembus batas cakrawala yang dialirkan ke arah sepasang mata Maharaja Mataram
oleh dewi Roro Jonggrang, sang maha raja dapat melihat para tokoh dunia
persilatan yang masih tersisa seperti Anggini, Bidadari Angin Timur, Purnama,
Dewi Dua Musim,
Panji Ateleng, dan yang lainnya nampak memecah diri menjadi
ribuan sosok dan berkelebat laksana kilatan petir ke segala penjuru tanah
Mataram!
Seperti diketahui
sebelumnya, para tokoh dunia persilatan ini mendapatkan Ilmu Pecah Seribu
Bayangan Seribu Sukma oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud dan ilmu Mengendarai
Petir Melintasi Ujung Bumi oleh Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan
Bumi. Kedua ilmu yang memungkinkan penggunanya membelah diri menjadi ribuan
sosok dan melesat laksana petir ini, kini digunakan oleh para tokoh dunia
persilatan ini untuk menyebar kesegala penjuru bumi Mataram untuk menjemput
semua rakyat yang baru terbebas dari jeratan kabut dewa dan membawa mereka
menuju tempat tertinggi yaitu puncak gunung merapi!
Para tokoh sakti ini nampak melesat secepat
kilat ke segala penjuru baik keraton dan alun-alun di Kotaraja, desa-desa,
setiap rumah maupun pasar atau persawahan dimana terdapat manusia. para
pendekar dunia persilatan ini kemudian langsung menggendong atau membopong
rakyat yang mereka temui dan kemudian berlari secepat kilat berkejaran dengan
gelombang laut raksasa kearah puncak Merapi yang dirasa sebagai tempat tertinggi
dan teraman saat itu.
Melihat keadaan sang resi yang nampak
menggeliat kesakitan akibat tikaman Mahesa Kelud, Dewi Agung
Bunga Mawar beserta Dewi Agung Bunga Melati dan para dewa yang masih tersisa
dan tidak tergabung dalam rantai jiwa hati dewa dan manusia kemudian langsung
menggunakan kekuatan dewa mereka dan
serentak mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang Dewa!
Para dewa dan dewi
yang sebagian besar memulihkan diri dibalik awan ini sangat mengerti, bahwa
sejak moksa nya Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi maka waktu dan
kekuatan yang mereka miliki hanya tinggal sedikit dan harus dikeluarkan pada
waktu yang benarbenar tepat. dengan mengikuti aba-aba dari dua dewi yaitu Dewi
Agung Bunga Mawar dan Dewi Agung Bunga Melati yang berada paling dekat dari
tubuh Resi Raksasa, mereka pun sontak membeliakkan mata masing-masing seraya
berbarengan mengeluarkan ilmu sepasang pedang dewa tertuju kearah Resi
Raksasa.
Hujan imu sepasang
pedang dewa tercurah dari langit dan nampak berseliweran ramai memenuhi udara
berterbangan menuju kearah Resi Raksasa! sang resi pun rupanya menyadari
tekanan luar biasa yang ditimbulkan oleh serangan puluhan sinar pedang dewa
yang ditujukan padanya dan tanpa diduga sang Resi Raksasa kemudian terlihat
mendongakkan kepalanya lalu dari sepasang matanya melesat pula sinar berbentuk
pedang raksasa yang menyala angker memapak datangnya serangan! Sang resi juga
rupanya turut pula mengeluarkan ilmu sepasang pedang dewa dari kedua matanya
dan dalam wujud sepasang pedang raksasa berukuran ratusan kali lebih besar,
dari sinar pedang dewa yang dikeluarkan para dewa dan dewi negeri atas langit!
suara memekakkan kembali terdengar dari bertemunya sinar sepasang pedang dewa
yang dilepas oleh Resi Raksasa dengan gabungan ilmu sepasang sinar inti dewa
milik para dewa.
Sepasang pedang
cahaya berukuran raksasa tersebut layaknya pisau mengiris mentega manakala
menghantam gabungan sinar pedang inti dewa mirip para dewa atas langit, yang
sontak raib musnah meninggalkan serpihan-serpihan sinar yang berasap dan
membumbung tinggi. dan tidak sampai disitu saja, sinar pedang dewa milik sang
resi terus melaju terbang dan menebas memburu dewa dan dewi yang berada diatas
awan yang sebelumnya melepaskan ilmu kesaktian tersebut.
"Cepat masuk ke
dalam barisan rantai! jangan sampai tubuh kalian terkena sambaran sinar pedang
itu...!" teriak Dewa Tuak memperingatkan. mendengar teriakan Dewa Tuak,
para dewa yang sebelumnya melepaskan ilmu tersebut bergegas berusaha melesat ke
dalam lingkaran Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia namun sayangnya hanya
beberapa dewa yang berhasil kembali ke dalam lingkaran rantai, selebihnya mati
tertebas sinar pedang raksasa yang dilepas sang resi. dewi langit bunga mawar
dan dewi langit bunga melati termasuk dua orang dewi yang tertebas hancur oleh
ganasnya ilmu sepasang pedang dewa milik resi dewa gabungan.
Sementara itu jauh
diatas angkasa sana, diantara kegelapan yang hitam kelam tak terhingga,
diantara bebatuan beraneka bentuk yang mengambang tak beraturan, sesosok tubuh
manusia nampak melayang pelan dalam keheningan. tubuh Pendekar Dua Satu Dua
nampak meringkuk ringkih dalam kelamnya kegelapan semesta. matanya yang kosong
nampak terbuka sebagian menatap ke arah ketiadaan. "Selesai sudah..."
batin sang pendekar dengan perasaan lelah yang begitu mendalam. tubuh sang
pendekar yang kosong tanpa sedikitpun tenaga yang tersisa nampak mulai menjauh
dari ujung cahaya mentari di angkasa.
Dirinya
sudah benar-benar pasrah dan menyerah atas semua yang telah terjadi selama ini
dalam hidupnya. berbagai pukulan baik jasmani dan mental telah menghancurkan
jiwa dan raganya sampai sejauh ini. Kehilangan orang-orang yang dicintai
kehilangan anak dan istri yang dikasihi, serta harus melihat guru tercinta yang
membesarkannya dan mengajari ilmu kesaktian harus meninggal secara mengenaskan
di depan matanya sendiri benar-benar membuat jiwa sang pendekar lumat hancur
dan terpukul. Ini melebihi penderitaannya saat ratusan tahun menjadi batu di
Mataram kuno. Bahkan melebihi saat dirinya harus menanggung derita menjadi
bongkok dan menyandang gelar Iblis Bongkok Bulan dan Matahari akibat peristiwa
pengadilan tahta dewa dan pengorbanan Luhcinta atau Dewi Langit Bunga Tanjung.
Tubuh sang pendekar terus berputar dan
melayang pelan, dirinya benar-benar sudah tidak merasakan apa-apa lagi. seluruh
tubuhnya yang hancur babak belur akibat pertempuran terakhir yang masih terus
terjadi di bumi Mataram perlahan mulai dingin membeku. saat hendak memejamkan
kedua matanya, Pendekar Dua Satu Dua tiba-tiba kembali mengingat satu peristiwa
yang pernah dilalui sebelumnya. satu peristiwa yang pernah membuat dirinya
begitu hancur dan terluka.
Dilihatnya dalam
ingatannya tersebut Ratu Duyung mengangkat kedua tangannya berusaha menggapai
wajah sang pendekar. Dengan tangan bergetar Ratu Duyung perlahan melepas tali
topeng yang dikenakan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari. Begitu topeng ludruk
kayu cendana lepas dari wajah sang Iblis Bongkok, Sepasang mata Ratu Duyung
nampak semakin sembab dan berkacakaca. Dihadapannya nampak satu wajah pria
dewasa yang nampak menatap dirinya penuh gejolak perasaan. Sepasang mata yang
juga terlihat berkaca-kaca dan terlihat terlalu lama menanggung penderitaan.
"Akhirnya aku bisa kembali melihat raut wajahmu suamiku.." ucap sang
ratu sembari tersenyum dan membelai pipi lelaki dihadapannya. Lelaki yang tidak
lain dan tidak bukan adalah pendekar kapak maut naga geni dua satu dua Wiro Sableng ini berusaha
mengangkat tangannya yang biru legam menghitam untuk memegang tangan istrinya
sang Ratu Duyung namun usahanya tidak membuahkan hasil. Tangannya kembali
terjatuh lemas di samping kedua bahunya.
Seperti diketahui
bersama, akibat terlalu sering menggunakan pukulan sakti Mentari Tengah Malam
dan Pukulan Rembulan Tengah Hari yang terdapat dalam Kitab Jagat Pusaka Dewa,
kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua mengalami keracunan hebat. Sang pendekar
terpaksa menggunakan ilmu yang belum sempurna tersebut kala bertarung melawan
keroyokan Kanjeng Ratu Penguasa Perut Bumi dan para pasukannya kala menyerbu
istana dasar samudera untuk yang kesekian kali. "Setelah sekian lama kita
berpisah akhirnya kita dapat bertemu kembali Wiro suamiku..." Desis lirih
Ratu Duyung masih sambil terus menatap Pendekar Dua Satu Dua. "Jangan dulu
banyak bercakap intan istriku.. Kau masih lemah... Kau baru saja melahirkan
buah hati kita.." ucap Wiro dengan suara tersendat.
Ratu Duyung kemudian berpaling kearah
sampingnya dimana bayi perempuan yang baru saja dilahirkannya nampak menggeliat
dalam lipatan bungkusan daun jati. Ratu Duyung kemudian kembali berpaling dan
menatap kearah Pendekar Dua Satu Dua yang berada disisinya. "Kau memiliki
kewajiban yang harus kau lakukan terlebih dahulu suamiku.. Sebelum aku meninggalkan
dirimu dan buah hati kita, aku ingin melihat kau membisikkan lantunan suci itu
di telinga buah hati kita.." air mata tanpa bisa dibendung lagi merembes
keluar dari pemuda yang ratusan tahun jasadnya tersembunyi membatu di gunung
Padang ini. Sang pendekar berusaha menggapai bayi perempuan yang terbungkus
daun jati yang berada disamping tubuh Ratu Duyung.
Namun apalah daya kedua tangannya tidak bisa digerakkan sama sekali. "Biar aku membantumu kakak pendekar" satu suara terdengar dari balik batu sebelah dalam yang ternyata adalah suara Uban alias Jabrik Sakti Wanara. Bocah remaja yang sedari tadi diam bersembunyi di balik batu dalam goa cadas kencana. "Terima kasih anak baik anak bagus" ucap Pendekar Dua Satu Dua kala melihat usaha Uban yang dengan amat hati-hati dan perlahan mengangkat bayi dalam bedongan daun jati dan mendekatkan bagian kepala bayi berambut keemasan berkilau tersebut kearah mulut Pendekar Dua Satu Dua.
Bab 2
W |
iro kemudian melantunkan azan
ditelinga bayi yang merupakan buah hatinya dan
Ratu Duyung dan kemudian mengecup kening
sang bayi sesaat. Melihat hal ini Ratu Duyung nampak tersenyum dan kemudian
terdengar berbisik lirih "Kau pun memiliki kewajiban untuk memberikan nama
kepada anak kita itu.." Wiro menatap bergantian kearah Ratu Duyung dan
putrinya yang masih berada dalam pegangan Uban. "Aku memiliki sebuah nama
tapi jujur aku takut jika kau tidak berkenan..." Ratu Duyung nampak
tersenyum "Katakan saja suamiku, aku sungguh ingin mendengar nama
pilihanmu itu" Wiro menatap kearah sang putri yang berambut pirang
keemasan dan memiliki mata berwarna biru lembut "Aku memohon maaf
sebelumnya istriku.. sungguh tidak ada maksud apapun dalam hatiku ini.. entah
mengapa aku begitu ingin menamakan anak kita ini dengan nama panggilan...
--Intan Suci Angin
Timur...--"
Sepasang mata Ratu
Duyung nampak membesar sesaat sebelum nampak akhirnya tertawa dengan
tersendat-sendat "Maafkan aku istriku.. Aku akan memikirkan nama lain jika
nama itu tidak menyenangkan hatimu.." ucap Wiro panik "Kau
benar-benar ceriwis Wiro.. Namun Tidak apaapa.. Aku menyukai nama itu.. Dan
mungkin setelah hari ini berlalu, aku bahkan berharap salah satu dari mereka
lah yang akan menjadi ibu pengganti dan pembimbing dari buah hati kita
ini.." ucap Ratu Duyung sambil dengan tangan bergetar membelai kepala bayi
dalam pondongan Jabrik Sakti. "Intan.. Aku percaya masih ada cara... Aku
tidak ingin kita terpisah kembali seperti yang sudahsudah.." desis Wiro sedih.
Ratu Duyung nampak tersenyum dengan mata sayu "Kita sama-sama tahu keadaan
ku saat ini Wiro.. Dan itu bukanlah hal yang terpenting saat ini... Hal yang
terpenting sekarang adalah keselamatan buah hati kita... Kau harus membawa anak
kita ketempat yang aman dan tersembunyi dari kejaran orang-orang Kerajaan Perut
Bumi.." suara Ratu Duyung perlahan mulai terdengar melemah.
"Sekarang
turunkan lehermu suamiku... Aku ingin memelukmu untuk yang terakhir
kali..." Ucap lirih hampir tak terdengar dari sang ratu. Dengan berurai
air mata Pendekar Dua Satu Dua menurunkan lehernya dan membiarkan tangan
ringkih yang gemetaran memeluk lehernya. Dengan menahan sesenggukan yang keluar
dari mulutnya, Pendekar Dua Satu Dua nampak merapatkan wajahnya dan
membenamkannya di pundak sebelah dalam sang istri. Sungguh begitu ingin sang
pendekar untuk memeluk tubuh sang istri seerat-eratnya, namun apa daya kedua
tangannya terkulai lemah dan tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal
tersebut. Banjir air mata nampak berlelehan di wajah sang pendekar kala
mendengar bisikan kecil yang hampir tak terdengar yang dibisikan oleh Ratu
Duyung.
Setelah membisikkan
kata-kata terakhirnya ke telinga Pendekar Dua Satu Dua, mata sang Ratu Duyung
nampak perlahan menutup dan sepasang tangan nya yang memeluk leher sang suami
nampak terkulai dan jatuh bersamaan dengan ambruknya tubuh sang Ratu Duyung
dalam pangkuan sang suami. Kesunyian tiba-tiba menyeruak namun sepenghirupan nafas kemudian satu peristiwa yang
menggetarkan hati terpampang dihadapan Jabrik Sakti Wanara. Satu raungan keras
yang terdengar seperti gabungan suara raungan naga dan harimau yang terluka
terdengar keluar dari mulut Pendekar Dua Satu Dua! Matanya nampak terbuka
memutih bercahaya mencorong dan Tubuhnya serta tubuh sang istri nampak tibatiba
dikelilingi oleh satu pusaran angin badai yang berputar kencang mengelilingi
tubuh sang pendekar dan jazad Ratu Duyung!
Dari dalam pusaran
tersebut samar-samar terlihat bayangan dua ekor naga yang berwarna merah dan
putih turut berputar resah mengelilingi Pendekar Dua Satu Dua! Rupanya Naga
Dewa Mentari dan Naga Dewi Rembulan yang bersemayam di kedua tangan Pendekar
Dua Satu Dua bahkan turut resah dan merasakan raungan duka mendalam yang
terpancar dari rasa kehilangan luar biasa yang dirasakan oleh Pendekar Dua Satu
Dua! Dinding batu yang terdapat dalam goa batu tersebut bahkan sampai terasa
panas dan bergetar keras.
Jabrik Sakti Wanara yang mendekap bayi mungil
Intan Suci Angin Timur sampai-sampai harus pontang-panting lari kembali ke
sudut goa terdalam dan menyembunyikan tubuhnya dibalik batu sambil sesekali
mengintip kejadian luar biasa yang terjadi di hadapannya. Hampir sepeminuman
teh baru akhirnya suara raungan yang keluar dari mulut Pendekar Dua Satu Dua
pun akhirnya terhenti, putaran angin badai dan bayangan dua ekor naga pun
perlahan pupus. Tubuh Pendekar Dua Satu Dua nampak mematung dengan pandangan
kosong. Hening yang mencekam akhirnya terpecahkan oleh hembusan nafas yang
keluar dari hidung Pendekar Dua Satu Dua "Kemarilah bocah baik, ada yang
ingin kuminta pertolongan padamu" Ucap Pendekar Dua Satu
Dua
tiba-tiba.
Dengan agak
takut-takut Uban pun perlahan beranjak dari batu tempat persembunyiannya.
Wajahnya langsung tercekat kala melihat pria yang sebelumnya dikenalnya dengan
sebutan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari ini. Uban memang sudah pernah melihat
wajah Iblis Bongkok sebelumnya namun setelah kematian wanita yang kemudian
diketahuinya sebagai Istri Iblis Bongkok, Uban melihat garis-garis wajah dari
pria ini semakin bertambah banyak dan yang paling mencolok adalah rambut
gondrong sang pria yang sebelumnya nampak hitam legam kini nampak memutih
seluruhnya seperti rambutnya sendiri! Karena duka yang begitu dalam rambut
Iblis Bongkok Bulan dan Matahari alias Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng
memutih hanya dalam sekejapan mata!
"Bisakah kau
membantuku memakaikan topeng kayu itu wahai bocah baik?" Ucap sang
pendekar sembari menatap uban dengan pandangan sayu " Bi.. bisa kakak
pendekar.." ucap Uban sembari mendekat kearah Pendekar Dua Satu Dua. Uban
kemudian perlahan menurunkan tubuh bayi Intan Suci yang sebelumnya dipondongnya
ke sisi sebelah jazad Ratu Duyung. Uban atau Jabrik Sakti Wanara kemudian
mengambil Topeng ludruk kayu cendana yang tergeletak tidak jauh dari tempat mereka
berada dan kemudian membantu mengenakannya di wajah Pendekar Dua Satu Dua.
Setelah topeng kayu tersebut terpasang, Uban pun kembali kehadapan Iblis
Bongkok Bulan dan Matahari dan kemudian duduk bersimpuh dengan wajah terpekur
menghadap lantai.
"Apakah kau masih menyimpan Kitab
Seribu Bintang yang
dititipkan oleh kakek Raja Penidur?" Tanya Iblis Bongkok. Jabrik Sakti
nampak mengangguk dan menunjuk kearah buntalan kain lurik berisi kitab seribu
bintang yang tersampir di punggungnya yang telanjang. Iblis Bongkok nampak
menganggukkan kepalanya "Nampaknya aku harus kembali menyusahkan mu kali
ini anak baik.." ucap iblis bongkok yang langsung dibalas oleh uban
"Saya terlalu banyak mendapatkan Budi pertolongan dari kakak pendekar.
Silahkan Kakak pendekar berkata dan meminta biar kemudian saya akan memberikan
daya dan upaya..." Tercekat sang pendekar mendengar kata-kata yang keluar
dari bibir polos sang anak remaja. "Benar-benar anak yang luar biasa. Dari
runtut caranya berbicara aku yakin anak ini bukan dari keturunan orang
sembarangan" batin sang pendekar.
"Saat ini aku
dalam keadaan lemah tidak berdaya. Diluar sana masih ada orang-orang dari kerajaan
perut bumi yang menginginkan anak malang ini.. Aku ingin kau membawa anak ini
ketempat yang lebih aman.." ucap Iblis Bongkok "Mendekatlah kemari
anak baik, aku akan membisikan tempat dimana kau harus membawa anak terkasihku
ini" lanjut sang pendekar. Uban pun perlahan bergerak mendekat kearah Iblis Bongkok. Iblis Bongkok Bulan dan
Matahari kemudian membisikkan satu kata ke telinga Uban dan setelah itu dirinya
berkata "Sesampainya disana kau akan mendapati sebuah makam yang dihiasi
tujuh buah payung beraneka warna. Tunggulah disitu namun jangan menunggu lebih
dari dua Purnama! Akan ada seseorang
yang akan mendatangimu dan kau bisa menyerahkan anak terkasih ku ini
kepadanya." Jabrik Sakti nampak mengagukkan kepala mendengar apa yang
disampaikan oleh Iblis Bongkok.
Bocah yang cerdas ini
kemudian terlihat mengendurkan kain jarik yang terselempang di dadanya dimana
bagian belakang kain yang berada dibelakang tepat dipunggungnya tersembunyi
kitab seribu bintang. Kain dibagian depan yang berupa simpul dengan cekatan
dibuatnya menjadi sebuah gendongan yang cukup untuk menggendong bayi mungil
Intan Suci Angin Timur! Melihat kecakapan anak tersebut kembali membuat Wiro
menjadi semakin kagum. Pada saat itu tiba-tiba satu suara Auman harimau
terdengar membahana ditempat itu disusul munculnya satu sosok harimau berwarna
putih berjalan perlahan menuju kearah Iblis Bongkok "Kau datang di saat yang tepat sahabatku
Datuk Rao Bamato Ijo! Terima kasih kau sudi datang memenuhi panggilan ku
ini.." ucap Iblis Bongkok yang disambut suara gerengan perlahan sang raja
rimba.
Mata Uban terlihat
terpana melihat kedatangan harimau gaib Datuk Rao Bamato Ijo. Dia memang pernah
bertemu muka dengan harimau peliharaan kakek gurunya Datuk Perpatih Alam Sati
yang dipanggil dengan sebutan Datuk Balang Rancak, tubuh harimau peliharaan
sang kakek guru memanglah besar tapi jika dibandingkan dengan ukuran Datuk Rao
Bamato Ijo jelas masih kalah jauh! Nampak Iblis bongkok dan Datuk Rao Bamato
Ijo saling menempelkan dahi seolah saling berkomunikasi. Suara erangan lirih
dari sang harimau terdengar pilu seolah mengkhawatirkan keadaan sang pria yang
di punggungnya terdapat punuk daging ini. "Aku tidak apa-apa Datuk Rao..
Percayalah.. yang saat ini aku khawatirkan adalah keselamatan dua bocah ini...
Ini adalah permintaan ku yang terakhir padamu wahai sahabatku Datuk Rao...
Sudikah kiranya kau menjaga keduanya sampai ketempat tujuan seperti yang telah
disampaikan kepadamu?" Sang harimau nampak mengangguk dan menggereng
lirih. Iblis Bongkok kemudian memandang kearah Jabrik Sakti. "Uban bocah
baik, mendekatlah dan naiklah ke bahu sahabatku ini.. Dia akan menjagamu dan
bayi kecilku sampai ke tujuanmu..." Ucap Wiro. "Per.. Permisi Uwak..
Maaf jika aku menyakitimu... Jangan marah padaku..." Ucap Uban dengan
suara jerih kala sang bocah remaja memegang dan membelai tubuh Datuk Rao Bamato
Ijo.
Sang harimau nampak
mengaum pelan mengagetkan Uban dan kemudian secara aneh tubuhnya seperti
tersedot naik dan kemudian jatuh menempel dalam posisi mengangkangi bahu sang
harimau! Benar-benar tidak habis pikir!
Batin sang bocah. "Kalian harus bergegas.. Waktunya sudah tidak banyak
lagi..." Ucap Wiro sambil menatap dengan pandangan berat. Demikian juga
yang dirasakan oleh Jabrik Sakti. "Jaga dirimu baik-baik kakak pendekar..
Aku akan pergi namun aku berjanji aku pasti akan kembali untuk menemuimu
setelah amanatmu ini aku laksanakan.." ucap Jabrik Sakti yang dibalas
dengan anggukan pelan oleh Wiro. Harimau sakti yang ditunggangi oleh bocah
remaja ini perlahan beranjak pergi sambil tidak lupa mengeluarkan Auman
perpisahan dan mulai melesat cepat menembus kegelapan gua meninggalkan Iblis
Bongkok yang akhirnya hanya bisa diam terpaku sedih sambil menatap jenazah Ratu
Duyung.
Tidak sampai
sepenanakan nasi setelah Datuk Rao Bamato Ijo pergi membawa Jabrik Sakti Wanara
dan Intan Suci Angin Timur dari Goa Cadas Kencana, tiga bayangan nampak melesat
datang dari ujung goa yang lain dan langsung menghampiri kearah Iblis Bongkok
dan Jenazah Ratu Duyung berada. Suara kejut tercekat nampak terdengar dari
ketiga orang yang baru datang "Bongkok Hina Keparat! Apa yang kau perbuat
pada sahabat kami?" Bentak seorang wanita berambut pirang yang tidak lain
tidak bukan adalah Bidadari Angin Timur! Bidadari Angin Timur bersama Suci dan
Purnama memang tersesat didalam goa cadas kencana setelah lepas dari jerat gaib
pengunci roh milik Hantu Malam Penjerat Jiwa. Ketiganya berlarian dengan secara
sembarang manakala ketiganya bertemu dengan Iblis Bongkok yang nampak bersimpuh
di hadapan sosok yang mereka kenali sebagai sosok Ratu Duyung ini. Purnama yang
melihat gelagat tidak baik langsung mendekat kearah sosok Ratu Duyung yang
tergeletak dilantai gua dan mendadak wajah jelitanya memucat putih seputih
kertas!
"Ya Tuhan! Ratu
Duyung sudah tidak bernyawa! dan.. dan bayi dalam kandungannya telah
menghilang!" Suara menggeru terdengar dari mulut Bidadari Angin Timur dan
Suci secara bersamaan. Kedua wanita sakti ini secara serempak melepaskan
pukulan sakti masingmasing ke arah Iblis Bongkok yang disangka mereka telah
membunuh Ratu Duyung! "Jahanam keparat! Kembalikan nyawa Ratu
Duyung!" Teriak Suci dengan air mata berlinang. Bagaimana pun gadis dari
alam gaib ini memandang Ratu Duyung sebagai salah satu pesaing dalam
memperebutkan hati Pendekar Dua Satu Dua, sang gadis yang dikenal dengan
julukan Dewi Bunga Mayat ini masih merasa berhutang budi kepada Ratu Duyung
atas kebaikan hatinya. Sementara itu tanpa disangka-sangka oleh Bidadari Angin
Timur dan Dewi Bunga Mayat, Iblis Bongkok yang mereka anggap sudah mencelakai
Ratu Duyung ternyata tidak menghindar sedikitpun dan menelan mentahmentah
pukulan sakti yang dilepaskan mereka berdua!
Alhasil suara
berdentum keras terdengar dibarengi melesatnya tubuh bongkok sang pendekar yang
nampak keras membentur dinding goa! "Ahh.. " tanpa sadar keduanya
berseru lirih karena tak menyangka kalau sosok yang mereka hantam dengan
pukulan sakti tersebut ternyata tidak membalas atau menghindar sedikitpun dari
datangnya kedua pukulan mematikan yang dilepaskan oleh mereka berdua!. Tanpa
terasa keduanya langsung melayang mendekati tempat dimana Iblis Bongkok Bulan
Matahari terpental dan membentur dinding goa.
Keduanya nampak
terdiam manakala samasama melihat keadaan mengenaskan Iblis Bongkok. Tubuh sang
pria tampak terselip dalam geroakan batu goa yang terbentuk akibat benturan
keras dari tubuh yang menghantam dinding goa dengan dahsyatnya. Darah hitam
membiru terlihat menetes dari sela-sela mulut topeng ludruk kayu cendana yang
sedang tertunduk sementara kain baju dan celana yang dipakai iblis bongkok
nampak sebagian hancur rusak dan robek disana-sini akibat kedahsyatan kedua
pukulan sakti yang membentur tubuh Iblis Bongkok Bulan dan Matahari alias
pendekar Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua Wiro Sableng!
Wiro kemudian nampak
kembali memejamkan kedua matanya sesaat manakala kejadian lama tersebut
terbayang kembali dalam ingatannya. setetik air nampak keluar dari sudut mata
sang pendekar lalu tiba-tiba satu bayangan peristiwa kembali terlihat di balik
pelupuk mata sang pendekar. saat itu dalam keadaan lemah tak bertenaga, dirinya
yang tidak bisa bergerak karena dalam
pengaruh kuncian Tiga Belas Orang Aneh Menara Bangkai terpaksa harus melihat
dengan mata kepalanya sendiri suatu peristiwa yang tidak akan pernah dilupakannya
seumur hidup.
Kala itu dengan mata
yang terpentang lebar, Pendekar Dua Satu Dua harus melihat peristiwa manakala
Sukat Tandika atau Tua Gila nampak bertarung beradu punggung dengan seorang
wanita paruh baya berwajah cantik. wanita cantik ini ternyata adalah Sinto
Gendeng gurunya sendiri yang telah melepas topeng kulit tipis yang selama ini
dipakainya. keduanya nampak bersatu padu melawan keroyokan Kanjeng Ratu
Penguasa Perut Bumi, Datuk Akhirat Seribu Raga Seribu Sukma, Sesepuh Segoro
Wetan, Pendekar Seribu Bayangan, Iblis Hitam Perut Bumi dan Hantu Malam
Penjerat Jiwa.
Kedua dedengkot dunia
persilatan murid Kiai Gede Tapa
Pamungkas ini semenjak dibuka kuncian kesaktian masing-masing oleh sang Kiai,
kini nampak bertarung garang bagaikan sepasang harimau tumbuh sayap! kerubutan
serangan para tokoh kerajaan perut bumi yang sebagian besar dilakukan dengan
cara licik dan curang pun dibalas dengan sambutan serangan pedang sinar inti
roh dan pukulan tapak mentari jingga yang dilepaskan oleh Sinto Gendeng dan Tua
Gila secara tidak berkeputusan! para tokoh kerajaan perut bumi ini sontak
berusaha melarikan diri dengan saling berebut melesat menjauhi keduanya yang
nampak laksana banteng ketaton menyerang para tokoh sesat yang mengerubuti
keduanya.
"Ayo kemari
mendekat setan-setan perut bumi keparat! Jangan cuma berani mengeroyok seperti
tikus-tikus kapiran! Maju semua kowee..!!!" teriak Sinto Gendeng dengan
penuh emosi. baru saja sang nenek yang ternyata adalah seorang wanita cantik
paruh baya ini hendak melesat mengejar para tokoh kerajaan perut bumi yang lari
memencar ini, tiba-tiba dari dalam tanah dibawah kakinya menyeruak sepasang
tangan yang sedemikian besar menangkap dan mencengkram tubuh Tua Gila dan Sinto
Gendeng dengan kecepatan luar biasa dan tanpa disangka-sangka sebelumnya!
"Sintooo cepat lariiii..." teriak Tua Gila namun suaranya terasa tercekat di leher manakala tekanan maha besar menghimpit tubuhnya dan dengan cepat meremukkan tulang tulang disekujur tubuhnya. sungguh amat disayangkan teriakan pendekar tua yang masa mudanya dikelilingi oleh wanita cantik ini hanyalah sebuah teriakan sia-sia belaka. saking cepatnya pergerakan kedua tangan raksasa tersebut, Tua Gila sampai tidak menyadari kalau nyatanya Sinto Gendeng pun mengalami nasib yang serupa dengan dirinya, sama-sama tertangkap oleh tangan raksasa. "Sukaaat..." balas lemah Sinto Gendeng sebelum akhirnya terdiam untuk selama-lamanya menyusul kepergian saudara seperguruannya dimasa silam itu. nasib tragis yang sama juga akhirnya dialami oleh Sinto Gendeng. badannya remuk dan hancur tulang dan sekujur tubuhnya oleh remasan tangan raksasa dewa tanah sang pemimpin utama kerajaan perut bumi yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah!
Bab 3
B |
ayangan peristiwa kematian kedua orang guru yang begitu
dihormati oleh Wiro tersebut perlahan mulai memudar dari pandangan ingatan
batin Pendekar Dua Satu Dua, begitu juga dengan kesadarannya. Tubuhnya yang
mendingin mulai bergerak pelan menuju kearah kebekuan dan kekosongan alam
semesta. namun tanpa pernah disangka dan tanpa pernah diduga sebelumnya,
tiba-tiba diantara kesunyian semesta dan entah datang darimana,
sekonyong-konyong terlihat bayangan berbentuk tujuh payung kertas aneka warna
begerak dan kemudian menumpuk menjadi satu di bawah punggung Pendekar Dua Satu
Dua! Sebuah bunga kenanga juga nampak terlihat muncul secara tiba-tiba di dada
sang pendekar dan mulai terlihat mengeluarkan pendaran cahaya yang bersinar
redup. dan tidak sampai disitu, beberapa saat kemudian entah dari mana pula
datangnya, terlihat sebuah cermin kecil yang terlihat retak nampak bergerak
mengitari tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan saling silih berganti memantulkan
cahaya matahari dan rembulan ketubuh Pendekar Dua Satu Dua!
Tubuh Pendekar Dua
Satu Dua yang sebelumnya bergerak menjauh dari pusat tata surya, tiba-tiba
terhenti dan kemudian beranjak perlahan kembali mendekat kearah sumber cahaya
matahari dan rembulan. Satu kekuatan yang luar biasa nampaknya masih belum rela
tubuh Pendekar Dua Satu Dua berakhir hilang dalam kegelapan alam semesta!
Kembali ke pertarungan akhir di bumi Mataram,
Serangan Ratu Laut Utara Sri Ratu Ayu Lestari yang dibantu oleh serangan Nyi
Roro Kidul sontak hilang tak berbekas manakala tiba-tiba sang resi melompat
tinggi dan berputar kencang laksana kitiran gasing! Dengan kecepatan luar biasa
keduanya pun kontan terlempar dari kereta kencana masing-masing yang sontak
porakporanda! "Celaka! kita tidak akan mempunyai kesempatan mengalahkannya
jika makhluk sialan ini tidak menyentuh bumi!!" seru Mahesa Edan yang
masih berpegangan pada papan nisan miliknya yang terombang-ambing dalam pusaran
air yang terbentuk oleh putaran tubuh sang Resi Raksasa. "Kekuatan makhluk
ini sangat luar biasa yang mulia raja, kita harus mencari cara untuk
menghentikannya..." ucap Mahesa Kelud kepada sang raja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah
Pasingsingan yang berada didekatnya.
Sang paduka raja
nampak mengerenyitkan kening "Kini kita hanya bisa bergantung pada dua
sahabat kita yang berada dibalik celana makhluk ini wahai sahabat Mahesa
Kelud" ucap sang raja sambil melindungi tubuh Roro Jonggrang yang berada
dibalik pungungnya.
Sementara itu Setan
Ngompol yang berada dibalik celana sang resi nampak mengerjapkan kedua matanya
menahan rasa pusing akibat pergerakan putaran sang resi jelmaan keenam dewa
"Aku sudah tidak kuat lagi Ning! kepalaku rasanya mau pecah! bukan saja
karena perputarannya namun juga karena aroma selangkangan makhluk sialan
ini!" teriak sang kakek.
"Aroma selangkangan
sendiri kau bisa tahan, tapi aroma selangkangan orang lain kau sampai-sampai
hendak semaput! dasar kakek keblinger! sudah! Bertahanlah sebentar lagi kek!
Aku juga sudah tidak tahan sebenarnya sama seperti dirimu, tapi saat ini yang
terpenting adalah aku harus mencari posisi urat yang tepat!" sambung Naga
Kuning sambil meraba-raba kantung menyan raksasa tempat dirinya sedang merayap
di sebelah kiri "Ketemu kek! Aku sudah dapat titik pusat sasarannya!
Bagaimana dengan diri mu kek?" teriak Naga Kuning "Aku juga
sebenarnya sudah dapat titik tujuannya ning! Sudah kutandai pakai ludah! tapi
kepalaku masih pusing!!!" seru sang kakek sambil satu tangannya memegang
rambut kemaluan sang resi erat-erat.
"Sekaranglah
saatnya kek!" teriak Naga Kuning sambil mulai bersiap-siap menusuk kantung
menyan sebelah kiri yang bergandul gandul tak karuan. "Satuuuu..."
teriak Naga Kuning yang kemudian dibalas Setan Ngompol "Duaaaaa....."
dan akhirnya "Tigaaa..." teriak Setan Ngompol dan Naga Kuning
berbarengan sembari menusukkan pasak batu pemasung dewa yang sebelumnya terikat
di pundak masing-masing. Paku berbentuk pasak batu sepanjang satu tombak yang
terbuat dari bahan yang sama yang digunakan para dewa pemberontak kala memasung
naga dewa Kiai Naga Waskita dan naga dewa Kiai Naga Wisesa ini, langsung
melesat masuk ke dalam bola daging berurat berbulu besar sebelah milik sang
resi dewa raksasa!
Mata
Resi Raksasa tiba-tiba membeliak besar! pusaran badannya tiba-tiba terhenti dan
ini membuat tubuhnya akhirnya kembali turun
menjejakkan kaki ke bumi dibarengi suara raungan kesakitan menggelegar!
"Mereka berhasil! Cepat sahabat mahesa
berdua!! Sekarang giliran kalian...!" teriak sang
Maharaja Mataram kearah kedua pemuda gondrong berbaju putih
yang terlihat masih mengapung di permukaan air laut yang membanjir. Mahesa
Kelud dan Mahesa Edan sontak menyelam ke dalam pusaran air dan berenang
mendekat ke arah sepasang telapak kaki dari sang Resi Raksasa lalu secara
berbarengan, keduanya pun mengambil pasak batu pemasung dewa yang juga nampak
terikat pada punggung masing-masing dan secara serempak menusukkan paku
tersebut ke kedua punggung telapak kaki sang dewa raksasa. suara kesakitan yang
teramat dahsyat kembali keluar dari mulut Resi Raksasa!
Melihat hal ini Dewa Tuak yang berada dilangit
dan memimpin barisan rantai sambung hati dewa dan manusia, kemudian berseru
keras kearah para dewa dan tokoh persilatan yang saling tersambung berpegangan
tangan tersebut "Mereka berhasil memantek resi gabungan dewa sesat itu! Sekarang
giliran kita wahai para dewa dan manusia!" sang kakek sakti guru terkasih
dewi selendang ungu ini kemudian menyalurkan seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya ke arah titik diantara alis dan kemudian membaginya ke kedua
telapak tangannya yang saling berpegangan tangan dengan para dewa dan tokoh
silat lainnya. Hal ini juga dilakukan oleh Ajengan Manggala Waneng pati,
Karaeng Uleng Tepu, Si Penolong Budiman,
Hantu Raja Obat, Lakasipo,
Tubagus
Kesumaputera, Dewa Langit Harimau Agung, Dewi Langit Bunga
Matahari, dan tokoh tokoh dari kalangan dewa maupun manusia yang yang tergabung
dalam jalinan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia.
Sinar berwarna
keemasan yang timbul dari pertengahan kening dan jalinan genggaman tangan ini
lalu dari pelan kemudian menjadi cepat saling berputaran dan kemudian membentuk
cahaya berwujud aksara langit yang tertata rapi dan kemudian saling terjalin
laksana ribuan tambangtambang emas yang kemudian melesat turun dan membelit
sekujur tubuh resi dewa raksasa. "Sekaranglah saatnya yang mulia.. Saatnya
telah tiba bagi dirimu dan para sahabat lainnya menghancurkan angkara
murka.." ujar dewi Roro Jonggrang dengan lirih. tubuh sang dewi mulai
melemah dan sebagian tubuhnya perlahan namun pasti terlihat kembali berubah
menjadi batu! sungguh amat disayangkan, pertarungan yang panjang dan melelahkan
terutama saat sang dewi bertarung melawan Bandung Bondowoso telah menghabiskan
banyak energi hidup sang dewi.
Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan memandang
perubahan tersebut dengan pandangan sedih. "Aku akan kembali dewi ku.. aku
berjanji akan kembali.." ujar sang raja lirih lalu perlahan melepaskan
genggaman tangannya dari genggaman sang dewi. sang raja kemudian bergabung
dengan Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu Lestari merangsek menggempur Resi
Raksasa yang tubuhnya terpasung oleh pasak batu pemasung dewa dan ikatan Rantai
Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia.
Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dan keris Widuri
Bulan diacungkan terpusat kedepan dan sang raja nampak melesat dalam gerakan
memutar laksananya bor raksasa kearah jantung sang Resi
Raksasa. Nyi Roro Kidul juga nampak mengarahkan kedua
telapak tangannya kearah belakang cermin sakti dasar samudera dan dari cermin
sakti tersebut keluar sinar panjang berwarna putih kebiruan menghantam dada
sebelah kanan. jika raja Mataram dan ratu penguasa laut selatan menyerang dari
arah sebelah depan, maka Sri Ratu Ayu Lestari menggunakan kedua telapak
tangannya nampak mengerahkan ilmu Naga Samudera Merobek Cakrawala kearah
punggung sang Resi Raksasa. Sinar
berbentuk gelombang berwarna hijau menerjang ganas langsung ke arah punggung
sang resi!
Serangan serempak
dari penguasa dataran dan laut tanah jawa ini memang sangatlah luar biasa dan
mungkin akan berdampak serius jika dijatuhkan kearah salah satu dewa
pemberontak. namun sayangnya resi gabungan dari keenam dewa ini memang
sunguhlah tangguh luar biasa. Hampir sepeminuman teh berlangsung namun tubuh
sang resi yang dihantam pukulan sakti dari tiga jurusan ini nampak tidak mengalami kerusakan yang
berarti. Sang resi yang digempur oleh serangan dari raja dan ratu penguasa bumi
dan laut Mataram ini nampak hanya mengetarkan tubuhnya dan menggeliat keras
membuat ikatan rantai aksara emas hati dewa dan manusia terdengar bergemerincing
keras.
"Tenaga kita bertiga belum cukup kuat
untuk menghancurkan tubuhnya..." keluh raja Mataram yang masih terus
berusaha menembus pertahanan dada sang resi sebelah kiri "Teruslah
mencoba! Kita serahkan hasilnya ke tangan Yang Maha Kuasa.." balas Nyi
Roro Kidul seraya menambahkan tenaga dalamnya ke arah cermin sakti dasar
samudera. Mendadak sang resi nampak menutup matanya lalu terlihat ubuh sang
resi bergetar sesaat sebelum tiba-tiba mengeluarkan hentakan keras! Dari
hentakan tersebut timbullah getaran tenaga tidak kasat mata yang menyebar
kesegala arah laksana gelombang yang timbul pada batu yang dilempar di genangan
air dan langsung menghantam raja Mataram, Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut
Utara!
Nyi Roro Kidul dan
Sri Ratu Ayu Lestari nampak menjerit kecil dan terlempar masuk kedalam air
sementara raja Mataram yang berada paling dekat dengan tubuh sang resi
dewa nampak terpental jauh melesat
akibat terhantam tenaga hentakan yang keluar dari dalam tubuh sang Resi
Raksasa. "Apakah semuanya akan berakhir seperti ini?" keluh sang raja
sambil memegang dadanya yang berdenyut keras akibat terhantam hempasan
gelombang tenaga maha dahsyat yang dikeluarkan oleh sang makhluk raksasa.
Disekanya bibirnya yang mengeluarkan darah dan dipandangnya dewi Roro Jonggrang
yang memapahnya bangun dengan pandangan sedih.
Disisi lain, resi dewa raksasa yang berhasil
menghempaskan ketiga penyerangnya kemudian terlihat berusaha melepaskan diri
dari rantai-rantai yang mengikatnya dan menggapai kearah bawah
selangkangannya dimana dirasakan sakit yang luar biasa. Naga
Kuning dan Setan Ngompol yang masih bergelantungan di rambut kelamin sang resi
tentu saja menjadi terguncang terombang ambing tak karuan! "Saat nya kita
pergi kek, sebelum kepala kita menjadi korban garukan galer!" teriak Naga
Kuning sambil melepaskan pegangannya pada bulu kemaluan sang resi dan meluncur
turun. Setan Ngompol sebenarnya berusaha menanyakan apa yang dimaksud oleh sang
bocah namun akibat terguncang akibat goyangan pinggul sang Resi Raksasa, sang
kakek bau pesing ini pun akhirnya terlepas pegangannya dan turut meluncur turun
di kaki celana sang resi "Tobaaat biyuung" teriak sang kakek kencang!
Sementara itu
walaupun terkunci di bagian kaki dan daerah kemaluannya, namun bagian atas yang
terikat rantai aksara emas sambung jiwa hati dewa dan manusia masihlah memiliki
tenaga dan kedua tangan sang resi terlihat bergerak menggapai kesana kemari
berusaha melepaskan belitan rantai tersebut satu persatu. Raja Mataram bersama
kedua ratu dan para dewa serta semua tokoh dunia persilatan yang masih tersisa
mulai putus asa melihat hal ini. "Habislah kita... Kerajaan ini akhirnya
harus berakhir ditanganku..." keluh sang raja. Namun di saat keputus asaaan melanda seperti itu,
semua orang tiba-tiba merasakan datangnya hawa panas yang luar biasa dan sontak
tiba-tiba memalingkan wajahnya kearah langit!
Disana tidak begitu jauh dari barisan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia, nampak tiga bintang berekor berwarna kebiruan melesat turun saling berkejaran kearah bumi langsung menuju Resi Raksasa! "Dia kembali! Pendekar Dua Satu Dua kembali!" teriak raja Mataram kegirangan. "Orang Sableng itu memang punya banyak kejutan..." kekeh Mahesa Edan yang sedang terapung sambil berpegangan pada papan kayu nisan hitam miliknya. Memang setelah berhasil menancapkan pasak batu pemasung dewa, kedua pendekar tersebut langsung berenang ke permukaan untuk mengambil nafas. Dan benar seperti yang dikatakan oleh raja Mataram, ketiga bintang yang melesat turun tersebut adalah Wiro dan kedua bayangannya dari ilmu tiga bayangan pelindung raga yang diajarkan oleh nenek sakti Rauh Kalidathi. Menggunakan ilmu Bintang Jatuh Menghujam Latinggimeru yang diajarkan oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud, Wiro turun dari angkasa sambil memecah diri menjadi tiga wujud dan masing-masing wujud melambari sepasang tangan masing-masing dengan ilmu Tapak Mentari Tengah Malam, tapak Rembulan Tengah Hari dan Tapak Surya Gugur Gerhana!
Bab 4
I |
ntan Suci Angin Timur memegang surai puti sembrani
erat-erat. perjalanan kembali ke permukaan dari inti bumi memang memakan waktu
yang tidak sebentar. Setelah sebelumnya berhasil mengenyahkan kabut dewa yang
berpusat di inti bumi dan melepaskan pasak batu pemasung dewa dari tengkuk
sepasang naga pemutar poros bumi yakni Kiai Naga Wisesa dan Kiai Naga Waskita,
akhirnya Intan Suci Angin Timur pun berpamitan dengan Kiai Jiwo Langgeng
makhluk abadi penunggu pohon kalpataru atau pohon kehidupan yang berada di dasar
inti perut bumi.
Hampir sepuluh kali penanakan nasi barulah
Intan Suci Angin Timur mulai melihat cahaya di ujung terowongan batu tempat
masuk kedalam inti bumi. setelah melewati mulut terowongan batu, udara segar
pun langsung masuk kedalam hidung sang bocah cilik. putri pasangan Pendekar Dua
Satu Dua dan Ratu Duyung ini pun kemudian menghirup napas dalam-dalam dan
kemudian menghembuskannya. "Perjalanan kita masih panjang Puti.. Dan aku
jujur tidak tahu harus memulainya dari mana..." ucap sang bocah sambil
membelai surai sang kuda bersayap yang ditungganginya.
Tiba-tiba sang bocah
menolehkan kepalanya saat sayup-sayup terdengar ada suara seseorang yang
memasuki telinga mungilnya "Mungkin kau bisa memulai nya dari sini dulu
cucuku Cah Ayu" satu suara dibarengi suara goncangan kaleng rombeng
terdengar memasuki telinga Intan Suci Angin Timur. Dari atas tunggangannya sang
bocah cilik nampak mengedarkan pandangannya kearah bawah, setelah mencari
beberapa saat dilihatnya sebuah pedataran luas yang gersang dan ada sebuah
pohon yang nampak disitu berdiri kokoh sendirian ditengah padang tandus. nampak
dibawah naungan pokoknya ada seorang kakek yang duduk sambil terus
menggoncang-goncang kaleng rombengnya yang berisi batu!
"Kakek Segala Tahu!" seru sang bocah
yang kemudian mengarahkan kuda sembari tunggangannya kearah dimana sang kakek
berada. begitu turun dari tungangannya bocah kecil tersebut langsung berlari
dan kemudian memeluk sang kakek yang nampak semakin girang menggoyang-goyangkan
kaleng rombengnya. "Sudahkah kau bebaskan kedua naga sepuh itu Cah
Ayu?"ucap sang kakek bermata putih sambil mengelus rambut pirang Intan
Suci. Sang gadis pun mengangguk namun kemudian ganti terisak
"Tapi Uwak... Aku tidak berhasil menyelamatkan Uwak
kakek..." isak sang gadis dalam pelukan Kakek Segala Tahu. sang kakek
tampak tersenyum sebelum kembali berujar. "Hidup dan mati, jodoh pertemuan
dan perpisahan.. Adalah rahasia yang sudah ditentukan oleh yang maha kuasa.
Uwakmu itu walaupun hanyalah seekor harimau dalam berbentuk roh, namun dirinya
sudah menunjukkan baktinya dengan menjaga dan mengurusmu sampai sebesar ini.
Jadi relakanlah kepergian uwakmu itu Cah Ayu" Intan Suci nampak mengusap
air matanya dengan kedua tangan lalu mengangguk sedih. "Kata-kata kakek sama
persis seperti apa yang dikatakan eyang Jiwo Langgeng... Aku bukannya bermaksud
tidak menerima kepergian Uwak kakek, hanya saja aku sekarang bingung harus
melakukan apa setelah ini..." ucap sang bocah kecil sambil sesekali
terlihat sesenggukkan.
Kakek Segala Tahu kembali membunyikan kaleng
rombengnya sebelum kembali berujar. "Rupanya masih hidup juga makhluk bijak
penghuni pohon Kalpataru tersebut... Adalah suatu keberuntungan kau masih bisa
berjumpa dengan dirinya.." ucap sang kakek yang kemudian kembali berujar
"Angkara murka masih merajalela... tenagamu masih dibutuhkan cucuku Cah
Ayu... Kau harus kembali kepada ayahmu dan membantunya melawan kezaliman yang
meneror negeri ini.." Nampak awan murung seketika menggelayut di wajah
gadis cilik ini. "Aku tidak punya ayah! Orang yang kakek sebut sebagai
ayahku itu sudah sedemikian jahatnya meninggalkan aku di dunia ini!
Satu-satunya yang sayang padaku hanyalah uwak dan kakang
Wanara!' sengit bocah kecil ini.
Kakek Segala Tahu
nampak mengelus janggutnya dan menengadah keatas. "Langit oh langit...
Sudah terlalu banyak penderitaan yang kulihat dengan mata batinku di pelataran
bumi ini... Sungguh dari semuanya itu kiranya tidak ada yang lebih menangung
derita dari pada ayah gadis kecil ini.." ucap Kakek Segala Tahu sambil
kembali menggoncangkan kaleng bututnya keras-keras "Ma.. Maksud kakek apa?
Bu.. Bukankah ayahku adalah orang jahat yang dibuang oleh para dewa atas langit
dan menjadi orang jahat yang membunuh para tokoh persilatan golongan putih?
ucap Intan Suci keheranan dan memandang terus kearah Kakek Segala Tahu.
Setelah puas
memainkan kaleng rombengnya, Kakek Segala Tahu pun kemudian berucap pelan
kearah Intan Suci Angin Timur. Sang kakek kemudian menceritakan bagaimana nasib
sang ayah Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng yang terpenjara dalam wujud patung
batu selama delapan ratus tahun. Diceritakan pula bagaimana dalam wujud roh
selama berada dalam sekapan patung batu, Wiro Sableng dan Luhcinta atau dewi
langit bunga tanjung harus berhadapan dengan pengadilan tahta dewa negeri atas
langit karena dituduh telah mencuri kitab Jagat Pusaka Dewa dan mencuri kedua
ilmu sakti yang berada di dalamnya dari kuil Candrasoma di bulan dan kuil surya
Mentari di matahari.
Akibat tuduhan
tersebut sang pendekar menjalani hukuman dera sampai menjadi bongkok sementara
Luhcinta sendiri menjalani pengasingan di penjara istana langit sebelum
akhirnya mengorbankan diri untuk mendapatkan bunga Tanjung Kasih Dewa yang
berada dikeningnya, sementara tulang punggungnya sendiri dijadikan busur
gendewa cinta kasih yang dipersiapkan oleh para dewa sebagai senjata pamungkas
dalam menghadapi para dewa yang memberontak.
Sang kakek kemudian
juga menceritakan bagimana Pendekar Dua Satu Dua dalam keadaan bongkok dan
memakai topeng ludruk kayu cendana kembali mendapatkan fitnah kala menghadiri
rapat dunia persilatan yang dilakukan di kepulauan Riung. Sang pendekar dituduh
membunuh secara membokong Raja Penidur dan dianggap sebagai tokoh antek-antek
kerajaan Perut Bumi dan diburu oleh seluruh tokoh dunia persilatan baik dari
golongan putih maupun dari kerajaan Perut Bumi. "Kalau masalah tokoh dunia
persilatan yang dikatakan telah dibunuh oleh ayah, sejujurnya aku juga tidak
tahu kek dan aku pun masih sangsi. Namun eyang Raja Penidur bukan meninggal karena
dibunuh oleh siapa-siapa! eyang meninggal dalam tidurnya setelah menyerahkan
kembali amanat kitab seribu bintang yang telah terisi bunga tanjung kasih dewa
kepada kakang Wanara kek! aku dan kakang Wanara lah yang menguburkan jasad
beliau jadi bukan ayah pembunuhnya kek!" seru sang gadis cilik memotong
cerita Kakek Segala Tahu.
Kakek Segala Tahu
kembali menggoyangkan kaleng rombengnya beberapa saat sebelum kemudian lanjut
berbicara "Kau benar sekali Cah Ayu.. Itu sebenarnya adalah jebakan dan
fitnah para tokoh kerajaan perut bumi yang menyelusup ke pertemuan akbar
tersebut. Ayahmu itu tidak salah apa-apa... Namun dampaknya dia jadi tidak
dipercayai dan malah dikejar-kejar oleh semua pihak..." ucap sang kakek.
Kakek Segala Tahu kemudian lanjut berujar "Namun dari semuanya itu
kehilangan ibumu dan dirimu serta harus melihat kedua gurunya dibantai oleh
para tokoh kerajaan perut bumi mungkin adalah hal yang terberat yang harus
ditanggung oleh ayahmu itu..." Intan Suci yang sebelumnya menundukkan
kepalanya kemudian mengangkat wajahnya yang dipenuhi oleh air mata
"Maafkan aku
kek.. Aku benar-benar tidak tahu dan bersalah karena menganggap ayah sebagai
orang yang jahat... Aku tidak tahu jika nasib ayah ternyata setragis itu
kek..." ucap sang bocah yang kemudian kembali menangis dan memeluk Kakek
Segala Tahu. "Semua orang mempunyai takdirnya masing-masing Cah Ayu...
Begitu juga dengan ayahmu... Walaupun memang begitu berat yang harus
ditanggungnya, namun percayalah sudah tersedia ganjaran yang setimpal dan berkah
tersembunyi buat ayahmu itu..." " Jadi aku harus bagaimana kek... Aku
merasa tidak berani bertemu dengan ayah..." "Bangunlah cucuku Cah
Ayu.. Kau harus beranjak pergi menemui ayahmu.. Dia membutuhkan mu saat
ini..." "Tapi aku..."
sang kakek kemudian meletakkan kaleng rombengnya dan memegang kedua pundak sang
bocah. "Dengarlah cucuku Cah Ayu... Bukan cuma ayah mu saja yang
membutuhkanmu saat ini.. Namun seluruh umat manusia.. Pergilah menjemput
takdirmu.. Mereka menunggumu di Mataram saat ini... Bahkan ku rasakan pula
kakang mu itu juga kini sedang beranjak
pergi menuju kesana." "Benarkah seperti itu kek? dimanakah arah yang
harus kutuju?" "Kau lihat langit disebelah barat sana? Langit yang gelap
kelam dan berpetir dikejauhan sana? Itulah tempat yang harus kau tuju..."
"Baiklah kalau begitu kek.. Aku akan pergi sekarang... Jaga diri kakek
baik-baik.. ucap sang gadis cilik seraya mencium tangan sang kakek dan kemudian
bergegas menaiki Puti Sembarani dan terbang menuju langit sebelah barat. "Doa
ku selalu bersamamu cucuku Cah Ayu..." ucap lirih sang kakek sebelum
akhirnya kembali terlihat sibuk menggoyang kaleng bututnya yang berisi batu.
Bab 5
W |
iro perlahan membuka kedua
matanya. Cahaya silau namun hangat terasa menerpa wajahnya. Walaupun agak kabur
di awal, namun akhirnya pandangannya kemudian menjadi lebih jelas. dirinya
kembali mendapati dirinya di satu pedataran rumput yang luas dan dirinya tidak
sendiri, dirinya kala itu dirinya dikelilingi puluhan sosok bertubuh raksasa
tinggi besar yang terdiri dari pria dan wanita berjubah putih. hal ini kembali
mengingatkan sang pendekar kala dulu pertama kali mengunjungi negeri
Latanahsilam. Dirinya saat itu terpesat kenegeri itu dalam
keadaan tubuh kecil sementara para penduduknya bertubuh raksasa. Wiro kembali
menatap para raksasa dihadapannya, para pria dan wanitanya nampak terlihat
tampan dan cantik namun berwibawa. Satu
kesamaan dari makhluk makhluk yang mengelilinginya tersebut adalah sebagian
terlihat memegang pedang naga suci dua satu dua dalam ukuran besar dan sebagian
lagi memegang kapak bermata dua berukuran besar yang sangat persis seperti yang
dimilikinya, kapak maut naga geni dua satu!
"Wahai anak
manusia yang terlahir bernama Wiro Saksana! Selamat datang kembali ke lembah
Jagat Semesta Dua Satu Dua..!" ucap satu suara yang mengembalikan
kesadaran pendekar satu dua sepenuhnya. “Eyang Jagat Satria...” ucap sang
pendekar seraya bergegas bangun dan berlutut dihadapan sosok terdepan dari
barisan manusia raksasa yang berdiri mengelilinginya. Perlu diketahui ini
merupakan kedatangan kedua Pendekar Dua Satu Dua di lembah yang dinamakan jagat
semesta dua satu dua ini. Jagat semesta dua satu dua adalah satu tempat di alam
semesta yang bisa tersambung dengan kesadaran hakiki yang terdalam dari diri
seseorang. Semesta ini juga merupakan dunia dimana para pemegang terdahulu
kapak naga geni dua satu dua dan pedang naga suci dua satu dua dari berbagai semesta
dan dimensi yang sudah melepaskan ikatan samsara antara dunia dan akhirat
akhirnya berkumpul dalam keabadian.
Pendekar Dua Satu Dua memasuki alam semesta
ini kali pertama adalah saat dirinya tidak sadarkan diri di setu lintang
kemukus atau jembatan bintang berekor. Saat itu rohnya dan Luhcinta sedang
melakukan perjalanan menuju matahari guna mendapatkan rahmat Chandrasoma dan
berkah surya mentari yang menjadi syarat dalam kitab Jagat Pusaka Dewa.
“Ini kali kedua kau
kembali terpesat ke tempat ini wahai anak manusia... Apakah ini pertanda kau
sudah memutuskan untuk menerima tawaran kami tempo hari?” ucap eyang jagat
satria “Aku.. Aku jujur belum sempat memikirkannya eyang... Namun kalau
dipikir-pikir sekarang mungkin bergabung bersama eyang semua di tempat ini
benar adalah pilihan terbaik..”ucap Wiro dengan menundukkan kepalanya.
“Baguslah kalau berpikir begitu.. Kami semua yang berada disini pastilah
menyambutmu dengan senang hati kalau memang seperti itu keputusanmu. Namun
kalau boleh eyang bertanya, apakah yang menjadi dasar dari keputusanmu itu
wahai anak manusia?” ucap balik sang resi. “Aku sudah terlalu lelah eyang...
Entah mengapa hati ini mulai membeku dan kehilangan pegangan. Terlalu banyak
penderitaan yang bertubi-tubi datang mendera.. Sebelumnya aku pikir aku sanggup
menangung semua ini... Namun ternyata aku salah... Aku tidak punya kekuatan
apa-apa... Bahkan untuk menolong dan menyelamatkan orang-orang yang berharga
dan amat kusayang aku sendiri tidak mampu! Aku benar-benar tidak berharga dan
tidak memiliki lagi kekuatan untuk menghadapi dunia ini eyang..” ucap pelan
sang pendekar sambil tertunduk.
Terdengar suara
helaan nafas dari para manusia berwujud raksasa yang berada di tempat tersebut.
beberapa saat dalam kesunyian, Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dengan
lembut berkata. “Kami mengerti semua penderitaan yang kau alami wahai anak
manusia.. kami semua yang berada disini pada dasarnya turut pula mengalami
lingkaran takdir penuh derita seperti yang kau alami.. karena memang itulah
takdir yang harus ditanggung setiap pemegang amanat dua satu dua di dunia
ini...” Wiro mengangkat kepalanya dan melihat satu sosok wanita berwujud tinggi besar mengenakan jubah
putih. Rambutnya nampak digelung keatas dan dihiasi sebuah tusuk kundai dari
bahan batu kemala. Wajah sang wanita yang nampak mulai berkeriput ini terlihat
memancarkan keteduhan dan kedamaian dan matanya yang berbola mata biru
menyiratkan jejak penderitaan dan pengalaman hidup yang panjang yang pernah
dialami oleh seorang anak manusia sama seperti dirinya.
Sambil berdiri tegak sang wanita nampak
memegang pedang roh yang berwujud sama seperti pedang naga suci dua satu dalam
bentuk yang sangat besar. “Apakah cucu buyutku si Sinto Weni itu pernah
menjelaskan tentang makna dari amanat dua satu dua kepadamu?” ujar sang nenek
kembali. Wiro seketika terhenyak dan memandang wanita dihadapannya dan seketika
kembali berlutut dan bersuja “Maafkan aku eyang... Bisakah aku mengenal nama
eyang yang mulia?” ucap Pendekar Dua Satu Dua yang dibalas dengan tertawa kecil
dari para manusia raksasa ditempat itu lalu akhirnya sang wanita dihadapannya
menggerakkan tangannya sebagai pertanda agar mereka yang berada disekitarnya
untuk diam “Kami yang berada di tempat ini sudah memutuskan ikatan samsara baik
di dunia ini maupun di akhirat wahai anak manusia.. Kemuliaan, derajat dan
kebanggaan diri sudah bukan lagi menjadi bagian dari diri kami. Kami sudah
memutuskan untuk tidak mencampuri urusan apapun
yang terjadi di alam semesta ini dan berdiam di lembah ini menunggu
sampai nanti tiba waktunya pengadilan akbar dari yang maha kuasa. Oleh karena
itu namaku sebaiknya tidak perlu kau tahu...” Wiro nampak menelan ludah dan
kemudian menganggukkan kepala. “Maafkan atas kelancanganku eyang... Aku yang
bodoh ini memang masih perlu banyak
diberikan pelajaran..”
Sang wanita nampak
tersenyum. “Kau adalah manusia yang baik, hanya sayangnya kau terkadang lupa
akan fitrahmu sehingga melupakan amanah yang sebenarnya harus menjadi pondasi
utamamu dalam menjalani hidup... Sekali lagi kutanyakan... Apakah kau masih
mengingat arti dari angka dua satu dua di dadamu..?" “Tahu eyang... Angka satu berarti hanya ada
satu Tuhan sang pencipta yang harus disembah... Lalu angka dua adalah semuanya
itu tercipta berpasangpasangan...” ucap Wiro “Lalu apakah kau tahu mengapa
angka satu diapit ditengah-tengah angka dua? Dan jika dua yang pertama adalah
segala sesuatunya diciptakan berpasang-pasangan lalu apa makna angka dua yang
lainnya?” ucap kembali sang wanita. Kali ini
pemuda yang kerap kali dipanggil si anak setan oleh sang guru nampak
kembali membeliak dan ternganga dan terlihat menggaruk-garuk kepalanya.
Kebiasaaan lamanya kembali muncul. “Aku... aku tidak tahu eyang... eyang Sinto
belum menjelaskan sampai sejauh itu...” ucap Pendekar Dua Satu Dua dengan terbata-bata.
Wanita yang menanyai
Wiro nampak tersenyum dan kemudian beranjak undur setelah sebelumnya melirik
kearah sosok raksasa eyang jagat satria disebelahnya. “Penjelasanmu itu benar.
wahai anak manusia, yang satu itu adalah memang berarti hanya ada Tuhan yang
satu yang patut disembah dan Tuhan yang satu itu menciptakan segalanya
berpasang-pasangan... Lalu mengapa angka satu berada diapit oleh dua angka dua?
Apakah kau bisa menebaknya wahai anak manusia?” Wiro terlihat menggeleng. Jelas
ini merupakan hal yang baru bagi sang pendekar!
“Angka satu yang diapit oleh angka dua itu berarti Tuhan yang satu itu
pada dasarnya selalu ada ditengah-tengah bersama-sama dari ciptaannya yang
berpasang-pasangan itu wahai anak manusia! Dia hadir hanya sejauh doa, tirakat
dan sujudmu...” ”Lalu arti angka dua dibelakang angka satu?” sambung Pendekar
Dua Satu Dua. “Angka dua dibelakang angka satu adalah berbicara tentang
pilihan... Ya atau tidak... Suka atau tidak suka.. Melakukan atau tidak
melakukan.. Lurus atau bengkok... Imbalan atau hukuman... Surga atau neraka...
Semuanya itu merupakan pilihan yang akan diambil oleh setiap anak manusia di
dunia ini. Yang saling berpasangan itu akan selalu bersama dengan yang satu
yang menciptakan, namun yang satu itupun tidak akan memaksa makhluk ciptaannya
dalam menentukan pilihan jalan hidupnya. Namun itu bukan berarti yang satu itu
tidak memperdulikan kehidupan ciptaannya. Dia akan selalu memberikan terang dan
petunjuk hanya dari manusia sendiri itulah yang harus memilih antara terang dan
gelap...” Pendekar Dua Satu Dua nampak diam terpekur mendengar penjelasan eyang
Jagat Satria di depannya.
“Jadi bagaimana
pilihan mu sekarang wahai anak manusia bernama Wiro Saksana? Kau boleh tidak
memilih dunia fana yang penuh penderitaan dibawah sana dan bergabung dengan
kami, para pendahulumu dari trah naga dua satu dua menjalani hidup damai sampai
pengadilan akbar... Atau kembali ke duniamu yang penuh kebisingan hiruk pikuk
dan penderitaan tak kunjung usai baik fisik maupun mental itu... Sanggupkah kau
menjatuhkan pilihan...?” ucap eyang Jagat Satria sembari kemudian nampak
mengulurkan tangannya kearah Pendekar Dua Satu Dua.
Hening begitu terasa
di lembah tersebut. Angin yang semilir beberapa saat meniup lembut rambut
panjang sang pendekar, cahaya mentari yang lembut juga menerpa membawa
kehangatan di wajah Wiro. Setelah memandang berkeliling kearah wajah-wajah para
manusia raksasa yang memegang pedang naga suci dan kapak dua satu dua ini,
perlahan senyum akhirnya kembali terlihat disimpul bibir sang pendekar. Matanya
yang sebelumnya terlihat kosong kini nampak mulai menyorotkan cahaya kehidupan.
“Maafkan aku para eyang sekalian.. Aku sudah mengambil keputusan akhir..
Sebegitu besar keinginan ku untuk menikmati kedamaian di tempat ini bersama
eyang semua.. Namun bukanlah diriku jika harus egois merasakan kedamaian
seorang diri disini tanpa memikirkan keadaan semua orang yang kucintai di bawah
sana.. Seperti kata mu eyang, amanat dua satu dua mungkin amanat yang berat dan
menyiksa untuk ku tanggung seorang diri di dunia sana, namun selama yang SATU
itu selalu berada bersamaku, walaupun seberat apapun aku pasti akan menemukan
petunjuk dan cahaya...” ucap sang pendekar dengan suara mantap.
Ucapan pendekar ini
tanpa disangkasangka kemudian mendapat sambutan yang luar biasa dari para
manusia raksasa yang mengelilingi Pendekar Dua Satu Dua! Kuluhan kapak naga
geni dan pedang naga suci sontak teracung tinggi diudara diiringi seruan penuh
keharuan dan kebahagiaan! “kau benar-benar tidak mengecewakan kami wahai anak
manusia bernama Wira Saksana! Penerus sejati amanat dua satu dua memang
bukanlah makhluk kerdil cengeng yang berjiwa lemah dan hanya pasrah menerima
keadaan begitu saja! Kau memang layak berada di tempat ini dan menjadi bagian
dari kami” ucap eyang Jagat Satria. "Terima kasih eyang... Aku kini
mengerti apa yang harus ku lakukan.. Aku akan pergi menjemput takdirku dan
pilihan ku adalah tidak akan menyerah sampai akhir!” tegas Wiro mantap.
“Keputusan yang bagus dan sebelum kau
meninggalkan tempat ini, adakah sesuatu yang mungkin ingin kau tanyakan?” “Maafkan
pertanyaan ku yang mungkin tidak sopan ini eyang, namun aku tidak melihat
keberadaan eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati di tempat ini..” ucap
Pendekar Dua Satu Dua sambil celingukan memandang kearah para manusia raksasa
yang mengelilinginya. Para manusia raksasa yang kemudian diketahuinya sebagai
pemegang kapak maut naga geni dan pemegang pedang naga suci di kehidupan
sebelumnya dari berbagai garis waktu dan semesta dimensi.
“Mereka berdua memang tidak seberuntung dirimu
yang bahkan hingga dua kali terpesat mengunjungi tempat ini. Masih ada ikatan
di dunia yang harus mereka selesaikan..” ucap wanita yang berdiri di samping
eyang Jagat Satria. “Nanti juga kau akan kembali bertemu mereka berdua...” ucap
eyang Jagat Satria sembari tersenyum. “Selamat jalan wahai anak manusia bernama
Wiro
Saksana..”
ucap eyang Jagat Satria kepada sang Pendekar Dua Satu Dua. Satu kabut bercahaya
putih tiba-tiba menyeruak muncul dan berpendar perlahan membayang di hadapan
wajah Pendekar Dua Satu Dua. Kabut tersebut semakin lama semakin menyala
benderang hingga akhirnya menjadi sinar yang menyilaukan mata hingga akhirnya
memaksa pendekar satu dua menutup kedua matanya.
Saat membuka mata pertama kalinya, Pendekar
Dua Satu Dua merasakan kelegaan yang luar biasa menyeruak dari dalam tubuhnya.
Tubuhnya yang sebelumnya babak belur sedemikian rupa kini kembali segar tanpa kurang suatu apapun. Bahkan
tulang belakangnya yang sempat patah dan mengakibatkan tubuhnya bongkok juga
kini kembali ke keadaan semula.
“Terima kasih ya Allah atas karunia mu ini...” ucap sang
pendekar dalam hati. Rupanya saat dalam keadaan tidak sadarkan diri, ketujuh
payung warnawarni saling bertumpuk dan menopang tubuh Pendekar Dua Satu Dua
kembali ke lintasan matahari dan rembulan. Cermin retak milik Ratu Duyung pun
tak henti-hentinya berputar mengelilingi tubuh sang pendekar dan bergantian
memantulkan cahaya matahari dan cahaya rembulan ke kedua tangan Pendekar Dua
Satu Dua dimana meringkuk naga dewa mentari dan naga dewi rembulan, naga yang
merupakan bagian dari kitab jagat pusaka dewa. Cahaya mentari dan rembulan yang
terus menerus membanjiri tubuh Pendekar Dua Satu Dua ini lah yang mengembalikan
tubuh sang pendekar dan memulihkan semua
luka yang diterima sebelumnya. Sementara itu bunga kenanga putih yang terus
berpendar dan berdenyut memancarkan sinar putih redup terus memberikan denyutan
dan gelombang hangat ke jantung Pendekar Dua Satu Dua yang sebelumnya berdegup
lemah.
Kala kesadaran dan
kondisi tubuhnya pulih dengan sempurna, sang pendekar pun baru menyadari bahwa
di hadapannya terdapat sembilan buah benda yang terdiri dari tujuh buah payung
berwarna beraneka ragam beserta sebuah cermin retak dan sekuntum bunga kenanga
yang nampak melayang dan perlahan memudar. Rasa haru pun sontak membuncah
didada sang pendekar sehingga tanpa sadar matanya mulai nampak terlihat berkaca
“Puti Andini... Suci... dan juga kau Intan istriku... Aku begitu berhutang
banyak kepada kalian... Walaupun raga dan keberadaan kalian akhirnya
menghilang, namun masih juga kurasakan cinta kasih kalian yang begitu
mendalam... Bahkan jika selembar nyawa ini harus digadai untuk membalas
kebaikan kalian semua, rasanya bahkan
itu tidak cukup untuk membalasnya..." tutup sang pendekar dengan wajah
tertunduk. Perlahan akhirnya kesembilan benda milik orang-orang terkasih
Pendekar Dua Satu Dua pun mulai sirna dihadapan sang pendekar.
Wiro
pun setelah
termenung sesaat akhirnya kemudian melihat kearah
bawah kakinya. Dengan menggunakan ilmu menembus pandang warisan Ratu Duyung,
sang pendekar pun bisa melihat situasi yang terjadi di bawah sana “Aku harus
mengakhiri semua ini.. Sudah terlalu banyak jiwa yang terhilang oleh
makhluk-makhluk perut bumi keparat itu.." sang pendekar kemudian terlihat
membaca sebuah ajian dan tiba-tiba dari dalam tubuhnya keluar dua sosok yang
serupa dan sebentuk dengan dirinya. Rupanya sang pendekar kembali mengeluarkan
ilmu yang diajarkan oleh rauh kalidathi yakni tiga bayangan pelindung raga.
Tiga bayangan tersebut kemudian dengan menggunakan ilmu Ekor Bintang Menghujam
Latinggimeru, sang pendekar pun nampak turun melesat menukik dalam bentuk
bintang jatuh berekor dan bukan itu saja, masing-masing sosok Wiro nampak
menyalurkan tiga ilmu puncak yang dimiliki oleh Pendekar Dua Satu Dua kala itu
yaitu pukulan Mentari Tengah Malam, pukulan Rembulan Tengah Hari dan terakhir
pukulan Surya Gugur Gerhana!
Bab 6
m |
elihat kedatangan Pendekar Dua Satu Dua dari atas langit,
semangat dan harapan pun bangkit dan tergugah kembali di hati raja Mataram dan
yang lainnya. Sambil bangkit berdiri sang raja pun berteriak keras "Ini
kesempatan kita untuk menghancurkan angkara murka! Mari kita kembali menggempur
dewa raksasa ini sampai tetes darah penghabisan..!" sambil berucap sang
raja kemudian nampak mengarahkan sepasang telapaknya yang tiba-tiba membesar
empat kali lipat dan berwarna kemerahan, lalu dari telapak tangan yang membesar
itu melesat satu sinar berputar berwarna merah menyala yang memancarkan hawa
sangat panas. Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan telah mengeluarkan
salah satu ilmu langka miliknya yaitu ilmu Sepasang Tangan Dewa Menebar
Angkara! Bersamaan dengan itu, Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara pun kemudian
turut mengeluarkan ilmu puncak yang dimiliki masingmasing begitu juga dengan
Mahesa Kelud yang mengeluarkan pukulan Api Salju dan Mahesa Edan dengan pukulan
Makam Sakti Meletus. Dari tangan mereka semua memancar ilmu pukulan beraneka warna
yang sangat angker dan mematikan tertuju langsung ke arah resi dewa
raksasa!
"Tunggu dulu
teman-teman... Aku juga mau ambil bagian!" satu suara dari ketinggian tiba-tiba terdengar. rupanya Santiko si
Bujang Gila Tapak Sakti yang sebelumnya mendeprok pingsan di salah satu pecahan
candi prambanan yang melayang diudara telah terbangun. Lalu dengan menggunakan
ilmu kesaktiannya, sang pendekar gemuk ini
kemudian menarik uap air laut yang berada disekitarnya dan kemudian
membekukannya menjadi es dengan ukuran maha besar yang sampai-sampai berukuran
sebesar sebuah candi! Es maha besar itu pun kemudian dihempaskannya kearah
bawah dengan kecepatan luar biasa!
Sang Resi Raksasa
yang merasakan terhimpit oleh daya tekan serangan luar biasa yang tertuju
kepadanya tiba-tiba nampak meraung keras! Dengan wajah menengadah keatas nampak
selarik sinar sepasang pedang dewa keluar dari sepasang matanya dan disusul
nyala kobaran api berwarna hitam kelam menyembur dari mulutnya yang terbuka
menuju langsung datangnya serangan dari atas langit! sementara itu, berbarengan
dengan serangan dahsyat yang ditujukan kearah langit, hentakan gelombang tak
kasat mata dari tubuh sang resi turut kembali menyeruak dan memapak datangnya
serangan ilmu jarak jauh yang dilepaskan oleh raja Mataram, Mahesa Kelud dan
Mahesa Edan serta kedua ratu penguasa laut jawa!
Dentuman maha dahsyat
yang belum pernah terjadi selama ini di bumi Mataram menggelegar membahana
manakala kekuatan gabungan ilmu kesaktian para tokoh dunia persilatan ini
berbenturan langsung dengan pertahanan Resi Raksasa perwujudan ke enam dewa
sesat. Bola api raksasa yang diselubungi debu dan pecahan es yang menguap
nampak membumbung tinggi bahkan sampai jauh ke atas langit!
Suara dentuman maha
dahsyat tersebut juga menghasilkan gelombang kejut yang menyeruak dari pusat
benturan ilmu kesaktian dan menjalar ke seantero negeri bahkan melesat jauh
hingga ke puncak merapi dimana terdapat tokohtokoh dunia persilatan dan rakyat
Mataram yang berada dalam pengungsian. "Teman-teman semua! cepat lindungi
rakyat yang tak berdosa..." seru Bidadari Angin Timur sambil menghentakkan
tangan kearah depan, membentuk benteng tenaga dalam tak kasat mata berbentuk
pusaran angin guna menghadang datangnya gelombang kejut yang datang dari arah Mataram.
Anggini, Purnama, Dewi Dua Musim serta tokoh dunia persilatan lainnya yang
telah berada di tempat itu setelah mengangkut rakyat Mataram yang tersisa pun
sontak merentangkan tangan masing-masing guna membangun dinding penghalang
sehingga akhirnya terciptalah satu dinding penghalang berupa kubah pusaran
angin raksasa yang melindungi ribuan rakyat Mataram yang ada dibelakang mereka
dari serbuan gelombang kejut yang datang mendera. "Jagat dewa batara...
Sesungguhnya apa yang telah terjadi di bumi Mataram sana..."desis Dewi Dua
Musim sambil melihat bola api raksasa yang terlihat jelas membumbung tinggi
dari kejauhan.
Berkas berkas api dan debu es perlahan menguap
dan bola api raksasa mulai menghilang dilangit Mataram. Pemandangan yang
mengiriskan hati terlihat manakala satu lubang geroakan raksasa tercipta di
tanah bekas berdirinya candi prambanan akibat benturan serangan yang
dilancarkan oleh Wiro dan kawan-kawan. Tapak mentari tengah malam dan rembulan
tengah hari tidak saja menghancurkan ilmu sepasang pedang dewa milik sang resi
namun juga tepat mendarat di kedua pundak sang Resi Raksasa, sementara pukulan
Surya Gugur Gerhana juga berhasil menembus serangan api hitam kegelapan inti
bumi yang dilepas oleh sang dewa raksasa.
Pukulan sakti
tersebut mendarat langsung di kepala sang resi, sementara bentrokan ilmu
kesaktian raja dan dua ratu serta kedua mahesa juga mampu menembus hentakan
gelombang kejut yang dikeluarkan oleh sang resi dewa. Apalagi ditambah oleh
hantaman es raksasa milik Bujang Gila Tapak Sakti, akhirnya dari bentrok
kekuatan gabungan ilmu-ilmu dahsyat tersebut kemudian tercipta satu bentuk
reaksi ledakan yang membuat dentuman maha dahsyat yang akhirnya memisahkan ke
enam sosok dewa sesat dari wujud Resi Raksasanya!
Hal ini jelas
merupakan hal yang menggembirakan namun harus dibayar dengan sangat mahal oleh
para pendekar golongan putih yang tersisa. Wiro, raja Mataram, kedua ratu dan
kedua Mahesa serta Bujang Gila Tapak Sakti semuanya terlempar ke udara dalam
keadaan terluka dalam! Bahkan pendekar satu dua yang telah kembali ke wujudnya
yang tunggal terlempar dalam keadaan bersalut kobaran api! Lalu bagaimana
dengan Setan Ngompol dan Naga Kuning? Hanya mereka berdua saja yang tidak
terlempar karena sebelumnya sudah menyelam ke dasar air dan mati-matian
berpegang pada reruntuhan candi prambanan yang tidak turut terangkat. Namun
karena tekanan yang sangat kuat, keduanya toh akhirnya pingsan juga dalam
posisi saling berpegangan tangan dan berangkulan!
Saat melihat para
pendekar yang diharapkan oleh seluruh dunia persilatan ini terlempar
bergelimpangan membuat hati Dewa Tuak menjadi kalut, namun kala dilihatnya
ikatan rantai emas aksara langit masih erat membelit wujud keenam dewa yang
telah kembali ke sosok asalnya, harapan kembali bergelayut dari dalam dada sang
pendekar tua.
"Tetap bertahan! Jangan kendorkan
perhatian! Keenam dewa itu telah terpisah dari kesatuannya jadi sekaranglah
giliran kita untuk menghabisi mereka..." belum selesai Dewa Tuak berbicara
tiba-tiba seluruh langit gelap berubah menjadi berwarna kemerah-merahan! Lalu
dari langit yang merah tersebut tiba-tiba nampak menyeruak satu bentuk mata
raksasa berwarna merah kekuningan dengan bola mata hitam lancip yang angker
menggidikkan tergantung diatas langit! mata tunggal raksasa ini bahkan
ukurannya puluhan kali jauh lebih besar dari sang Resi Raksasa! "Jagat
dewa batara! Mata langit penghuni lubang kegelapan akhirnya menunjukkan rupanya
di dunia..." desis para dewa yang tersisa dengan suara bergetar dan
keringat dingin menetes di dahi dan tengkuknya masing-masing.
Mata langit yang
berukuran maha besar yang sekelilingnya dikobari lidah-lidah api berwarna merah
kekuningan ini terlihat bergerak-gerak menyorot kesegala arah, lalu tiba-tiba
mata langit itu nampak memandang menyorot kearah barisan Rantai Sambung Jiwa
Hati Dewa dan Manusia lalu berganti menyorot kearah keenam dewa yang nampak
berkelojotan dalam ikatan rantai emas aksara langit. Sang mata langit kemudian
tiba-tiba nampak mengerjapkan mata! Satu gelombang kembali menghantam dari
langit dalam bentuk sapuan gelombang raksasa berbentuk awan yang berisi lidah
api dan berkas-berkas petir berwarna hitam! "Yaaaa Gusti Allah...!!!"
teriak Dewa Tuak seraya memicingkan matanya menahan sapuan gelombang yang
datang melabrak Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia!
Gelombang maha dasyat
ini juga kontan menghantam tubuh keenam dewa yang terikat dan yang anehnya
adalah saat berkas gelombang yang dikeluarkan kerjapan mata langit mengenai
keenam dewa yang terikat rantai emas aksara langit ini, suara jerit dan
lolongan dari pada keenam dewa tersebut terdengar membumbung tinggi jauh ke
angkasa "Tidaaaak... Jangaaaan!!!" teriak keenam dewa tersebut dalam
keadan berkelojotan masih dalam posisi terikat rantai emas aksara langit sambung
jiwa hati dewa dan manusia! Keenam sosok dewa tersebut perlahan berubah seolah
terselubungi kobaran api lalu berkelojotan mengkerut dan kemudian akhirnya hangus dan menjadi abu hitam dan
tersedot naik membumbung masuk kearah mata langit!
Sapuan gelombang maha
dahsyat yang dipenuhi berkas petir dan lidah-lidah api yang keluar dari
kerjapan mata langit raksasa pun nyatanya sukses menghantam semua benda yang
berada di sekelilingnya. Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia yang terdiri
dari jalinan para dewa dan orang-orang suci yang saling berpegangan tangan di
angkasa ini pun langsung hancur kocar-kacir porak poranda. Runtuh dan bertebaran jatuh kearah bumi!
Begitu juga dialami oleh Wiro dan kawan-kawan yang sebelumnya terlempar
berpentalan akibat tumbukan ledakan kala berbarengan menyerang resi dewa
raksasa. Keadaan mereka yang sudah babak bundas tersebut semakin di perparah
oleh gelombang kerjapan mata yang juga melanda mereka saat mereka masih
diudara!
Memang sungguh dahsyat kerusakan yang diakibatkan oleh mata langit yang telah menelan habis keenam dewa yang memberontak ini. Perlahan namun pasti seribu candi bagian dari candi prambanan yang terangkat naik dan mengambang di udara dan juga sisa-sisa dari istana penyangga langit pun mulai berderak hancur dan berjatuhan dari angkasa! "Jodoh kita hanya sampai disini yang mulia... Tetaplah kuat dan jangan menyerah..." Ucap patung Roro Jonggrang yang berada dalam dekapan Sri Maharaja Mataram. Sri Maharaja Mataram hanya nampak menutup matanya yang sembab sembari semakin erat memeluk patung dewi yang membuatnya jatuh cinta tersebut. Tubuhnya yang sudah kehilangan semua kekuatannya tersebut terlihat jatuh deras ke arah bumi sambil terus memeluk patung batu yang juga mulai hancur berkeping-keping tertiup angin bumi Mataram.
Bab 7
S |
uara dahsyat saling sahut
menyahut menghiasi kelamnya langit menjelang fajar.
Tak ada lagi
perlawanan, Tak ada lagi yang sanggup mengatasi angkara murka. Namun selayaknya
mentari yang selalu terbit dan menghangati bumi, harapan pasti akan selalu ada.
Disaat semua orang telah menyerah dan berputus asa, semburat cahaya mulai
terbit dan menghangati dinginnya langit kelam.
Bersamaan dengan
terbitnya mentari di ufuk timur, satu kilatan cahaya berwarna biru dan merah
nampak melesat memburu langsung kearah mata langit! Keris naga sanjaya yang
bersinar kebiruan nampak terlihat anggun
melesat bersandingan dengan cahaya merah angker sang putra langit! Pedang naga merah!
Kedua saudara kandung yang selama ini saling dendam dan bermusuhan ini akhirnya
berdamai dan bersatu hati dalam genggaman erat pemuda tanggung Jabrik Sakti
Wanara!
Fajar harapan telah tiba!
"Kakang
Wanara! Aku datang membantu mu!" Satu suara gadis kecil kemudian tiba-tiba
terdengar membahana menyusul dari arah langit timur! Kemudian didahului suara
ringkikan kuda yang bagaikan suara guntur, satu sosok yang menggetarkan hati
pun terlihat turut melesat kearah mata langit! Seorang gadis kecil dengan mata
biru dan rambut pirang terurai nampak berdiri gagah diatas Puti Sembrani kuda
bersayap kesayangan dan peliharaan para dewa atas langit.
Dengan mata tajam
gadis ini kemudian terlihat merentangkan tali gendewa cinta kasih yang
digenggamnya erat. Gendewa yang dibuat atas pengorbanan dan menggunakan ruas
tulang punggung Luhcinta atau Dewi Langit Bunga Tanjung ini nampak bergetar dan
memancarkan cahaya indah laksana berlian! Dari mata biru indah gadis kecil yang
besar dalam pondongan Jabrik Sakti ini kemudian menetes setetes air yang
tibatiba berubah menjadi satu sinar berwujud anak panah berwarna keemasan. Anak
panah yang merupakan intisari pengorbanan seribu peri atas langit!
Anak panah inilah
yang kini langsung diarahkan oleh gadis cilik anak Ratu Duyung ini ke
tengah-tengah mata langit raksasa!
Dengan bibir tersenyum Pendekar Dua Satu Dua terus menatap kearah gadis
cilik yang datang mengendarai kuda sembrani ini. Tubuhnya yang di kobari api
dan meluruk dahsyat ke arah bumi bersama para tokoh dunia persilatan, para dewa
dan sesama orang suci lainnya tidak dipedulikannya sama sekali. Matanya terus
tertuju kearah gadis cilik kesayangannya tersebut. "Intan Suci Angin
Timur... Ayah percaya padamu nak..." Tutup Pendekar Dua Satu Dua sambil tersenyum
dan kemudian menutup mata disambut oleh deru angin dan semburat cahaya pagi di
langit Mataram!
Dengan meliuk lincah
menggunakan angkin bidadari pemberian terakhir Peri Bunda, Jabrik Sakti Wanara
nampak melesat kesana kemari sambil menyabetkan pedang naga merah dan menusuk
menggunakan keris naga Sanjaya kearah mata langit. mata langit nampak sibuk dan
terus menyorot bergantian kearah dirinya dan Intan Suci Angin Timur yang terus
melepaskan anak panah emas jiwa suci seribu peri. Serangan sang pemuda remaja dan
gadis kecil ini terlihat kompak dan serasi sehingga cukup merepotkan mata
langit yang cukup merasa kesakitan akibat terjangan tiga senjata yang berada di
tangan kedua anak murid eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati ini.
Mendadak mata langit kembali mengerjapkan mata tunggalnya lalu dari arah mata
yang menyala angker dan menimbulkan hawa panas menyayat itu, melesat ribuan
cahaya merah berbentuk panah api yang langsung menyerang kearah Jabrik Sakti
Wanara dan Intan Suci Angin Timur!
Melihat datangnya
serangan tersebut, Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur tidak
terlihat menjadi takut apalagi gentar, keduanya pun kemudian terlihat menyimpan
senjata masing-masing dan menghadang datangnya serangan ribuan panah api
tersebut dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki keduanya. Dengan menghimpun
tenaga gaib Bintang Sakti Bunga Tanjung yang terdapat pada kitab Seribu Bintang
yang terikat dipunggungnya, Jabrik Sakti Wanara nampak menghentakkan tangannya
ke depan melepas pukulan Benteng Topan Melanda Samudera! Sementara dari atas
kuda sembraninya, Intan Suci Angin Timur dengan bantuan tenaga sakti Inti
Malaikat dari kitab Wasiat Malaikat yang berada dibalik bajunya terlihat
menghentakkan sepasang tangan mungilnya dan melepaskan pukulan Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih!
Kedua pukulan
berbentuk dinding angin maha kuat yang dilepas oleh Jabrik Sakti Wanara dan
Intan Suci Angin Timur ini memang benarbenar dahsyat dan mampu mendorong mental
sebagian sinar panah api yang menyerang mereka berdua. Sayang masih ada satu
sinar panah api yang lolos dan menancap di sayap Puti Sembrani kuda tunggangan
sang gadis cilik! "Putii tenangkan dirimuu..." teriak sang gadis
berusaha menenangkan sang kuda sembrani yang nampak panik karena sebuah sayapnya
terkena panah dan dilanda kobaran api! melihat gelagat tersebut sang gadis
cilik langsung melompat di udara dan menunjuk kearah air banjir yang berada
dibawah kakinya.
"Cepat ceburkan dirimu ke dalam air
dibawah sana Puti..." teriak sang gadis sembari menepuk leher sang kuda
tunggangan yang dibalas dengan ringkikan keras dan langsung sang kuda
tunggangan para dewa tersebut melesat kebawah dan menceburkan diri kedalam air
banjir guna memadamkan api di sayapnya. Sementara itu setelah melihat kuda
tunggangannya tersebut telah masuk kedalam air dan berhasil memusnahkan api
yang membakar sebelah sayapnya, gadis cilik anak terkasih Pendekar Dua Satu Dua
dan Ratu Duyung ini kemudian nampak terlihat sedang berlari lincah di tengah
udara menyongsong kembali kearah
Mata Langit!
Walaupun
tidak mempunyai kemampuan untuk terbang diudara seperti Jabrik Sakti Wanara,
namun berkat Kasut Pelari Alam Gaib yang dipakainya, sang gadis kecil ini
memiliki kemampuan untuk berjalan
dan berlari di tengah udara! kKasut sakti ini sendiri merupakan kasut sakti
yang didapat oleh sang gadis cilik kala menang bertaruh adu jangkrik melawan
kakek cebol Pelari Alam Gaib di negeri Bunian. "Kau tidak apa-apa
adikku?" ucap Jabrik Sakti saat menyongsong kedatangan Intan Suci "Tidak
kakang, aku tidak apa-apa..." Uban atau Jabrik Sakti nampak memandang
penuh perhatian kepada gadis kecil yang selama ini diasuhnya itu. Rasa bangga
dan haru mengalir didada sang pemuda remaja kala melihat gadis cilik yang sudah
beberapa tahun tidak ditemuinya ini kini telah kembali dihadapannya dengan
menunggangi kuda sembrani dewa dan memiliki senjata sakti serta ilmu kesaktian
sangat tinggi. "Kau benar-benar telah menjadi orang hebat adikku... Kakang
benarbenar bangga padamu..." ucap Uban sambil mengusap kepala gadis kecil
yang dikasihinya layaknya adiknya sendiri itu.
Mendengar pujian sang
kakak, wajah sang gadis cilik tersebut pun sontak bersemu merah. "Jangan
kau goda aku kakang Wanara..." Uban nampak tersenyum senang melihat
ucapannya membuat sang adik nampak memerah malu, namun belum lagi uban hendak
melanjutkan ucapannya tiba-tiba terdengar suara dengingan tinggi yang menyeruak
diatas langit! Lalu sosok berwujud mata raksasa yang berwarna merah kekuningan
tersebut kemudian sinarnya nampak tiba-tiba meredup seketika dan mendadak
berganti menjadi cahaya berpendar berwarna biru gelap kehitam-hitaman yang
memancarkan hawa dingin yang mencucuk tulang! Tidak sampai disitu, mata tunggal
yang sebelumnya terlihat membeliak menakutkan ini kemudian terlihat menutup untuk
beberapa saat.
Karaeng Uleng Tepu
nampak berusaha membangunkan dan memapah Dewa Tuak yang sepasang matanya nampak
terus tertuju kearah perubahan aneh yang terjadi pada wujud mata langit raksasa
"Apa maksudnya perubahan ini Karaeng? Apakah kau mengetahui sesuatu yang
berkaitan dengan perubahan mendadak yang terjadi pada makhluk berwujud mata
tunggal raksasa diatas langit sana?" tanya Dewa Tuak kepada pria tinggi
besar yang sedang memapahnya bangun tersebut. Rupanya para dewa dan tokoh dunia
persilatan yang sebelumnya bergandengan tangan diatas langit dan kemudian
terjatuh ke bumi kini nampak mulai bangkit dan turut pula memperhatikan
keanehan yang di tunjukkan mata langit.
Dengan menghela nafas
panjang, laki-laki tanah Mekassar yang lama hidup di istana atas langit ini pun
kemudian angkat suara. "Aku pun tidak mengetahui banyak tentang perubahan
ini wahai Dewa Tuak.. Namun satu yang pasti yang aku ketahui adalah hal ini
bukan merupakan sesuatu yang baik bagi kita semua..." Dewa Tuak nampak terdiam
mendengar jawaban Karaeng Uleng Tepu. "Mungkin kau sudah pernah mendengar
dari penuturan Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi... Bahwa negeri
atas langit dan semua dewa-dewi yang menghuninya pada dasarnya bukanlah makhluk
termulia dan tertinggi yang ada di alam semesta ini wahai Dewa Tuak. masih ada
Dia-MakhlukTermulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-danbernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa..
Dialah sebenarnya yang mempunyai kuasa atas alam semesta ini beserta segala
isinya.." tutur sang Karaeng
"Kau benar
Karaeng, kami menyebut Beliau dengan sebutan Gusti Allah..." ucap Dewa
Tuak "Yah... Gusti Allah... Umat manusia menyebutnya dengan banyak nama...
Dan ingatan masa silam ku yang semakin terkikis pun menyetujui nama itu sebagai
sesembahan yang tertinggi yang harus ku sembah dari dalam nurani dan
kesadaranku yang terdalam.. Sebelum aku terpesat kenegeri para makhluk dewata
itu..." ucap Karaeng sambil terdiam sesaat "Nah jauh sebelum adanya
para makhluk suci yang disebut dengan sebutan para dewa maupun manusia ataupun
iblis setan dan para cecunguknya, ada satu bentuk kuasa teramat jahat yang
berdiam di alam semesta dan selalu berusaha merayap naik untuk mencapai
kediaman Sang Cahaya-yang-pertama-dan-selamanya itu... dan kuasa jahat tersebut
berwujud sebuah mata raksasa yang dikenal dengan sebutan Mata Langit Kekelaman
Tanpa Akhir..." sambung kembali Karaeng Uleng Tepu
"Apakah mata
langit kekelaman tanpa akhir ini juga bagian dari iblis atau malaikat yang
terjatuh karena tidak mau menyembah Gusti Allah dan nabi Adam?" tanya
kembali Dewa Tuak "Tidak.. Mata langit kekelaman tanpa akhir sudah ada
bahkan sebelum iblis dan para malaikat yang terjatuh itu ada.. Begitu jahatnya
mata langit ini sehingga Diayang-termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidupdan-bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa
bahkan tidak berkenan untuk melemparnya ke dunia bawah... Beliau menyegel
makhluk jahat ini dalam lubang kegelapan yang terdalam di alam semesta agar
tidak bangkit lagi dan membuat kekacauan di dunia ini..." tutup Karaeng
Uleng Tepu.
"Lalu bagaimana
makhluk dajjal ini bisa turun ke dunia...?" tanya kembali Dewa Tuak. belum
sempat Karaeng Uleng Tepu menjawab pertanyaan sang guru pendekar kerudung ungu
ini, satu suara kaleng rombeng bergoncang terdengar menyeruak dari arah samping
tubuhnya. "Ah akhirnya datang juga kau gembel buta bulukan..." ucap
Dewa Tuak kala melihat kedatangan sosok seorang kakek bercaping bambu dan
memegang kaleng rombeng berisi batu yang kerap di goncang hingga mengeluarkan
suara keras ini. Sang Kakek bermata putih kosong melompong ini terlihat
menengadah keatas langit seolah memandang perwujudan mata langit yang sedang
tergantung di langit Mataram.
Sosok kakek buta memakai caping bambu yang
tidak lain dan tidak bukan adalah Kakek Segala Tahu ini kemudian membuka suara
"Segala yang terjadi adalah sudah suratan takdir Suro Lesmono, begitu juga
dengan keberadaan sang mata langit... Ke enam dewa yang memberontak dan
terjebak di hukum terkunci dalam lempeng cermin penjara gaib pedataran arwah
yang berputar melayang dalam kekosongan itu, tanpa disengaja masuk kedalam
lubang kegelapan tanpa akhir... Keenam dewa ini akhirnya menjual jiwanya kepada
mata langit yang menguasai dan tersegel tersembunyi dalam lubang kegelapan
tanpa akhir itu, untuk meraih kebebasan mereka yang terampas.." tutur sang
kakek bermata buta.
"Ah jadi itu
alasannya mengapa keenam dewa pemberontak itu sampai akhirnya mati mengenaskan
dalam keadaan terhisap kedalam mata langit! sang mata langit kekelaman tanpa
akhir rupanya meminta haknya kembali!" seru Karaeng Uleng Tepu sembari
menepuk kedua pahanya dengan keras.
"Jika memang
sedahsyat itu kekuatan mata langit, mengapa tidak dari dulu mata langit turun
ke dunia dan melakukan apa yang dia inginkan? ucap Dewa Tuak yang masih
penasaran.
"Karena para
dewa yang di pimpin oleh Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit Bumi masih ada
di dunia wahai Dewa Tuak..." ucap kembali Karaeng Uleng Tepu seolah
tersadar akan satu hal.
"Kau benar Karaeng... Sesungguhnya
Istana atas langit, gerbang Chandrasoma yang berada di bulan
serta gerbang Surya mentari yang ada di matahari merupakan tiga titik yang
menyegel mata langit kekelaman tanpa akhir di dalam lubang kegelapan semesta
yang terdalam. Telah berkalikali mata langit mengirim utusannya yaitu para makhluk
yang disebut dengan panggilan Setan dari Luar Jagat untuk menyerbu dan membumi
hanguskan ketiga tempat tersebut. Berkali-kali pula kami para dewa berhasil
menghalau mereka seperti pula yang kau ketahui selama ini. Sayangnya kali ini
kami semua para dewa mengalami kegagalan dan junjungan kita, Yang Mulia Dewa
Agung Penyangga Langit dan Bumi pun sampai harus turut moksa menghilang
keberadaannya. Hancurnya istana atas langit dan runtuhnya gerbang Chandrasoma
serta gerbang Surya mentari lah yang akhirnya membebaskan makhluk junjungan
mereka tersebut dari lubang kegelapan yang ada di alam semesta..." Kali
ini Dewa Langit Harimau Dewa yang telah pulih dari luka-lukanya yang menjawab
pertanyaan sang sahabatnya itu.
"Lalu apa yang
harus kita lakukan sahabatku Dewa Langit Harimau? Kita tidak tahu apa yang bisa
kita..." belum lagi Karaeng Uleng Tepu menyelesaikan ucapannya, tiba tiba hawa dingin yang menusuk kulit
terasa santer manakala mata langit tiba-tiba terlihat membuka matanya! dan mata
itu kini berubah!
Dari dalam mata yang
entah kenapa kini telah berganti warna menjadi biru kelam yang mengepulkan asap
hitam itu, tiba-tiba terlihat melesat keluar puluhan orang yang kemudian
berdiri diam mematung di udara dihadapan mata langit! Puluhan orang tersebut nampak
memiliki wujud dan perawakan yang berbeda-beda. Ada pria dan ada pula wanita,
tua dan muda pun nampak beragam. Namun yang satu menjadi kesamaan para sosok
yang keluar dari mata langit ini adalah semuanya terbungkus oleh cahaya biru
berpendar yang mengepulkan asap tipis kehitaman dan disetiap kening mereka
nampak sebuah mata berwarna merah kekuningan yang terus bergerak menyorot
kesegala arah!
"Astaga! apakah
tidak salah lihat mata tua ku ini? Bagaimana bisa mata raksasa itu mengenali
dan menghadirkan para bedebah ini? Orang-orang ini adalah para durjana jahat
yang seharusnya sudah lama mati!" kejut Dewa Tuak kala melihat sosok-sosok
yang berdiri diam ditengah udara tersebut.
"Apakah kau
yakin akan hal itu orang tua? Benarkah kau mengenali mereka?" tanya
Karaeng Uleng Tepu yang langsung dibalas anggukan oleh Dewa Tuak "Aku
yakin seyakin yakinnya Karaeng... Karena sebagian keparat-keparat ini dihabisi
langsung oleh Pendekar Dua Satu Dua dan rekanrekannya karena kejahatan mereka
yang setinggi langit dan sedalam lautan..." ucap sang pendekar tua dengan
wajah muram.
Apa
yang dikatakan oleh Dewa Tuak memang kenyataan adanya. Dilangit diudara yang
menggantung, berdiri puluhan sosok manusia yang dulunya sangat dikenal akan
kejahatannya. Sosoksosok itu antara lain Mahesa Birawa, Hang Kumbara alias Raja
Rencong dari uUara, Wirapati Si Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Tiga Setan
Darah, Dewi Siluman Bukit Tunggul, Rangrang Srenggi Si Penguasa Istana Darah,
Siluman Teluk Gonggo, Dewi Kala Hijau, Nenek Kelabang Merah, Mayat Hidup Gunung
Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, Ratu Serigala, Ki Ageng Tunggul Akhirat dan
saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat, Patih Wirabumi, Adipati Jatilegowo, Momok
Dempet Berkaki Kuda, Singo Abang, Datuk Lembah Akhirat dan masih banyak tokoh
jahat lainnya. Tokoh-tokoh sesat yang telah lama binasa itu kini dihadirkan
kembali kedunia melalui kekuatan menakutkan Mata langit kekelaman tanpa akhir!
"Hmm.. Bahkan bukan hanya orang-orang
jahat dari tanah Jawa dan dari jaman ini semata yang ada... Bahkan orang-orang
jahat dari negeri Latanahsilam dan negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu
pun tampaknya turut di bangkitkan oleh makhluk berwujud mata tunggal diatas
sana..." ucap Hantu Raja Obat yang langsung diamini oleh Lakasipo si Hantu
Kaki Batu. "Benar-benar hal yang susah untuk dipercaya kalau tidak melihat
dengan mata kepala sendiri.. Sungguh tidak ku sangka kalau dapat kembali
bertemu dengan
saudara kita yang tersesat itu di negeri ini..." desis
Lakasipo sambil menatap tajam kearah salah satu sosok yang mengambang diatas
langit. Makhluk yang disorot tajam oleh Lakasipo adalah makhluk yang di dada
dan kepalanya dipenuhi oleh batubatu api yang menyala membara! Siapa lagi
orangnya kalau bukan Hantu Bara Kaliatus!
Seperti yang dikatakan oleh Hantu Raja Obat, diantara sosok makhluk yang berdiri mengambang di udara selain para tokoh jahat tanah jawa juga terdapat tokoh-tokoh dari negeri latanah silam dan negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu. Dari Latanahsilam terlihat mantan utusan dewa Lamanyala, dua gadis bahagia Luh Kenanga dan Luh kemboja, Sepasang hantu bercinta Luhjahilio dan Lajahilio, Hantu Tangan Empat, Hantu Santet Laknat dan juga Hantu Muka Dua si pemilik Istana Kebahagiaan. Sementara tokoh-tokoh yang dibangkitkan oleh mata langit dari negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu ada Empat Mayat Aneh, Sinuhun Merah Penghisap Arwah, Ketua Seratus Jin Perut Bumi, dan terakhir adalah Lakarontang alias sang Jenazah Simpanan! Benar-benar laskar kegelapan seribu jahat seribu kejam telah ditarik keluar dari jurang Neraka!
Bab 8
S |
ementara itu, para tokoh dunia
persilatan yang sebelumnya berada di puncak merapi juga telah mulai berdatangan
ke candi Perambanan dan langsung mendapati rombongan Dewa Tuak dan raja
Mataram. "Kau tidak apa-apa guru..?" ucap Anggini yang datang
mendapati sang guru sambil ditemani oleh Mahesa Kelud. "Aku tidak apa-apa
muridku... Bagaimana keadaanmu sendiri dan bagaimana juga keadaaan rakyat
Mataram?" tanya Dewa Tuak. "Aku baik-baik saja guru... Seluruh rakyat
juga sudah aman dan terselamatkan... Hanya saja mereka semua masih berlindung
di puncak merapi untuk sementara waktu menunggu situasinya aman dan
terkendali
guru..." ucap Anggini. Dewa Tuak nampak mengangguk
kecil lalu kemudian pendekar tua ini terlihat mengedarkan pandangan
kesekelilingnya dan akhirnya menyadari bahwa banjir bandang yang dibawa oleh
Nyi Roro Kidul rupanya telah menyusut.
Sebagian air bah
tersebut menguap habis akibat diserap oleh Bujang Gila Tapak Sakti kala
menciptakan gunung es raksasa dan sebagian lagi habis menguap akibat ledakan
dahsyat akibat benturan berbagai ilmu pukulan dahsyat yang dilepaskan oleh para
tokoh dunia persilatan terhadap resi dewa raksasa. Dilihatnya pula selain
Anggini, para tokoh dunia persilatan lain yang bertugas menyelamatkan rakyat
Mataram yang baru terbebas dari kabut dewa telah kembali dari tempat
pengungsian rakyat di puncak merapi.
Selain sisa-sisa para
dewa dan dewi seperti Dewa Air, Dewa Gunung, Dewa Petir dan beberapa dewa
lainnya yang nampak terdiam mematung menatap mata langit, para tokoh lainnya
juga telah hadir dan sebagian nampak berusaha menyadarkan Setan Ngompol, Naga
Kuning dan Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak terlentang berdampingan dengan
perut besar mengembung berisi air laut!
Tidak jauh dari
tempat itu, raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, Nyi Roro Kidul, Ayu
Lestari Ratu Laut Utara, Purnama yang sedang memapah Mahesa Edan dan Tubagus
Kesuma Putera nampak sedang mengelilingi Bidadari Angin Timur yang nampak
sedang bersimpuh sambil terlihat sibuk berusaha mematikan api yang masih
berkobar kecil di tubuh sang Pendekar Dua Satu Dua. Setelah api ditubuh sang
pendekar padam, Bidadari Angin Timur pun kemudian nampak berusaha memondong
tubuh Wiro yang sedang tidak sadarkan diri dan nampak hendak pergi meninggalkan
tempat itu.
"Akan kau bawa
kemana tubuh Pendekar Dua Satu Dua sahabatku Bidadari?" tanya sang raja
Mataram dengan penuh keheranan. Bidadari Angin Timur nampak memalingkan
wajahnya sesaat dan menunduk hormat kearah sang raja "Aku ingin membawa
Wiro ke tempat yang tenang dan berusaha menyadarkannya yang mulia raja. harap
sudi kiranya memberikan perkenanan..." ucap sang gadis berambut pirang
yang dibalas anggukan kepala oleh sang raja Mataram. Melihat hal ini sang gadis
nampak langsung melesat menjauh kearah sebuah pohon rindang yang berada tidak
jauh dari puing reruntuhan candi Perambanan. Semua ini tidak terlepas dari
tatapan sayu Tubagus Kesumaputera yang menatap punggung sang gadis yang berlari
sambil memondong tubuh Pendekar Dua Satu Dua. Diakhiri dengan hembusan nafas
berat, sang pemuda kemudian membalikkan tubuh dan berjalan bergabung dengan
rombongan raja Mataram dan para tokoh dunia persilatan lainnya.
Bidadari Angin Timur
kemudian nampak menurunkan tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan menyandarkan tubuh
Wiro ke batang pohon di belakangnya. Sang gadis kemudian mengeluarkan
saputangan berwarna biru dibalik ikatan sabuknya dan kemudian terlihat
membasahinya dengan air yang tergenang dalam lekukan akar pohon yang menonjol
yang ada di dekat tempatnya dan Wiro berada.
Dengan menggunakan
sapu tangan basah tersebut, sang gadis dengan lembut telaten dan penuh kasih
sayang nampak membasuh kedua tangan dan kemudian dada Wiro yang tersibak dan memperlihatkan
kulitnya yang gosong melepuh. Saat dirinya hendak membasuh wajah sang pendekar,
gerak tangannya yang memegang saputangan basah sontak terhenti. Pandangan
matanya yang memancarkan rasa khawatir bertemu langsung pandangan mata Wiro
yang menatapnya dengan tatapan lembut. "Kau... Kau sudah sadar...?"
ucap sang gadis terbata dan langsung dibalas dengan anggukkan kepala oleh
Wiro.
Dengan wajah merah tersipu gadis
berambut pirang berlesung pipit ini kemudian buruburu
beranjak bangun dan membalikkan tubuhnya dan berusaha beranjak pergi dari
tempat itu, namun telapak tangannya terasa di raih oleh seseorang dari belakang
dan ini membuat langkah kakinya sontak terhenti. "Bidadari..." suara
Wiro terdengar hangat memasuki gendang telinga sang gadis yang nampak tertunduk
"Kau mau pergi kemana.." tanya Wiro masih sambil menggenggam tangan
Bidadari Angin Timur dari belakang. "Aku... Aku ingin kembali bersama
rombongan raja dan yang lain... Perang ini masih belum berakhir..." ucap
sang gadis lirih masih sambil tertunduk
"Benarkah hanya
itu yang kau pikirkan? Mengapa aku merasa kau menyembunyikan sesuatu dariku...
Apakah kau tidak senang berjumpa kembali denganku Bidadari?" ditanya
seperti itu membuat Bidadari Angin Timur terpaksa membalikkan badannya dan menghadap
sang pendekar yang nampak telah berdiri di bawah naungan pohon rindang
"Bukan begitu Wiro... Bukan aku tidak senang bisa berjumpa kembali dengan
mu... Hanya saja aku merasa telah bersalah kepadamu... Aku pernah membuatmu
terluka begitu parah... Aku juga turut merasa bersalah terhadap apa yang
menimpa istrimu Ratu Duyung... Aku... Aku..." belum habis Bidadari Angin
Timur berucap sang pendekar sudah terlebih dahulu menarik sang gadis kedalam
pelukannya!
"Wiro..."
ucap sang gadis lirih sembari membenamkan wajahnya lebih dalam ke dada sang
pendekar yang memeluk sang gadis erat sembari membelai lembut pirang Bidadari
Angin Timur. Untuk beberapa lama keduanya seolah tenggelam dalam gejolak
perasaan masing-masing sampai akhirnya setelah beberapa saat, Bidadari Angin
Timur terlihat menolak lembut tubuh Wiro dengan kepala menunduk "Seperti
kataku tadi Wiro... Kita masih di tengah-tengah pertempuran... Akan tidak patut
jika kita berdua dalam keadaan seperti ini dilihat lebih lama lagi oleh yang
lain..." lirih sang gadis dengan wajah memerah "Ah maafkan aku... Kau
benar... Masih banyak yang harus kita lakukan... dan aku masih memerlukan
bantuanmu juga yang lain untuk mengakhiri semua peperangan ini..." ucap
Wiro seraya memegangi pundak Bidadari Angin Timur. Sang gadis nampak
menganggukkan kepalanya pelan. Sambil menggamit tangan sang gadis, Wiro pun
akhirnya beranjak meninggalkan pohon rindang tersebut.
Wiro dan Bidadari
Angin Timur kemudian kembali berjalan kearah rombongan raja dan para dewa dan
tokoh dunia persilatan lainnya yang nampak terlihat tegang memandang kearah
atas. Belum lagi sang pendekar mengeluarkan suara untuk menyapa, tiba-tiba tiga bayangan melesat dan memeluk
dirinya! "Wiro saudaraku!!" teriak Lakasipo si Hantu Kaki Batu yang
melompat memeluk sang pendekar diikuti oleh Setan Ngompol dan Naga Kuning yang rupanya telah sadar dari pingsannya.
Setelah melepaskan pegangan tangannya pada Bidadari Angin Timur, Wiro pun
langsung membalas merangkul ketiga rekannya tersebut. "Aku sungguh senang
masih bisa melihat kalian semua..." ucap Wiro penuh haru.
"Weleeeeh-weleeeh... Ada yang datang sambil guandengaaan tangan nih...
Boleh dong aku juga di gandeng kayak gituuu.." kekeh Bujang Gila Tapak
Sakti sambil tertawa terbahak membuat perut gendutnya membuncal naik
turun-kesana kemari. Apa yang di ucapkan oleh Bujang Gila pada dasarnya hanya
selorohan semata, namun cukup membuat beberapa telinga menjadi panas.
Melihat awal
kedatangan Pendekar Dua Satu Dua dari atas langit, rasa gembira dan bahagia
membuncah dan bergemuruh didada Nyi Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari. Namun
saat Wiro mendekati mereka sambil menggenggam tangan Bidadari Angin Timur,
tanpa terasa perih dan sesak merasuk di dada kedua wanita penguasa laut jawa
tersebut. Namun bagaimanapun juga, kedudukan sebagai seorang ratu mau tak mau
membuat keduanya memaksa diri masing-masing untuk berbesar hati. Keduanya pun
akhirnya hanya nampak menundukkan kepala dan tidak mengeluarkan satu kata
apapun.
"Pendekar
Dua Satu
Dua... Sungguh bahagia hatiku melihat kau sudah pulih dan kembali disini..
Kami pikir kau tidak akan kembali saat terlempar jauh keatas langit
sana..." ucap Sri raja Mataram sambil mendekati Pendekar Dua Satu Dua dan
kemudian memegang kedua pundaknya. Wiro pun kemudian menjura dalam kepada sang
raja. "Maafkan jika kedatangan saya mungkin terlambat yang mulia... Maaf
juga sudah membuat yang mulia dan yang lainnya khawatir.." ucap sang
pendekar sembari menunduk hormat. "Yang penting kau sudah kembali
bersama-sama dengan kami... Itu saja sudah cukup... Yah... Itu saja sudah
cukup... Dengan itu saja, kita sudah punya kesempatan yang lebih besar untuk
memenangkan pertempuran yang melelahkan ini... Dirimu dan para ksatria-ksatria
lain yang ada ditempat ini adalah ujung tombak harapan bagi kami semua rakyat
Mataram... Aku meyakini hal itu... Sangat meyakininya.." ucap sang
maharaja dengan mata yang berbinar dan sedikit berkaca-kaca.
Dalam suasana seperti itu, mendadak satu suara
ledakan dari dalam tanah terdengar keras membuncah dibarengi hamparan debu
tanah yang bertebaran diudara. Satu lobang geroakan sebesar sumur tiba-tiba
terlihat muncul di permukaan tanah, lalu dari lubang yang menganga di pelataran
sisasisa candi perambanan tersebut, melesat keluar beberapa sosok yang ternyata
adalah para pendekar yang berhasil kembali dari tugas yang mereka emban yaitu
menggempur dan membumi hanguskan istana kerajaan perut bumi. Diantara mereka
terlihat tokoh muda Andana Si Harimau Singgalang, Padanaran Si Pendekar Bulai, Panji Argomanik Si Singa Gunung Bromo, Pandu
Si
Malaikat Maut Berambut Salju, juga Sandaka Arto Gampito Si
Manusia Paku yang berhasil menyelamatkan sang istri Nyi Retno Mantili yang
sempat di sekap di Istana Perut Bumi.
"Kami berhasil
yang mulia! Istana Kerajaan Perut Bumi telah hancur tertimbun tanah dan para
tawanan sudah berhasil dibebaskan!" Seru Padanaran Si Pendekar Bulai
sambil bersamasama dengan rekannya yang lain yang baru keluar dari perut bumi
beranjak mendekati rombongan raja Mataram. "Sungguh luar biasa wahai kalian
para pendekar dan para ksatria! Benar-benar berkah Sang Hyang Jagatnatha masih
melingkupi kita semua.. Aku benar-benar senang kalian kembali dalam keadaan
selamat tanpa kekurangan apapun juga... Terlebih kalian juga berhasil
membebaskan semua tawanan kerajaan Perut Bumi... Sungguh kami semua rakyat
Mataram berhutang budi luar biasa pada kalian semua.." ucap raja Mataram
Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sembari bersidekap kearah rombongan Padanaran
dan kemudian bergantian ke seluruh pendekar dunia persilatan dan sisa-sisa para
dewa yang berada di sekelilingnya.
Sementara itu Jabrik Sakti Wanara dan Intan
Suci Angin Timur yang juga telah mendarat dibumi nampak berdiri agak jauh dari
rombongan raja dan yang lainnya. Semula Uban ingin segera bergabung dengan
rombongan raja dan para pendekar lainnya, namun malangnya dirinya langsung di
tarik menjauh oleh putri Pendekar Dua Satu Dua yang ada di sebelahnya.
"Kenapa kau tidak mau kita bergabung bersama mereka adikku? Tidakkah kau
ingin bertemu dengan ayahmu?" tanya Uban heran "Aku mau.. Tapi jangan
sekarang kakang... Aku belum siap bertemu ayah..." ucap Intan Suci sambil
menatap kakak angkatnya dengan pandangan memelas. Uban nampak menggaruk-garuk
rambut jabrik ubanan miliknya. dipandangnya pergi pulang sang gadis cilik dan
rombongan raja, apalagi saat rombongan pendekar bulai dan lainnya keluar dari
dalam tanah, matanya langsung tertuju pada sosok berambut putih basah yang di
yakininya sebagai Malaikat Maut Berambut Salju sang ayah kandung! Jantung
Jabrik Sakti berdegup keras melihat sosok sang ayah dari kejauhan. sungguh
ingin sang pemuda remaja segera berlari mendapati sosok sang ayah, namun
rengekan dan genggaman tangan Intan Suci Angin
Timur membuat sang pemuda remaja jadi merasa serba salah.
Ditengah-tengah kebimbangan uban, mendadak satu suara suitan terdengar
melengking nyaring dari mata langit kekelaman tanpa akhir!
"Lihat! Ada
sesuatu yang aneh yang terjadi pada manusia-manusia jahat di atas sana!"
ucap Setan Ngompol tiba-tiba sembari menunjuk keatas udara. Raja dan para
pendekar langsung memperhatikan kearah langit dan benar saja, para tokoh
golongan hitam yang semula terlihat diam membisu di udara itu kini nampak mulai
menunjukkan raut wajah buas dan penuh kemarahan kala mendengar lengking suara
suitan yang datang dari mata langit. Suara geraman layaknya binatang buas mulai
terdengar bersahutan dari mulut para durjana ini, sementara mata tunggal di
dahi masing-masing nampak bersinar lebih terang dan menyorot langsung kearah
kelompok raja dan para pendekar di bawah kaki mereka!
Tiba-tiba suara
lengkingan tinggi tergantikan oleh satu suara kerontangan batu di dalam kaleng
rombeng lalu beberapa saat kemudian, suara Kakek Segala Tahu terdengar nyaring
menggema di udara!
Mataram oh bumi Mataram puing
prambanan menjadi saksi ketika para iblis jahat merayap naik dan mata kejahatan
merambat turun selikur para ksatria lautan pasir para durjana darah mengalir
jauh membasahi pertiwi diatas sorak sang angkara murka lari mungkin pilihan
terselip hati kerdil namun sejarah ditulis oleh pemenang dan bukan untuk
pecundang
Mataram
oh bumi Mataram kuatkan hatimu mantapkan tekadmu angkara tak memilih
ksatria murka
pun tak memilah jelata raja dan ksatria angkat senjata keadilan
itu tak pernah buta hidup mati pasti berbekas tertoreh
syahid dengan tinta emas di ujung akhir Babad Pamungkas!
Bab 9
s |
yair
yang diucapkan oleh Kakek Segala Tahu dibarengi suara kerontangan kaleng rombengnya tanpa terasa membakar dan
membangkitkan kembali semangat di dalam diri Raja Mataram dan para pendekar
dunia persilatan. Sri Maharaja Mataram Raja Rakai Kayuwangi Dyah
Pasingsingan kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling
dan sesaat kemudian dengan suara bergetar sang raja pun berucap keras.
"Sahabat-sahabat dan para saudaraku wahai para dewa dan Ksatria...
Nampaknya ini adalah pertempuran terakhir yang harus kita hadapi bersama...
Hari ini kita masih bernafas itu adalah sebuah anugerah... Jika besok kita pun
masih bisa bernafas maka itu adalah sebuah berkah... Namun jika takdir
menyatakan saat ini adalah saat terakhir kita bernafas... Maka satu yang bisa
aku janjikan sebagai seorang raja kepada kalian wahai para saudaraku para dewa
dan ksatria... Selembar nafas ini tidak akan terenggut dengan begitu mudahnya
oleh para durjana diatas sana! Kita boleh mati! Kita boleh binasa! Namun satu
yang harus kita ingat, Kebenaran tidak akan pernah mati dikalahkan oleh
kejahatan...! Tetes darah terakhir kita mari kita curahkan hanya untuk bumi
Mataram...! Pantang mati tanpa kemenangan...!!! Sekali lagi pantang mati tanpa
kemenangaaan....!!!" suara seruan keras berapi-api yang keluar dari mulut
sang raja, langsung dibalas sahutan teriakan penuh semangat oleh para pendekar
dunia persilatan dan bersamaan itu pula petir terlihat menggelegar dan
menyambar bergeredepan di langit pagi yang gelap.
Begitu petir terakhir
kilatannya hilang dari pandangan mata, maka diiringi suara lengkingan maha
dahsyat yang keluar dari mata langit raksasa, Para durjana yang dibangkitkan
oleh mata langit kekelaman tanpa akhir itupun dengan buasnya dan didahului
teriakan serta raungan keras langsung melesat turun meluruk kearah para
pendekar tanah jawa! Melihat datangnya serbuan, para pendekar dan para dewa
negeri atas langit yang tersisa pun langsung melesat menyambut datangnya
serbuan dengan dipimpin langsung oleh yang mulia raja Mataram Rakai Kayuwangi
Dyah Pasingsingan!
Pertempuran hebat pun akhirnya dimulai antara
para pendekar dunia persilatan golongan putih melawan tokoh-tokoh jahat yang
dihidupkan kembali oleh mata langit kekelaman tanpa akhir. Suara denting
senjata yang saling beradu dan lesatan puluhan ilmu kesaktian maha dahsyat
kembali meraung merobek angkasa bumi Mataram!
Ditengah pertempuran yang terjadi,
nampak Lasedayu atau Hantu Langit Terjungkir berdiri diam di tengah medan
pertempuran dengan wajah sedih menatap dua jalur ilmu pukulan sakti yang datang
berbarengan menyerang dirinya! Entah mengapa sang kakek tua dari negeri
Latanahsilam ini seolah pasrah kala melihat dua sosok yang menyerang dirinya
dengan menggunakan pukulan jarak jauh tersebut. Sedetik lagi tubuh sang kakek
porak poranda dimakan serangan, dua jalur ilmu kesaktian lainnya datang
langsung memapas serangan yang datang darirah depan! Ilmu Bara Setan Pengancur Jagat yang
dilancarkan oleh Hantu Bara Kaliatus dan ilmu Tangan Hantu Tanpa Suara yang dikeluarkan
oleh Hantu Muka Dua kearah Hantu Langit Terjungkir pupus manakala berbenturan
langsung dengan ilmu yang dikeluarkan oleh Lakasipo dan Hantu Raja Obat.
“Ayahanda...”seru kedua tokoh Latanahsilam tersebut sembari
memburu kearah Hantu Langit Terjungkir “Aku tidak apa-apa...” ucap Lasedayu
dengan wajah murung. “Keparat durhaka! biar aku yang menghabisi kedua hantu
sialan itu...” dengus Lakasipo penuh amarah.
Lasedayu nampak memegang pundak Lakasipo dan Hantu Raja Obat. “Bebaskan
dan sempurnakan jiwa kedua saudara kalian itu... Dunia ini sudah bukan tempat
mereka lagi...” ucap Lasedayu dengan nada sedih. Hantu Kaki Batu dan Hantu Raja
Obat nampak menganggukkan kepala dan langsung melesat kearah Hantu Bara
Kaliatus dan Hantu Muka Dua yang telah kembali mengeluarkan ilmu pukulan
masing-masing kearah Lakasipo dan Hantu Raja Obat. Benar-benar takdir yang
menyedihkan dari empat orang anak Hantu Langit Terjungkir yang terpisah oleh
rencana jahat dan dipertemukan oleh takdir yang menyesakkan dada.
Sementara itu
Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak terlihat sibuk
menggunakan telapak tangannya yang membara kemerahan dan berukuran beberapa
kali lipat menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Momok Dempet
dan Singo Abang. Nyi Roro Kidul pun terlihat bergerak lincah kesana dan kemari
mempergunakan selendang hijaunya saat menghadapi amukan Dewi Siluman Bukit
Tunggul, Dewi Kala Hijau dan Nenek Kelabang Merah. Walaupun hanya berwujud
sebuah selendang, namun di tangan sang penguasa laut selatan, selendang
tersebut tidak ubahnya seekor naga hijau yang hidup dan menerkam buas ke segala
jurusan!
Di tempat lain
Ratu Laut Utara Ayu Lestari nampak mengamuk hebat kala melawan keroyokan Nyi
Kuncup Jingga, Ning Kameswari dan Nyi Harum Sarti, sang Ratu Laut Utara palsu
yang pernah menyekapnya dalam penjara dan nyaris membuatnya tewas! “Aku akan
membuat perhitungan denganmu! kau harus merasakan apa yang kurasakan di dalam
neraka sana akibat perbuatanmu wahai gadis keparat!” teriak Nyi Harum Sarti
sambil menjentikkan kesepuluh kukunya. Sepuluh larik sinar putih nampak melesat
kearah sepuluh titik di tubuh Ayu Lestari, namun segera musnah manakala Sri
Ratu Ayu Lestari menghantam kearah depan dengan mengunakan kedua
tangannya! Suara bergemuruh dibarengi
rubuhnya satu pohon raksasa manakala angin pukulan yang dilepaskan oleh Ayu
Lestari menghancurkan ilmu sepuluh kuku kematian yang dilepas oleh Ratu Laut
Utara palsu.
Dari balik pohon
yang rubuh kemudian terlihat melesat Panji Ateleng dan Dewi Dua Musim yang
sebelumnya sedang melawan Raja Rencong Dari Utara bersama Wirapati si Pendekar
Pemetik Bunga beserta Tiga Setan Darah. Pertempuran dua pasangan pendekar muda
ini rupanya sempat terhenti akibat rubuhnya pohon yang terkena angin pukulan
yang dilepas oleh Ayu Lestari sang Ratu Laut Utara sejati!
Di tempat lain Naga Kuning dan Setan
Ngompol pun terlibat pertarungan sengit melawan Rangrang Srengi penguasa Istana
Darah, Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, serta Ratu Serigala!
Dengan gerakan salto, Setan Ngompol terlihat berhasil menghindari terkaman Ratu
Serigala, namun dari arah samping datang tendangan Mayat Hidup Gunung Klabat
yang memburu kearah lehernya ‘Tundukkan kepala mu kakek bau pesing!” teriak
Naga Kuning seraya mengeuarkan ilmu Naga Murka Merobek Langit kearah Mayat
Hidup Gunung Klabat yang menyerang Setan Ngompol dengan mempergunakan
tendangan. Suara keras terdengar dan Mayat Hidup Gunung Klabat terhempas keras
membentur sosok Jagal Iblis Makam Setan yang sebelumnya sempat jatuh karena
serangan Naga Kuning sebelumnya.
“Terima kasih ning! Kalau tidak ada kamu bisa-bisa leherku
ini sudah lepas dari tadi…” kata Setan Ngompol yang berjalan mendekat kearah
Naga Kuning yang masih dalam keadaan siaga “Nanti saja terima kasihnya kek…
Musuh kita masih banyak..” ucap Naga Kuning. “Betul kata mu ning… Tapi aku kok
heran ya… Sebegitu banyaknya begundal-begundal tokoh jahat kayak begini yang di
bangkitkan, kok tidak ada batang hidungnya si Pangeran Matahari itu yah
ning..?” ucap Setan Ngompol sambil menghindari serangan tinju yang dilancarkan
Rangrang Srenggi “Kalau jagoan umumnya
muncul paling belakangan, nah penjahat utamanya juga biasanya begitu kek,
munculnya paling buntut!” seru Naga Kuning sambil mengeluarkan pukulan sakti
Naga Kuning Merobek Langit kearah Jagal Iblis Makam Setan dan Mayat Hidup
Gunung Klabat yang terlihat telah bangkit dan sama-sama menyerbu dirinya dan
Setan Ngompol!
Pertarungan seru dan menegangkan terjadi
di berbagai tempat di areal bekas candi prambanan. Panji Argomanik sang Singa
dari Gunung Bromo terlihat dengan tangkasnya meladeni serangan Ki Ageng Tunggul
Akhirat dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat. Kemudian Andana si Harimau
Singgalang dengan sigap meladeni serangan kompak kakek nenek Sepasang Hantu
Bercinta Luhjahillio dan Lajahillio. Tidak jauh dari tempat itu Padanaran dan
Karaeng Uleng Tepu terlihat saling bertempur melawan keroyokan dua Gadis
Bahagia Luhkenanga dan Luhkemboja,
Mahesa Birawa dan Sarontang. “Ah
badik bagus, Serangan bagus pula! Senangnya diriku dapat lawan tarung satu tanah
tempat kelahiran…” ucap girang Karaeng Uleng Tepu kala meladeni serangan Badik
Sumpah darah di tangan
Sarontang.
Di satu sisi lain, sinar berwarna putih
nampak berkali-kali melesat dari boneka kayu bernama Kemuning yang berada dalam
pegangan Nyi Retno Mantili. Sinar-sinar tersebut laksana hidup memancar dan
menghantam kearah Patih Wirabumi dan Adipati Jatilegowo yang mengeroyok
Sandaka Arto Gampito si Manusia Paku dan Tubagus
Kesumaputera alias Jatilandak!
Di bagian yang
lain nampak Anggini dan Mahesa Kelud juga terlihat sibuk meladeni dua Sinuhun
Merah Penghisap Arwah sementara Purnama dan Mahesa Edan bertarung berdampingan
melawan Ketua Seratus Jin Perut bumi dan Empat Mayat Aneh. Jika di darat
pertrungan berlangsung seru, maka diudara Mataram pun terjadi pertarungan yang
tidak kalah serunya. Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti Wanara nampak
melesat kesana kemari melawan Datuk Lembah Akhirat yang nampak turut melesat
meladeni serangan dua remaja tersebut dengan menggunakan sepasang sarung tangan
penyedot batin miliknya!
Namun ada hal
yang lucu dan cukup menarik perhatian dalam pertarungan-pertarungan yang
terjadi di bumi mataram kali ini. Dan itu adalah apa yang terjadi pada Pendekar
Dua Satu Dua kala berhadapan dengan satu nenek berpakaian kulit kayu dan
berwujud seperti burung berparuh bengkok yang dikenal dengan sebutan Hantu
Santet Laknat! Bukannya saling bertarung, si nenek malah merengek-rengek di
kaki Pendekar Dua Satu Dua dengan mesranya! Berulangkali si nenek nampak merayu
dan membujuk serta mengungkitungkit tentang pernikahannnya dengan Wiro di
negeri Latanahsilam. Bidadari Angin Timur yang sebelumnya sedang berkonsentrasi
bertarung berhadapan dengan Hantu Tangan Empat sampai memerah mukanya karena jengah
dan marah! Sang gadis kemudian terlihat bergerak cepat meninggalkan musuhnya ke
arah Wiro dan kemudian meraih kerah baju Pendekar Dua Satu Dua untuk setelah
itu melempar tubuh Pendekar Dua Satu Dua kearah Hantu Tangan Empat! “Kau lawan
kakek kelebihan tangan itu, biar nenek gatel ganjen ini aku yang lawan!” dengus
sang gadis sambil langsung menyerang hantu santet laknat yang ada didepannya!
Gadis kekasih Pendekar Dua Satu Dua ini rupanya sedang terbakar api cemburu!
Dari sekian
banyak pertempuran yang terjadi, pertempuran antara Lasedayu dan Latampi serta
Dewa Tuak dan sisa-sisa pada dewa-dewi melawan Lamanyala dan Lakarontang
mungkin salah satu pertarungan yang paling mendebarkan. Bagaimana tidak? Para
tokoh dunia persilatan sudah mencoba menghantam dengan pukulan jarak jauh
masing-masing namun selalu berhasil dipatahkan oleh kobaran dinding api yang
dilepaskan oleh dua sosok yang tubuhnya selalu terlihat dikobari api ini!
Dinding berwujud kobaran api yang cukup rapat menjadi pertahanan dan sekaligus serangan
yang sangat membahayakan yang membuat hawa gelanggang pertempuran di bekas
candi prambanan benar-benar serasa berada di dalam tungku neraka! “Oladalaaah
jadi ini yang bikin udara jadi panas seperti panggangan singkong bakar? Ayooo
ponakanku, bantu pamanmu ini mendinginkan suasana…” ucap Bujang Gila Tapak
Sakti yang nampak melesat sambil menarik Pandu si malaikat maut berambut salju
masuk kedalam kancah pertempuran. Dinding-dinding kobaran api langsung dibalas
kontan serangan dinding es yang datang bertubitubi! Benar-benar dahsyat
kepandaian dua orang berkepandaian inti es dan salju yang baru bergabung dalam
pertempuran melawan Lamanyala si bekas utusan dewa dan Lakarontang si jenazah
simpanan ini!
Bab 10
S |
ementara itu tanpa terasa matahari semakin naik tinggi
memuncak, semakin lama para pendekar dan raja Mataram pun semakin mampu
menyudutkan dan akhirnya membinasakan sebagian para durjana yang dibangkitkan
oleh mata langit raksasa. Semakin naik posisi matahari kekuatan dari para
durjana itu pun makin melemah. Raja Mataram yang berhasil membinasakan Momok
Dempet dan Singo Abang dengan keris Widuri Bulan dan keris Kanjeng Sepuh
Pelangi adalah yang pertama kali menyadari kemudian diikuti oleh Lasedayu dan
Latampi yang juga telah berhasil menjatuhkan Lakarontang dan Lamanyala dengan
bantuan Dewa Tuak, Bujang Gila Tapak Sakti dan yang lainnya.
“Kakek
Lasedayu… Kakek Latampi… Para durjana ini sudah jauh melemah… Aku perlu bantuan
kalian berdua seperti yang pernah kita bahas sebelumnya…” teriak Sang raja
kearah Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman.
Hantu Langit
Terjungkir dan Si Penolong Budiman nampak saling berpandangan dan kemudian
terlihat mengangguk berbarengan. Latampi kemudian terlihat memasang kuda-kuda
dan mengarakan kedua telapak tangannya kearah langit, lalu Lasedayu nampak
bersalto beberapa kali diudara dan kemudian hinggap diatas kedua tangan
Latampi! Kedua kakek asal Latanahsilam ini kemudian terlihat memejamkan mata
dan mulut terlihat komat-kamit mengucapkan suatu ajian! Tiba-tiba getaran yang
cukup kuat terasa di bumi dan berbarengan dengan mencuatnya sinar berwarna
putih dari tubuh Latampi dan Lasedayu yang saling menopang, tubuh-tubuh para
durjana tokoh jahat yang masih tersisa tiba-tiba mengambang dan naik keudara!
Tiba-tiba Lasedayu mengeluarkan pekik
panjang dan diikuti juga oleh Latampi! Tubuh Lasedayu kemudian terlontar sampai
jauh kelangit akibat tekanan dorongan yang dilakukan oleh Si Penolong Budiman,
pada ketinggian tertentu, tubuh kakek yang memutuskan untuk tetap hidup dalam
keadan terjungkir ini kemudian kembali turun ke bumi dengan dua tangan
terpentang lebar! Dan yang paling hebatnya adalah awan-awan yang berada di
langit kemudian terlihat saling bergabung menyatu menjadi sosok sepasang
telapak tangan raksasa dan turut turun bersama sosok Hantu
Langit Terjungkir!
Tidak sampai
disitu, Latampi yang berada dibumi dan juga sedang merentangkan tengan keatas
kemudian kembali berteriak dan dari dalam tanah muncul sebentuk telapak tangan
raksasa yang naik keatas menjemput turunnya tapak awan raksasa yang dibawa oleh
Lasedayu!
Inilah wujud
dahsyat ilmu gabungan Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang dihadiahkan
Simpul Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi kepada dua orang kakek baik yang
selama hidupnya banyak mengalami kemalangan ini.
Para durjana
yang melayang mumbul dan berada diudara seakan-akan bergerak tertarik ke
tangah-tengah tangan awan dan tangan bumi. Saat kedua tangan Latampi dan
Lasedayu akhirnya saling bertemu, maka bertemu jugalah tangan awan dan tangan
bumi yang berbentuk bongkahan tanah raksasa dengan para durjana
ditengahtengahnya! Suara ledakan kembali berhamburan dibarengi letusan
bertebarannya bebatuan dan tanah serta asap awan yang tercerai berai akibat
benturan maha dahsyat hasil pertemuan kedua tangan dari ilmu Menebar Budi
Menjungkirbalikkan Langit yang dikeluarkan oleh Lasedayu dan Latampi!
Begitu dahsyatnya ilmu Menebar Budi
Menjungkirbalikkan Langit yang
di keluarkan oleh Latampi dan Lasedayu ini membuat para durjana tokoh sesat
yang terkena dampak pukulan ini nampak meraung mengeluarkan suara yang menyayat
hati! tubuh mereka yang terkena himpitan tenaga tangan awan dan tangan bumi ini
langsung terlihat retak rengkah dan kemudian
pecah berhamburan dan sejurus kemudian langsung berubah
menjadi berkas asap hitam yang lagi-lagi membumbung tinggi dan kembali masuk ke
mata langit yang menggantung di udara. kejadian aneh kemudian terjadi mana kala
mata langit raksasa yang menyerap puluhan asap hitam sisa-sisa raga para
durjana yang musnah nampak mulai mengecil dan terus menciut hingga akhirnya
ukuran mata langit yang semula begitu besarnya kini bentuk dan ukurannya tidak
ubahnya sosok mata normal biasa!
Kejadian selanjutnya
sungguh benar-benar tidak dapat ditebak, setelah menyerap habis asap dari para
durjana yang telah dikalahkan, dari mata langit itu sendiri kemudian keluar
jalinan otot daging dan serat serabut syaraf yang saling membelit dan saling
menjalin bertumbuh menjadi satu, lalu membesar membentuk satu sosok tubuh
manusia sempurna yang kemudian terlihat terbungkus dengan sendirinya oleh serat
pakaian yang seolah hidup membungkus tubuh sosok penjelmaan baru dari mata
langit. Sosok ini walaupun dikatakan sempurna berwujud manusia namun wajahnya
yang berwujud seorang pria ini sangat menakutkan membuat siapapun bergidik
melihatnya.
Hidung nya terlihat
hancur dan pipi kiri dan rahang kirinya melesak kedalam, begitupun mata kirinya
juga nampak hancur dan juga turut melesak kedalam. Namun yang membikin ngeri
dan membuat tampilan manusia satu ini terlihat menakutkan adalah keberadaan
sebuah kitab yang terbuat dari kulit yang memancarkan aura seram terlihat
melekat terjahit di dadanya. Di tangan kanannya sang pria juga terlihat
memegang sebuah lentera aneh. Lentera aneh tersebut memiliki bagian yang tembus
pandang terbuat dari kaca tebal berwarna merah kuning dan hitam. pegangannya
terbuat dari logam yang membentuk ukiran kepala naga!
"Apa
Kataku...!" seru Naga Kuning kepada Setan Ngompol kala melihat sosok
penjelmaan mata langit kali ini. "Sudah kubilang pangeran kampret itu
pasti jagoan terakhirnya! Lagu lama! Gampang ketebak!" seloroh sang bocah
sambil pencongkan mulut sendiri. "Kau benar ning! Laris sangat ini
pangeran yah... Sogokannya sama iblis neraka mantap kali sampai bisa nongol di
bumi berulang-ulang..." ucap Setan Ngompol sambil terkekeh geli namun
kemudian kembali membekap celana kuyupnya. Benar seperti apa yang dikatakan
oleh Naga Kuning, sosok yang kali ini dibangkitkan dan dijadikan perwujudan
oleh Mata Langit kekelaman tanpa akhir adalah Pangeran Matahari si Segala Licik
dan Segala Congkak!
Pendekar Dua Satu Dua terlihat mengusap
mukanya sambil memandang kearah sosok Pangeran Matahari yang masih menggantung
di udara dalam keadaan menutup mata "Lagi-lagi aku harus berhadapan dengan
pangeran geblek satu ini... Entah nyawanya yang rangkap atau memang manusia
kapiran ini punya keberuntungan yang tidak ada habis-habisnya... Susah benar di
bikin mati!!" keluh sang pendekar. Satu tangan terlihat memegangi pundak
Pendekar Dua Satu Dua dan ini membuat Wiro berpaling kearah orang yang
memegangi pundaknya. "Aku merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan
Wiro... Sosok diatas sana memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh para
tokoh-tokoh jahat sebelumnya yang kita lawan tadi..." ucap Karaeng Uleng Tepu yang berdiri di
sampingnya. "Aku mengerti Karaeng... Akupun turut merasakan apa yang kau
rasakan... Jujur aku telah berkali-kali melawan dan mengalahkan sosok manusia
kapiran diatas sana... Namun kali ini rasanya ada sesuatu yang berbeda dari
kehadirannya.. Sesuatu yang lebih jahat dan kejam..." desis Wiro.
Tiba-tiba
seluruh tubuh para pendekar dan raja Mataram beserta kedua ratu dan para dewa
yang ada disitu terasa berat dan tidak dapat digerakkan! "Celaka! ini
pengaruh kabut dewa! teriak Panji Ateleng “Tidak mungkin! Harusnya kabut dewa
sudah dimusnahkan saat kehancuran kerajaan Perut Bumi dan juga berputarnya
kembali poros buana.. Ini harusnya sesuatu yang lain...” sambung Dewi Dua
Musim.
“Bagaimana
bisa begini kakang Wanara? Aku sudah membebaskan Kiai Naga Waskita dan Kiai
Naga Wisesa dari Pasak Pemasung Dewa... Bahkan Uwak Datuk Rao Bamato Ijo
sampaisampai mengorbankan hidupnya hanya untuk melawan Raja Serigala Kabut
Taring Besi di poros buana sana... Jadi bagaimana bisa kabut ini mendadak
muncul kembali kakang?” ucap panik Intan Suci Angin Timur kala dirasakannya
tubuhnya terasa berat tidak bisa digerakkan karena belitan kabut yang merayap
dari kaki hingga ke sekujur badannya. Setelah berhasil mengalahkan Datuk Lembah
Akhirat Intan Suci Angin Timur dan sang kakang memang langsung turun
menginjakkan kaki dan tanpa sadar ikut terbelit oleh kabut yang tibatiba
muncul.
“Kurasa ini bukan kabut dewa seperti sebelumnya adikku...
Jika ini kabut dewa, harusnya Kitab Seribu Bintang yang sudah berisi Bunga
Tanjung Kasih Dewa dipunggungku bisa menghalaunya... Tapi ini tidak! Kabut ini
jauh lebih kuat dari pada kabut dewa!” jawab Jabrik Sakti Wanara.
Dalam keadaan
menegangkan dimana sekujur tubuh semua orang yang ada ditempat itu tidak bisa bergerak
karena terbelit kabut berbalut halimun tipis, tiba-tiba sosok Pangeran Matahari
terlihat mengarahkan Lentera Iblis digenggamannya kearah bawah, lentera
ditangannya tiba-tiba berpendar dan diikuti oleh berpendarnya kitab Wasiat
Iblis yang terjahit di dadanya dibarengi bentakan sang pangeran, dua lajur
sinar berwarna hitam pekat nampak keluar dari lentera iblis dan kitab wasiat
iblis! Kedua cahaya hitam tesebut terlihat saling membelit kemudian menyatu dan
berubah membesar beberapa kali lipat dan langsung menggebrak menuju kearah raja
dan para pendekar yang terjebak terbelit oleh kabut aneh yang datang secara
tiba-tiba!
“Celaka! Kita tidak bisa mengeluarkan
ilmu kesaktian yang kita miliki.. Kabut sialan ini menghalangi kita melakukan
pemusatan tenaga dalam...”Keluh Anggini yang juga seperti yang lain yang berada
dalam keadaan terkunci.
Sesaat lagi
lajur pukulan jarak jauh berukuran sepemelukan pohon beringin ini menghantam
raja dan para pendekar, tiba-tiba dari balik awan yang bergerombol diatas
langit, melesat memapak satu sinar berwarna keemasan yang langsung menghantam
pukulan milik Pangeran Matahari! Suara dahsyat kembali menggelegar di udara,
dan bersamaan dengan ledakan tumbukan diudara, kabut aneh yang sebelumnya
menyekap dan membelit tubuh para pendekar pun sontak langsung sirna! Raja dan
para pendekar akhirnya bisa kembali menggerakkan tubuh mereka.
“Kita sudah
bisa bergerak lagi ning! Tapi Sinar apa itu yang tadi datang menghantam pukulan
pangeran keblinger itu ya ning? Tanya Setan Ngompol seraya memeriksa sekujur
tubuhnya dengan tangannya. Setelah puas memeriksa, enak saja kakek bermata
jereng ini mengelap tangan basahnya ke punggung pakaian Naga Kuning! Kontan
saja si bocah langsung menjauh dan memaki panjang pendek.
Bab 11
S |
ementara
itu, sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah
Pasingsingan nampak memandang gerombolan awan diatas sana dengan pandangan
tegang. Jantung sang raja berdegup begitu kencang “Sang Hyang Jagatnatha! Apa
benar hari ini adalah hari yang telah ditentukan itu...” sang raja nampak
mengelus-elus dadanya berusaha menahan debaran jantungnya yang berdegup laksana
derap kaki kuda!
Pangeran
Matahari nampak perlahan membuka kedua matanya. Kegeraman luar biasa terpancar dari roman muka sang
pangeran segala licik dan segala congkak tersebut. Dengan penuh amarah, sang
pangeran terlihat memalingkan wajahnya kearah gerombolan awan putih dimana
sebelumnya keluar sinar berwarna keemasan yang menghadang pukulan yang
dilepaskannya.
Gerombolan awan yang dilihat oleh
Pangeran Matahari dan raja serta para tokoh lainnya sebelumnya terlihat seperti
awan putih biasa pada umumnya. Namun beberapa saat awan tersebut terlihat
seperti hidup beranjak turun mendekat kearah para pendekar! Dalam sekejap
kumpulan awan tersebut terlihat memancarkan cahaya putih lalu dari balik awan
putih yang bergerombol tersebut tiba-tiba muncul tujuh sosok yang memancarkan
cahaya keemasan. Ketujuh sosok terebut adalah sosok raja Mataram generasi
terdahulu mulai raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, Rakai Kayuwangi
Dyah Panangkaran, Rakai Kayuwangi Dyah
Lokamahendra, Rakai Kayuwangi
Dyah
Indrarajasa,
Rakai Kayuwangi Dyah Baladewa, Rakai Kayuwangi Dyah Asmaratungga, dan terakhir
Rakai Kayuwangi Dyah Antawijaya ayahanda terkasih Sri Maharaja Mataram terakhir
Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan! Tujuh raja Trah Rakai Kayuwangi kembali
berkumpul membentuk lingkaran di langit Mataram! Dan bukan hanya itu saja,
dibalik lingkaran para raja terdahulu bumi Mataram ini berjejer pula barisan
tokoh dunia persilatan golongan putih yang telah tiada! mulai dari Nyanyuk
Amber,Raja Penidur, Kiai Gede Tapa Pamungkas, Datuk Rao Basaluang Ameh, Resi
Bathara Padma atau lebih dikenal dengan nama Aryo Segoro sang pendekar kapak
maut naga geni dan pasangannya pendekar pedang naga suci Kinanti Saraswati,
Sinto Weni dan Sukat Tandika, Resi Kandawa Abithar, Datuk Perpati Alam Sati dan
masih banyak tokoh putih lainnya yang gugur dalam pertempuran melawan Kerajaan
Perut Bumi.
Raja termasuk
para tokoh dari golongan putih nampak meneteskan air mata penuh kebahagiaan
kala melihat orang-orang bercahaya yang muncul dari balik awan bersama
rombongan Maharaja Mataram terdahulu. Termasuk didalamnya Pendekar Dua Satu Dua
kala melihat sang guru Sinto Gendeng dan Sukat Tandika berada di jajaran para
tokoh silat golongan putih yang berdiri di belakang barisan raja-raja Mataram.
“Allah Maha Besar!! Akhirnya aku bisa kembali melihat dirimu eyang...” ucap
sang pendekar dalam hati dengan mata haru
Disaat semua
orang masih terpana akan kedatangan rombongan raja Mataram terdahulu dan para
tokoh sepuh dunia persilatan yang datang dalam gerombolan awan, mendadak satu
suara penuh wibawa terdengar menggelegar dari mulut ke tujuh raja Mataram!
“Tan Kena Wola-wali Berbudi
Bhawalaksana... Tan Kena Wola-wali Berbudi Bhawalaksana...! Titah Raja Tidak
Akan Terulang. Teguh Bagaikan Karang, Ganas Bagaikan Ombak..
Sabda
Pandhita Ratu... SABDA PANDHITA RATU
MANUNGGALING KAWULA GUSTI, Rawuh
Pamungkas Satrio Piningit!
Rawuh Pamungkas
Satria Piningiiiiittt!!!!
RAWUUUH PAMUNGKAS
SATRIO
PININGIIIIITTTTTT!!!"
Begitu suara gemuruh
Sabda Pandita Ratu Manunggaling Kawula Gusti yang keluar dari mulut ketujuh
raja Mataram tersebut berhenti, cahaya keemasan disalut warna pelangi berbentuk
aksara jawa tiba-tiba nampak menyeruak berpendar dari tubuh ketujuh raja
Mataram terdahulu yang melayang diangkasa di dalam Kumpulan awan. Ketujuh
cahaya tersebut kemudian bersatu dan kemudian melesat sesaat dan kembali pecah
menjadi empat bagian. satu bagian melesat
menuju kearah raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, dan sisanya lagi
melesat menuju kearah Pendekar Dua Satu Dua, Mahesa Edan dan Mahesa Kelud!
Raja dan ketiga
pendekar bumi Mataram ini kemudian nampak seolah terbelit cahaya pelangi
keemasan dan turut pula nampak berpendar. Lalu dengan satu sentakan dahsyat
keatas udara, tubuh raja dan ketiga pendekar tersebut nampak melesat keangkasa
dengan kecepatan luar biasa! Satu cahaya yang teramat menyilaukan tiba-tiba
melintas mana kala tubuh keempatnya yang terbungkus aksara jawa keemasan ini
nampak mulai menyatu dalam satu bentuk bola cahaya yang berwarna pelangi
keemasan! Bola cahaya tersebut melesat tepat kearah Pangeran Matahari yang
mengambang dengan pongahnya. Lalu setelah berjarak sepuluh tombak, bola cahaya
tersebut nampak meledak menggelegar dan luruh menjadi serpihan cahaya yang
menyisakan sosok putih bercahaya berpendar lembut yang nampak turut pula
berdiri mengambang gagah di hadapan si segala licik segala congkak!
Pangeran Matahari nampak menyipitkan matanya
yang memang tinggal sebelah itu sambil menatap menyorot tajam kearah sosok
bercahaya dihadapannya. Dihadapannya Nampak berdiri melayang sosok seorang pria
berambut panjang terurai yang mengenakan kain putih panjang berselempang di
dada hingga ke kakinya.
Wajahnya
tidak terlalu terlihat jelas karena satu selubung cahaya yang memancar dari
wajah sang pria. Di atas kepala sang pria terlihat sebuah mahkota yang nampak
mengambang melayang diatas kepala sang pria dan memancarkan warna keperakan.
Tangan kiri nampak bersidekap di depan dada sementara tangan kanannya terlihat
menggenggam sebilah senjata berwujud aneh. Senjata yang dipegangnya pada
pangkalnya nampak seperti sebuah kapak bermata dua namun ditengah-tengah kapak
tersebut bilahnya nampak terus menjulang memanjang dan berwujud pedang! Apalagi
kalau bukan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua yang ada dalam legenda!
Melihat sosok
bercahaya yang berdiri melayang tegap diudara memegang kapak pedang naga dewa
dua satu dua, tanpa terasa bening merembes di sudut mata Dewa Tuak. Saat
lengannya kemudian di sentuh oleh Anggini, Dewa Tuak nampak memalingkan wajah
dan tersenyum kearah sang murid "Tidak ku sangka di usia ku yang sudah
bangkotan bau tanah ini.. Gusti Allah masih memberiku anugerah kesempatan untuk
melihat langsung turunnya Satrio Piningit yang hanya pernah kudengar di dalam
legenda... Kita masih punya harapan... Dunia persilatan masih punya harapan
muridku..." ucap Dewa Tuak dengan suara bergetar. Sang murid pun nampak
mengangguk penuh rasa haru.
Melihat senjata yang
dipegang oleh sosok Satrio Piningit yang merupakan perpaduan Kapak Maut Naga
Geni Dua Satu Dua dan pedang naga suci dua satu dua yang keduanya semula
tertanam di dada Wiro, sang pangeran nampak mengerenyitkan kedua alisnya.
tiba-tiba seolah hidup kitab wasiat iblis yang terjahit di dadanya nampak
bergerak liar! satu persatu benang urat darah yang menyatukan kitab tersebut ke
kulit dada Pangeran Matahari mulai terlepas. lalu begitu benang urat darah yang
terakhir terlepas, seolah hidup kitab tersebut nampak bergerak merayap kearah
lengan Pangeran Matahari yang memegang lentera iblis! kitab tersebut bagaikan
memiliki nyawa nampak langsung membelit lentera di tangan si segala congkak dan
lentera dan kitab tersebut tiba-tiba mengeluarkan nyala kobaran api berwarna
hitam yang sangat besar, sehingga membuat Pangeran Matahari terpaksa melepaskan
pegangannya pada logam pegangan lentera.
Bab 12
s |
etelah beberapa saat berlangsung, kobaran api hitam besar
yang nampak melayang tersebut terlihat bergerak kembali kearah tangan Pangeran
Matahari yang langsung menyambutnya. sosok kobaran api tersebut perlahan mulai
berubah menjadi satu bentuk pedang hitam membara di tangan Pangeran Matahari!
Pangeran Matahari untuk beberapa saat memperhatikan benang urat darah api yang
timbul dari gagang pedang yang kemudian membelit dan memasuki pergelangan
tangannya. satu kekuatan yang teramat
dahsyat dan penuh kebencian merasuk dari genggaman tangannya melalui Pedang
Kitab Lentera Iblis yang berada di genggaman tangannya!
"Mahkluk Autih... " suara Pangeran
Matahari terdengar berat dan dalam seolah dikeluarkan dari dalam jurang tanpa
dasar. "Aku tidak mengenali wujudmu... Namun aku masih bisa dengan jelas
membaui dan merasakan bahwa di dalam wujudmu itu, terdapat sosok yang paling
kubenci di dalam seluruh jiwa dan kesadaranku yang masih tersisa..."
lanjut sang pangeran.
"Wiro Sableng
Haram Jadaaah!!! Terkutuk dirimuu keparaaat...!!! Aku tahu kau ada di dalam
sana...!!!" teriak Pangeran Matahari sembari menunjuk dengan telunjuknya
yang bengkok ke arah sosok bercahaya dan berbaju putih di hadapannya.
"Siksa api
neraka tidak membuat dendamku luntur wahai Pendekar Dua Satu Dua! Pedih dera
dan rajaman cambuk dan gergaji penghuni neraka pun tidak juga membuat dengki ku
surut dan pupus pada dirimu!" suara Pangeran Matahari semakin terdengar
berat dan bergetar
"Aku yang terjeblos dalam dunia kegelapan
penuh siksa neraka jahanam sama sekali tidak pernah menyangka akan datang
kembali kesempatan seperti ini.... Memang.. Berulang kali aku dibangkitkan...
Namun... Berulang kali pula aku kau kalahkan keparat...!!! Tapi kali ini....
Kesempatan pun kembali menyapa... Kali ini..... Aku pastiiii akan membuatmu....
" belum lagi menyelesaikan apa yang ingin di utarakannya, ucapan sang
pangeran tiba-tiba terputus manakala satu benda yang melesat dari arah bumi
dengan secepat kilat menghantam dan membasahi kepalanya! Letupan-letupan kecil
terlihat di wajah sang pangeran yang dibasahi oleh cairan hangat berbau pesing
yang tadi menghantam wajahnya!
Mata nya melirik sekilas dan dirinya masih bisa melihat
sebuah kaleng rombeng yang tadi menimpa kepalanya terlihat jatuh setelah
menghantam kepalanya. sebuah kaleng rombeng yang sebelumnya berisi air kencing
manusia!
"Woooi
Pangeran Geblek.. Dirimu kebanyakan ngomong! Sudah basi! Kalau mau gelut ya
gelut saja! Sudah capek kita ketemu kamu lagi kamu lagi! Sekali ketemu lagi ini
malah ngajak sarasehan! Kalau memang gentar sama Satrio Piningit, Tuh... Lawan
saja kakek bau pesing ini... Dia tadi yang nimpuk dirimu pakai kaleng gombal
isi air kencingnya sendiri...!" seru Naga Kuning sambil menunjuk
asal-asalan ke arah Setan Ngompol yang langsung mengumpat panjang pendek.
"Lah kok jadi aku? Kok jadi akuuuu? Dasar bocah setan! Kau yang nimpuk
pakai kaleng tadi bukan akuu!” sanggah Setan Ngompol. “Aku yang nimpuk tapi
kalengnya kan isinya air kencing mu kek..!!!” balas Naga Kuning sambil lelet
kan lidah. “Ku kasih lah karena dirimu yang minta! Mana ku tahu kalau kau pakai
buat nimpuk kepala orang!” rutuk Setan Ngompol dengan gemas kearah Naga Kuning
yang malah terlihat tertawa terpingkalpingkal. Sementara itu didekat Setan
Ngompol, Kakek Segala Tahu terlihat mengomel panjang pendek saat menyadari
kaleng rombengnya telah raib di tilep Naga Kuning dan dipakai untuk menampung
air kencing untuk dilemparkan ke arah Pangeran Matahari!
Dengan sebelah
matanya Pangeran Matahari nampak mendelik tajam kearah bawah dan
secara tiba-tiba sang pangeran nampak melesat deras kearah Naga Kuning dan
Setan Ngompol!
“Manusia-manusia celaka! Kalian berdua yang harus mati
pertama kali!” teriak sang pangeran dengan penuh kemarahan.
“Tobaaat!!
Semua ini gara-gara kelakuan mu Naga Kuning kampret!” teriak Setan Ngompol
seraya menaikkan celananya tinggi-tinggi lalu lari tunggang langgang! Lucunya
walaupun marah dan kesal kepada si bocah berambut jabrik, sang kakek masih
sempat-sempatnya meraih kerah baju si bocah berambut jabrik dan membembengnya
sambil melarikan diri!
Tubuh Pangeran
Matahari yang melesat turun mengejar Setan Ngompol dan Naga Kuning yang berada
didaratan tiba-tiba terhenti diudara kala satu sosok putih terlihat datang
menghadang didepannya. Melihat sosok yang menghadangnya, amarah sang pangeran
pun langsung meluap tak terbendung lagi! “Semua ini gara-gara engkau makhluk keparat!”
teriak buas Pangeran Matahari kepada sosok Satrio Piningit yang menghadang
dirinya.
Selarik sinar
hitam bergerdepan menggidikkan melesat menyambar manakala Pangeran Matahari
dengan penuh kemarahan menyerang menggunakan pedang kitab lentera iblis kearah
sosok Satrio Piningit! Suara memekakkan dan sinar kehitaman berkiblat diudara
dan membentur cahaya putih yang keluar bersamaan dengan suara ribuan tawon
mengamuk! Pangeran Matahari nampak tersurut mundur namun Satrio Piningit yang
nampak melintangkan kapak pedang naga
dewa dua satu dua hanya terlihat bergetar sesaat. “Jahanaam... Akan kukirim kau
ke dasar naraka...!”rutuk sang pangeran sambil kembali melesat terbang dengan
pedang terpentang menjurus langsung kearah Satrio Piningit!
Pertarungan hebat
ditengah udara pun kemudian kembali terjadi di angkasa Mataram. Sinar hitam dan
putih nampak melesat kesana kemari dengan kecepatan luar biasa! Suara-suara
ledakan di udara berulang kali pun terdengar akibat terjadinya benturan antara
Pedang Kitab Lentera Iblis dan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua yang
dipergunakan oleh Pangeran Matahari dan sosok Satrio Piningit.
Benar-benar
pertarungan di udara yang saling mengutamakan kecepatan gerak tubuh laksana
kilat dipertunjukan oleh Pangeran Matahari dan Satrio Piningit. Pertarungan
Kecepatan yang tidak lumrah ini membuat sampai-sampai sudah tidak bisa dilihat
lagi oleh orang biasa dengan menggunakan mata telanjang! Pada satu kesempatan,
saat tusukan pedang kitab lentera iblis kembali berhasil dipatahkan oleh
tebasan kapak pedang naga dewa dua satu dua, secara curang dengan menggunakan
sebelah tangannya Pangeran Matahari secara membokong mengeluarkan ilmu pukulan
Gerhana Matahari Alam Baka langsung kearah rombongan raja Mataram! Satu sinar
merah, kuning dan hitam yang berbau
daging hangus sangit serta mengeluarkan hawa panas luar biasa menerjang
bagaikan badai siap meluluh lantakkan apapun yang menghalangi! Dengan tawa
terbahak Pangeran Matahari melihat bagaimana serangan curangnya melesat kencang
dan luput dari jangkauan dan perhatian Satrio Piningit!
Namun tawa
sang pangeran langsung hilang bagaikan direnggut setan manakala menyaksikan
satu kejadian luar biasa yang selanjutnya terjadi. dari dalam gugusan awan
putih, para sesepuh dunia persilatan yang berdiri diam dibelakang ke tujuh raja
Mataram terlihat menghentakkan tangan masing-masing lalu puluhan sinar pukulan
beraneka warna pun terlihat melesat membumbung keangkasa! Tidak sampai disitu
saja, satu sosok laksana kilatan bintang kejora kemudian terlihat melesat dari
kumpulan tokoh sepuh dunia persilatan tersebut, dan kemudian mempertunjukkan
satu keahlian yang sukar untuk dipercaya!
Sosok tersebut
terlihat laksana menarimenari indah diantara lesatan berbagai sinar pukulan
jarak jauh lalu kemudian sosok tersebut nampak menggulung semua sinar pukulan
tersebut dengan menggunakan kedua tangannya menjadi satu bola sinar pukulan
berwarna-warni maha besar untuk kemudian dilepaskan kembali menjadi satu
kesatuan kearah datangnya sinar pukulan gerhana matahari alam baka yang dilepas
Pangeran Matahari!
Suara menggelegar disertai angin ribut
langsung menerpa dan membuat setiap orang yang ada di tempat itu tersurut
mundur beberapa tindak manakala getaran ledakan pertemuan ilmu-ilmu dahsyat
yang dibungkus dan dilepas oleh Jaka Pesolek Penangkap Petir ini, telak
menghantam dan membuyarkan serangan bokongan yang dilakukan oleh Pangeran
Matahari. Hanya para raja
Mataram dan para sesepuh dunia persilatan yang berada
didalam kumpulan awan saja yang seolah tidak terpengaruh oleh dampak tumbukan
ilmu kesaktian yang meledak di udara tersebut.
“Astaga! Ilmu apa yang dipakai sosok pemuda berbaju hitam diatas sana? Tidak pernah kudengar sebelumnya ada orang yang mampu melakukan hal seperti itu! Benar-benar mengagumkan!!” seru Andana si Harimau Singgalang
“Betul apa yang kau katakan sahabatku...
Benar-benar hebat orang itu... Aku benar-benar tidak akan percaya jika tidak
melihat dengan mata kepala sendiri... Bagaimana bisa ada orang di dunia ini
yang mampu menangkap berbagai ilmu pukulan jarak jauh lalu membungkusnya dan
kemudian melepaskannya kembali sesuka hati!
Benar-benar luar biasa...” Desis Panji Argomanik sang Singa
Gurun Bromo sambil menatap takjub kearah sosok Jaka Pesolek Penangkap Petir
yang terlihat kembali melesat masuk kedalam barisan awan bersama para raja
Mataram tepat dibelakang sang junjungan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala!
Amarah luar biasa kembali menguasai Pangeran Matahari manakala
menyaksikan serangan bokongannya
dipatahkan secara luar biasa oleh sosok pemuda yang dulu hampir-hampir
diperkosanya tersebut. Sang pangeran dengan buasnya kemudian kembali menggenjot
tubuhnya diudara dengan pedang terhunus kali ini diarahkan langsung kearah
gerombolan awan putih dimana para raja dan para sesepuh berada! Namun ternyata
usaha dan harapannya tidak segampang itu, karena kembali kapak pedang naga dewa
dua satu dua datang memapak dan menekan sang pangeran untuk beranjak mundur
dari wilayah gerombolan awan putih.
Suara teriakan
amarah mengegelegar keluar dari mulut miring pencong Pangeran Matahari! Lalu
dengan gerakan kalap membabi buta, pangeran yang terlahir bernama Anom ini
merangsek maju kearah Satrio Piningit yang kemudian nampak bergerak indah
laksana seekor elang yang terbang lurus di tengah amukan buas rajawali!
Kembali suara
denting dan pijar api hasil benturan dua senjata sakti terlihat di langit
Mataram diantara desiran-desiran bayangan berwarna hitam dan putih yang
bergerak dilangit dalam kecepatan yang luar biasa. Di satu kesempatan, kapak
pedang naga dewa dua satu dua yang dipegang Satrio Piningit secara tidak
terduga dalam gerakan lurus tiba-tiba melenting dan lentur bergerak dan
berhasil mengiris urat besar yang ada di tangan Pangeran Matahari! Semburat api
berwarna hitam pekat langsung nampak menyembur dari luka di tangan sang
pangeran! “Jahanaaam kau!” teriak Pangeran Matahari yang merasa kesakitan
seraya berusaha menghantamkan pedang di tangannya kearah tubuh Satrio Piningit,
namun itu semua sudah terlambat. Setelah berhasil merobek lengan Pangeran
Matahari, badan pedang kapak yang semula terlihat lentur tiba-tiba menukik dan
mengeras kaku menghujam langsung ke dada pangeran yang sudah beberapa kali
bangkit dari kematian tersebut!
Pangeran
Matahari nampak berteriak keras manakala kapak pedang dewa naga dua satu dua
perlahan namun pasti memasuki kulit dadanya,
sambil menghujam kapak pedang agar masuk semakin dalam, Satrio Piningit
pun terlihat langsung merangkul erat tubuh Pangeran Matahari! tubuh sang
pangeran nampak mulai dikobari kobaran api yang membuncah keluar dari luka di
dadanya! Dengan menahan sakit yang luar biasa, Pangeran Matahari terus melesat
tinggi keangkasa bersama sosok Satrio Piningit yang masih merangkul Pangeran
Matahari dan terus menghujamkan kapak pedang naga dewa ke dada sang pangeran.
Tiba-tiba di tengah angkasa, sosok Pangeran Matahari yang terbakar api mulai
membesar dan mulai berubah menjadi sesosok ular hitam bermata satu maha besar
berwarna hitam yang berusaha naik semakin tinggi keangkasa!
"Astaga! Coba
kalian semua lihat! Pangeran keblinger itu berubah wujud menjadi seekor ular
naga raksasa!" teriak Naga Kuning sambil menunjuk keatas langit. "Ah
yang benar saja ning? Apa benar pangeran sontoloyo itu berubah jadi ular raksasa
atau ularnya si pangeran yang malah tibatiba berubah menjadi naga
raksasa?" timpal Setan Ngompol sembari berulangkali memicingkan mata
jerengnya kearah yang ditunjuk oleh Naga Kuning. mendengar selorohan Setan
Ngompol, Naga Kuning sontak memalingkan mata dan mendelikkan mata kearah sang
kakek bertelinga terbalik. "Dasar kakek sedeng! Setidaknya ularnya si
pangeran lebih gede dari terong lalap kisut basah kuyup milikmu itu.."
cerocos Naga Kuning yang kontan membuat Setan Ngompol terdiam sambil pencongkan
mulut.
Sementara itu bersamaan dengan perubahan sosok
Pangeran Matahari menjadi sosok naga hitam raksasa, sosok Satrio Piningit pun
tiba-tiba dari kejauhan nampak kembali ke bentuk bola cahaya lalu diikuti oleh
suara ledakan besar, bola cahaya tersebut nampak meledak dan serangkum cahaya
bagaikan bintang kejora terlihat melesat jatuh turun kebumi!
Cahaya yang melesat
dari arah melesatnya naga hitam raksasa itupun kemudian menghantam bumi dan
membuat debu tanah kembali menyemburat ke udara. Dewa Tuak dan yang lain lekas
memburu kearah dimana cahaya dari langit jatuh dan disana mereka mendapati raja
Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan dalam keadaan setengah berdiri nampak
terbatuk sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya. "Yang Mulia..
Apakah kau baik-baik saja? Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap Dewa Tuak
sembari memapah bangun sang raja Mataram. Setelah mengusap wajahnya yang muram
sang raja nampak menengadahkan mukanya dan menatap kepergian naga hitam raksasa
yang berusaha menggapai ujung langit dengan perasaan kesal. "Mereka
bertiga... Mereka bertiga memang benarbenar keterlaluan..." ucap jengkel
sang raja sambil masih memegangi kepalanya yang terasa pening.
Rupanya saat sosok
Pangeran Matahari akhirnya moksa akibat tusukan kapak pedang naga dewa dua satu
dua dan berubah menjadi sosok ular raksasa bermata satu, tubuh Satrio Piningit
pun akhirnya pun turut kembali ke sosok masingmasing yaitu sosok raja Mataram,
Wiro, dan kedua Mahesa. Dan dalam waktu yang sedemikian singkat tersebut Wiro
nampak memberikan tanda kepada kedua rekannya tersebut untuk menggunakan tenaga
lembut untuk menghempaskan raja Mataram lepas dari tubuh naga raksasa dan
meluncur jatuh ke bumi!
"Maafkan ketidak
sopanan kami wahai paduka raja... Tapi baginda harus tetap hidup demi rakyat
Mataram di bawah sana..." ucap Wiro sambil tersenyum diikuti oleh Mahesa
Edan dan Mahesa Kelud yang bahkan sama-sama mengacungkan jempol kearah paduka
raja yang terlihat meluncur deras turun ke bumi! Hal inilah yang membuat sang raja
sedikit mengkal dan jengkel namun di lain pihak, sang raja juga merasa sedih
karena mengetahui kalau ke tiga pendekar tersebut sengaja melakukan itu untuk
mengorbankan diri mereka sendiri demi keselamatannya dan kelangsungan hidup
kerajaan Mataram.
Sementara itu di bumi
Mataram, semua yang ada di tempat itu baik para tokoh dunia persilatan maupun
para dewa dan dewi yang tersisa dengan menggunakan kemampuan melihat dari
kejauhan dengan tegang melihat bagaimana Wiro dan kedua Mahesa dengan gigihnya
berusaha membinasakan ular hitam raksasa bermata satu yang sedang merayap naik
ke ujung angkasa. Wiro dengan kapak pedang naga dewa terlihat menghujamkan
dengan sekuat tenaga senjatanya tersebut ke tengkuk sang ular raksasa. Di
bagian perut Mahesa Kelud juga nampak melakukan hal yang sama dengan mengunakan
Pedang Dewa Sakti kepunyaannya sementara Mahesa Edan menggunakan Keris Naga
Biru miliknya untuk mengoyak perut bawah dekat dengan bagian ekor. Ketiganya
nampak berusaha menghabisi sang ular raksasa sebelum mencapai tempat yang
ditujunya yaitu lubang hitam kegelapan tanpa akhir di ujung angkasa!
Suara lenguhan
bercampur raungan keras yang memekakkan telinga terdengar dari mulut ular
raksasa bermata satu kala merasakan sakit yang luar biasa saat ketiga senjata
yang dipegang oleh ketiga pendekar semakin masuk lebih dalam menembus sisik
hitamnya. Akibat rasa sakit yang luar biasa tersebut membuat sang ular nampak
bergerak melesat lebih cepat terbang menuju lingkaran kegelapan yang mulai
terlihat di batas langit. "Jangan biarkan makhluk ini memasuki lingkaran
hitam kegelapan tersebut teman-teman! Dia akan pulih kembali dan dunia kita
akan hancur porak poranda!" teriak Wiro ke arah kedua rekannya. "Apa
yang harus kita lakukan Wiro? Ujung senjata kita tidak cukup panjang untuk
menjangkau bagian dalam makhluk terkutuk ini!" teriak Mahesa Kelud yang
berada di bagian perut tengah. "Coba kita secara berbarengan mengalirkan
pukulan pamungkas kita melalui gagang senjata masing-masing... Aku rasa cara
itu bisa menimbulkan kerusakan yang lumayan!" sambung Mahesa Edan dari
bagian ekor "Usul yang bagus! Mari kita lakukan pada hitungan yang
ketiga!" teriak Wiro seraya mempersiapkan pukulan Surya Gugur Gerhana di
tangan kanannya sementara tangan kirinya masih menggenggam erat kapak pedang
dewa naga dua satu dua yang tertancap di tengkuk ular raksasa.
Mahesa Kelud dan Mahesa Edan pun kemudian
mempersiapkan pukulan andalan masing-masing. Mahesa Kelud mempersiapkan pukulan
Karang Sewu sementara Mahesa Edan sudah mulai merapal ajian Diatas Kubur Badai
Mengamuk. Ketiga pendekar tersebut sudah bersiap untuk menghantamkan pukulan
masingmasing ke pangkal senjata yang tertancap ke tubuh ular raksasa. Namun
belum juga Pendekar Dua Satu Dua memulai aba-aba, tiba-tiba terdengar suara gemuruh
dibarengi teriakan teriakan bersahutan yang terdengar panjang! Rupanya dari
arah lingkaran kegelapan, ratusan ekor makhluk berbulu kelabu yang dikenal
dengan sebutan Setan Dari Luar Jagat kembali datang dan melesat menyerbu
menyongsong kearah Wiro dan kedua rekannya!
"Biar aku yang
hadapi makhluk-makhluk itu! Kalian berdua lanjutkan rencana kita tadi! Mahesa
Edan yang melihat datangnya serangan tersebut bergegas menghantamkan pukulan
diatas kubur badai mengamuk ke gagang keris naga biru dan tanpa menungu lama,
murid eyang Kunti Kendil ini langsung berlari di sepanjang badan ular raksasa
dan menyambut langsung kedatangan ratusan makhluk penghuni lubang hitam
kegelapan dengan menggunakan ilmu kuno tujuh jurus Ilmu Silat Orang Katai!
benar-benar dahsyat ilmu yang diturunkan oleh tujuh orang katai ini dimainkan
oleh Mahesa Edan. Tubuh sang pendekar bergerak laksana angin puting beliung dan
dalam setiap tujuh langkahnya yang aneh dan tak beraturan, puluhan makluk setan
dari luar jagat yang datang menyerbu pasti langsung terlempar berjatuhan dari
tubuh ular raksasa!
Sementara itu rasa
sakit yang teramat sangat pada bagian ekor membuat ular raksasa mengibaskan
ekornya sekuat mungkin. Hal ini membuat pergerakan sang ular yang sedang
merayap naik itu menjadi melambat. Dan kesempatan ini pun langsung di
manfaatkan oleh Wiro dan Mahesa Kelud untuk bersama-sama dan tanpa menunggu
aba-aba lagi untuk menghantam pangkal senjata masing-masing yang terbenam
dengan pukulan pamungkas! Dan apa yang terjadi setelah itu benar-benar tidak
disangka oleh ketiga pendekar yang berada di tubuh naga raksasa. Wiro sesaat
nampak menenggak ludah dan melotot kearah Mahesa Kelud, Mahesa Kelud juga
nampak balas melotot kearah Wiro sementara Mahesa Edan yang sedang asyik
mencekik dan menguncang-guncang leher salah satu setan dari luar jagat yang
ditangkapnya, juga nampak mendelikkan mata memandang kedua sahabatnya pulang
balik! ”Celakaaa...!!!” teriak ketiganya bersamaan! Lalu dibarengi melesatnya
cahaya menyilaukan dari tiga luka di tubuh sang naga, satu ledakan yang luar
biasa pun terjadi diatas langit! Awan hitam bercampur petir dan api nampak
menyeruak dalam bentuk cendawan raksasa dan bersamaan dengan ledakan tersebut,
gelombang energi maha dahsyat pun kembali tercipta dan menyeruak menuju bumi
dengan kecepatan luar biasa!
"Ayaaaaahh...." suara Intan Suci Angin Timur terdengar merobek
langit. Sang gadis nampak berlari kencang diudara menuju langit dimana
dilihatnya sang ayah dan kedua rekannya meledak bersama naga hitam raksasa. Disisi
sang gadis cilik turut pula melesat Jabrik Sakti Wanara dan Bidadari Angin
Timur yang terbang melayang dengan mata basah berlinang. Sayang belum lagi
ketiganya mencapai tempat dimana ledakan tubuh naga hitam raksasa terjadi,
ketiganya harus dihadang oleh gelombang ledakan maha kuat yang akhirnya
melempar kembali tubuh mereka kearah bumi.
Ledakan naga hitam
raksasa yang terjadi di atas langit benar-benar sangat dahsyat luar biasa
hingga menciptakan selaput tebal awan hitam gelap yang bahkan sampai menutup
cahaya matahari yang jatuh ke bumi selama berhari-hari. Serpihan-serpihan abu
hitam berguguran laksana hujan gerimis pun turun menerpa para pendekar dunia
persilatan serta sisa-sisa para dewa yang masih diam terpekur menatap kearah
langit kelam kelabu. Keheningan merasuk dan mencengkram pelataran sisa-sisa
candi prambanan saat itu. Hanya isak tangis Intan Suci Angin Timur sajalah yang
terdengar pilu terbawa hembusan angin dingin nan mencucuk tulang.
Apakah
ini adalah harga dari sebuah kemenangan? Tidak ada seorangpun dari mereka yang
ada di tempat itu yang tahu..
Sepekan setelah
peristiwa musnahnya naga hitam raksasa penjelmaan mata langit, para tokoh dunia
persilatan yang tersisa pun sudah lama saling berpisah dan kembali ke tempat
masingmasing. Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu Lestari telah kembali ke
kerajaan lautnya masingmasing, demikian juga Sri Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Pasingsingan sudah pamit terlebih dahulu untuk mengatur kembali
kerajaannya yang porak-poranda, sebelum terlebih dahulu juga harus menjemput
rakyatnya yang mengungsi di atas gunung merapi. Para leluhur raja dan
orang-orang sakti yang dibangkitkan oleh sabda pandita ratu tujuh raja Mataram
pun telah kembali ke alam keabadian
sambil membawa para dewa dan dewi atas langit yang masih tersisa.
Perpisahan yang
paling mengharukan yang terjadi adalah perpisahan antara Intan Suci Angin Timur
dan Jabrik Sakti Wanara. Sang gadis cilik menangis tak henti-hentinya di dada
sang remaja. dengan tersenyum sedih dan sambil membujuk sang gadis kecil
berulang kali, akhirnya Intan Suci pun mau juga melepaskan pelukannya terhadap
sang pemuda remaja dan melepas kepergian Jabrik Sakti Wanara yang sudah
dianggapnya sebagai kakak kandungnya tersebut. Pemuda tabah nan malang ini harus
pergi kembali untuk mencari dan menemukan sang ayah Malaikat Maut Berambut
Salju yang kembali menghilang setelah peristiwa meledaknya naga hitam
raksasa.
Tempat yang
sebelumnya ramai dengan suasana pertempuran dan peperangan akhirnya menjadi
sunyi dan lengang. Diantara ratusan makam yang berdiri yang merupakan makam
dari para pendekar yang gugur dalam perlawanan melawan kerajaan perut bumi di
tempat itu, terlihat tiga buah nisan putih berdiri diam di posisi paling depan
bekas pelataran candi prambanan. Hanya tinggal empat orang wanita yang tersisa
yang berdiri di tempat itu sambil diam termenung. Keempatnya berdiri saling
diam dalam waktu yang cukup lama.
Keesokan harinya,
Purnama yang seharian berdiri sedih di depan nisan bertulis nama Mahesa Edan
akhirnya pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah gontai. Hari berikutnya
giliran Anggini yang lama diam terpekur di hadapan nisan Mahesa Kelud pun
melangkahkan kaki pergi dari tempat itu sambil sebelumnya berpamitan kepada
kedua orang wanita yang tersisa.
Waktu kembali
berlalu, tanpa terasa satu hari kembali
terlewati. Intan Suci Angin Timur yang diam terpekur di hadapan nisan sang
ayah, Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng akhirnya angkat suara pelan.
"Bibi bidadari pergilah... Nanti bibi sakit kalau terus-terusan berdiam
menemaniku di tempat ini..." ucap sang gadis cilik lirih tanpa membalikkan
tubuhnya. Sepasang tangan putih mulus tiba-tiba melingkari leher sang gadis
remaja. Bau harum pun masuk kedalam jalan nafas sang gadis. "Bibi tidak akan
beranjak di tempat ini kalau kau pun tidak beranjak dari tempat ini anak
manis..." ucap Bidadari Angin Timur. Kepala Intan Suci terlihat menunduk
sedih. "Aku hanyalah seorang anak yatim piatu bibi bidadari... Aku tidak
punya siapa-siapa lagi dan tidak punya tempat lagi untuk di tuju.." ucap
sang gadis sedih. Bidadari Angin Timur semakin mempererat pelukannya pada gadis
kecil ini. "Kalau kau mau kau boleh ikut serta bersama bibi... Bibi pun
sudah tidak punya siapasiapa lagi di muka bumi ini..." ucap Bidadari Angin
Timur terdengar sedikit getir.
Ucapan ini membuat
Intan Suci Angin Timur membalikkan tubuhnya dan menatap wanita dihadapannya
dengan pandangan wajah sedih. "Apakah aku tidak akan menjadi beban buat
bibi? Aku takut aku nantinya hanya akan menyusahkan dan membebani bibi..."
ucapan sang gadis remaja terhenti sesaat. Tatapan mata dari wajah yang
memandang sedih tersebut membuat sang wanita berambut pirang seolah melihat
ayah anak tersebut sedang menatapnya langsung! Ini kontan membuat Bidadari
Angin Timur terenyuh jantungnya dan langsung mengangkat tubuh Intan Suci Angin
Timur dalam pondongannya dan memeluknya erat.
Air mata sontak membuncah menetes dari sudut mata sang wanita. "Aku janji akan menjaga dan merawatnya seperti anakku buah hatiku sendiri Wiro... Aku berjanji padamu..." bisik sang wanita dalam hati sambil sebelah tangan memondong tubuh Intan Suci dan sebelah tangan lagi membelai puncak nisan putih dihadapannya.
Penutup
A |
ngin behembus kencang kala itu di tanah Pariaman, sumatera
barat. ditengahtengah tegalan sawah terlihat dua bocah kecil sedang asyiknya
bermain layangan. kedua layangan yang mengudara diatas sawah tersebut terlihat
saling menukik dan saling berkejaran satu sama lain dengan gesitnya.
"Berat sebelah layangan mu itu Sarip! Tak kan bisa kau putuskan layanganku
kali ini..!" ejek bocah yang paling pendek diantara keduanya sambil terus
menarik ulur benang layangan dalam genggamannya itu. Bocah yang dipanggil Sarip
ini nampak hanya mendengus pendek seraya terus mengulur tali layangannya.
Akibatnya layangan merah miliknya pun melesat lebih tinggi daripada layangan
bocah kecil disebelahnya. Melihat ini sang bocah sambil sebelumnya menyeka
ingus yang keluar dari hidungnya menggunakan lengan bajunya kemudian turut
menngulurkan benang layangannya untuk mengejar layangan milik Sarip.
Bocah yang dipanggil
Sarip ini kemudian terlihat melirik sesaat kearah bocah disebelahnya lalu
tiba-tiba berlari ke tengah-tengah sawah yang baru habis dipanen tersebut dan
menarik benang layangannya cepat-cepat! Bocah yang berdiri di tegalan sawah
nampak ternganga namun kemudian tersentak tersadar dan lalu cepat-cepat menarik
benang layangannya tersebut semampunya. Namun sayang tindakannya tersebut sudah
terlambat! Layangan milik Sarip diatas sana sudah terlebih dahulu menukik keras
ke arah layangan miliknya dan memutuskan benang layangan milik sang bocah!
"Kenaaaa...!" teriak Sarip kegirangan sambil melompat-lompat ditanah
yang becek kala melihat layangan bocah yang berada di tegalan sawah terlihat
meliuk-liuk tanpa kendali dan akhirnya terbang menjauh mengikuti hembusan
angin.
"Kau curang
Sarippp!!! Kau pasti pakai benang gelasan!! Perjanjiannya kan bukan
begituuu...!" teriak sang bocah yang berada ditegalan sawah yang kemudian
terlihat membanting kaleng penggulung benang layangannya ke tanah dan berlari
masuk ke sawah mengejar Sarip yang nampak masih tertawa-tawa. Bocah kecil
tersebut kemudian dengan marahnya melompat kearah sarip sehingga keduanya masuk
kedalam lumpur sawah dan bergulung-gulung sambil saling berkelahi! namun
tiba-tiba suara halilintar yang sangat kuat terdengar menggelegar dan
menghentikan perkelahian dua orang anak kecil tersebut. Keduanya nampak terpaku
melihat kearah atas langit dimana tiba-tiba gulungan hitam awan pekat muncul
diiringi petir yang saling menyambar diatas kepala mereka!
"Ibuuu.. Aku
takut..." teriak Sarip sambil melepaskan pegangannya pada kerah kemeja
bocah kecil temannya tersebut dan terus kemudian bangkit lalu mengambil langkah
seribu!
Berbeda dengan
Sarip yang nampak kabur melarikan diri ketakutan, bocah kecil ini malah nampak
diam terpaku dengan mata melotot kearah pusaran awan gelap! Lalu tiba-tiba satu
suara raungan maha dahsyat terdengar dari dalam pusaran awan gelap, lalu sesaat
kemudian satu bayangan hitam besar dengan lintasan cahaya merah bersalut kuning
tiba-tiba melesat turun dari dalam pusaran awan langsung menuju kearah sang
bocah ditengah sawah! Satu sosok berupa seekor naga berwarna hitam pekat dengan
mulut terpentang bertaring panjang nampak memburu buas kearah sang bocah!
Di atas mulut
tersebut nampak satu mata besar berwarna merah kekuningan sangar menyala
tertuju ke arah mangsa dihadapannya! Sang bocah menatap dengan mata membeliak
besar, Ingin mulutnya berteriak namun lidahnya benar-benar terasa kelu! Sesaat
lagi bocah kecil malang tersebut di caplok oleh mulut naga raksasa bermata satu
tersebut tiba-tiba melesat tiga bayangan putih yang juga melesat keluar dari dalam
pusaran awan!
"Mau kabur
kemana kau makhluk sialan? Jangan kira kau bisa bisa melarikan diri begitu
saja!" bentak satu suara sambil terlihat menarik dan membetot ekor sang
naga dengan keras! Tubuh sang naga yang ditarik ekornya oleh seorang pemuda
gondrong berbaju putih ini nampak tersentak mundur sehingga kepalanya terdongak
kearah atas! "Tangguh juga makhluk ini sampai bisa menyusup bebas ke masa
depan! Nah sekarang kau makan papanku ini!" ucap seorang pemuda yang juga
berbaju putih sambil kemudian menghantam papan nisan kayu hitam yang
dipegangnya kearah kepala sang naga dengan keras!
Mendapat hantaman
sekeras itu, tubuh naga hitam bermata tunggal tersebut nampak terhempas kearah
tegalan sawah. Malangnya belum lagi tubuh sang naga menyentuh tanah, satu suara
menggelegar dibarengi suara ribuan tawon mengamuk terdengar di udara
berbarengan hawa panas santer merebak! Seorang pemuda gondrong berambut putih
keperakan nampak melesat dari langit sambil membabat kapak bermata dua yang
dipegangnya kearah leher sang naga! Suara berkerotokan keluar dari dalam
tenggorokan sang naga yang putus terpancung oleh ganasnya sabetan sang Kapak
Maut Naga Geni Dua Satu Dua! Perlahan tubuh serta kepala sang naga bermata
tunggal tersebut nampak menggeliat dan tiba-tiba berubah menjadi berkas api
sesaat, lalu kemudian menjadi abu dan melayang keatas tersedot kembali kedalam
pusaran awan gelap. "Apakah ini naga yang terakhir?" tanya sang
pemuda yang memegang senjata berbentuk kapak kearah kedua pemuda berbaju putih
dihadapannya. "Tampaknya seperti itu Wiro... Dan sepertinya bocah ini
adalah sasaran terakhir dari naga pecahan sang mata langit ini..." ucap
pemuda yang memegang papan nisan berwarna hitam.
Pemuda berambut putih
yang bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng ini kemudian nampak
mendekati kearah bocah kecil ditengah sawah diikuti oleh Mahesa Kelud dan
Mahesa Edan. ketiga pemuda tersebut nampak mengelilingi sang bocah yang nampak
bergantian memandang ketiga pemuda di depannya dengan pandangan takjub terpana
"Apakah menurutmu dia orang nya yang dimaksud oleh Datuk Tanpa Bentuk
Tanpa Wujud Wiro?" ucap Mahesa Kelud sambil memandang kearah Pendekar Dua
Satu Dua. Wiro nampak memandang kearah sang bocah sambil menggaruk-garuk
kepalanya. satu kebiasaan lama mulai terlihat dilakukannya kembali. "Aku
juga tidak merasa pasti sebenarnya... Namun melihat pecahan mata langit
terakhir mencoba menghabisi anak ini maka bisa jadi..." belum lagi Wiro
menyelesaikan ucapannya tiba-tiba bocah di depannya langsung berteriak kegirangan!
"Whuoaaa... Kalian paman-paman yang luar biasa! Kalian bisa terbang dan
mengalahkan seekor naga! Tolong ajari aku paman...! Aku juga ingin seperti
kalian bertiga kalau besar nanti!" teriak sang bocah dengan antusias dan
mata berbinar-binar!
Wiro yang berada paling dekat dengan sang
bocah nampak menundukkan tubuh dan kemudian memondong tubuh sang bocah ke
dadanya. matanya tiba-tiba membeliak manakala dari dalam dadanya terasa hawa
yang sangat lembut mengalir dan berasal dari bocah yang dipondongnya! "Dia
orangnya... Anak ini orangnya..." desis sang pendekar sambil memandang
sang bocah dengan pandangan haru. Mahesa
Kelud dan Mahesa Edan kontan beranjak mendekat dan kemudian bergantian memeluk
dan membelai rambut sang bocah yang berada dalam pelukan Wiro. tiba-tiba bunyi
halilintar kembali terdengar dan pusaran awan hitam nampak mulai memudar.
"Kita harus pergi Wiro.. Kesempatan yang ada hanya tersisa sekali ini
sebelum Gerbang Awan Penghantar Raga dan Waktu menutup untuk selamanya"
ucap
Mahesa
Kelud sambil menepuk pundak Wiro Sambil
menyusutkan bening di matanya, sang Pendekar Dua Satu Dua kemudian menurunkan
bocah dalam pondongannya lalu berujar "Aku titipkan sahabatku ini kedalam
dirimu wahai bocah baik.. Teruslah hidup dan jadikan dunia ini menjadi lebih
indah dengan sentuhan jemari kecilmu itu... Ku titipkan semesta dua satu dua
ini kepadamu.." tutup sang pendekar sembari kemudian mengeluarkan kembali
kapak naga geni dua satu dua miliknya dari balik bajju dan perlahan dengan
lembut mengunakan ilmu Menahan Darah Memindah Jazad sang pendekar memasukan
Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua ke dalam dada sang bocah kecil! mata sang
bocah nampak membelalak dan sesaat bersinar terang manakala merasakan hawa
hangat dari dalam kapak yang masuk dan kini mendiami raganya!
"Kami pergi bocah baik, jadilah orang
besar yang berguna bagi bangsa dan keluargamu..." ucap Mahesa Edan kali
ini. Janganlah lupa untuk selalu shalat dan mengaji.. Itu akan menjadi bekal
bagimu mengarungi kerasnya dunia ini..." tutup Mahesa Kelud. setelah
melambaikan tangan, ketiga pemuda ini kemudian terlihat melesat kelangit kearah
gulungan awan hitam yang semakin menipis dan kemudian menghilang diakhiri suara
guntur mengegelegar!
Sang bocah kecil
nampak masih memandang kearah langit yang kini cerah dengan pandangan masih
berbinar-binar. Dirinya sungguh tidak menyangka akan mengalami peristiwa yang
begitu luar biasa di petang itu. "Bastiaaaann!!!! Bukan main rupa mu kotor
begitu! Apa pula yang kau mainkan sama si Sarip itu sampai wujudmu sudah coreng
moreng model kerbau sawah begitu Bastiaaan???" teriak satu suara dari arah
tegalan sawah "Cepat pulang!! Mandi! Baru kau temani dulu bapak mu mau
pergi ke Bandar! Tidak diajaknya kau nanti kalau kau model celemotan penuh
lumpur begituuu...!!" teriak seorang wanita dari arah tegalan sawah.
Mendengar kata pergi ke bandar, bocah tersebut langsung terhenyak dan berlari kearah sang ibu.. "Mau aku ikut ke bandar bersama ayah mak! Jangan kau tinggalkan aku lah mak!" teriak sang bocah sambil berlari cepat menyusul kepergian sang ibu.
* * *
K |
embali ke masa Mataram baru tepatnya dua tahun setelah
peristiwa pertempuran besar di prambanan, di satu desa di dekat pinggiran
kotaraja tepatnya di desa Pengadegan. Disebuah rumah yang terletak di ujung
desa dan berbatasan langsung dengan sebuah padang rumput yang luas, terlihat
sebuah rumah kayu sederhana berbentuk joglo. di rumah pangung tersebut seorang
wanita berkerudung nampak sedang duduk bersimpuh sembari membelai rambut
seorang gadis remaja yang tertidur lelap dalam pangkuannya.
Rambutnya yang berwarna coklat kepirangan
nampak berhembus sebagian dari balik kerudungnya. sambil menembang sebuah
gending jawa, wanita cantik ini nampak terus membelai rambut pirang gadis yang
nampak terus tertidur terlelap dalam pangkuannya. Setelah beberapa saat dan
mendengar suara halus keluar dari pernafasan sang gadis remaja, sang wanita
yang bukan lain adalah janda pulau cingkuk atau Bidadari Angin Timur ini dengan
lembut mengambil buntalan kain jarik yang ada disebelahnya dan menjadikannya
sebagai sandaran bantal kepala buat gadis remaja yang sudah jatuh tertidur
pulas tersebut.
Bidadari Angin Timur
kemudian perlahan beranjak menuju teras serambi rumah yang memang terbuka lebar
tersebut dan memandang ke kejauhan dimana membentang luas lautan padang rumput
dihadapannya. Sang wanita nampak menarik nafas beberapa kali dan kemudian
menghembuskannya pelan. Matanya nampak nanar kala mengingat peristiwa
pertemuannya untuk yang pertama kali dengan pria yang menjadi pujaannya di
tempat ini. Di desa inilah sang wanita pertama kali bertemu dengan Pendekar Dua
Satu Dua untuk yang pertama kali. Kala itu mereka berdua harus terseret dalam
urusan yang bersangkutan dengan sebuah barang yang menjadi rebutan di dunia
persilatan yaitu sebuah benda yang dikenal dengan sebutan Guci Setan.
Angin kencang nan
dingin tiba-tiba berhembus menerpa wajahnya dan menyadarkan lamunan sang
wanita. Dengan nafas berat sang wanita bermaksud untuk membalikkan badan dan
kembali kedalam rumah, namun tiba-tiba dirasakannya kilatan petir bergeredapan
dari arah belakang tubuhnya. Saat sang wanita membalikkan badannya dan
memandang kearah padang rumput, matanya tiba-tiba membeliak! Untuk sesaat
mulutnya terrbuka lebar! Tidak begitu jauh di hadapannya hanya berkisar kurang
lebih tiga puluh tombak, nampak seorang pria berdiri tegap memandangnya dengan
pandangan penuh perasaan. Sesuatu dalam dadanya tiba-tiba terasa membucah
hangat dan tanpa terasa kedua kakinya melangkah dan kemudian berlari menuju
kearah sang pria! Namun langkah kaki sang wanita di salip oleh sebuah bayangan
putih yang melesat mendahuluinya dan langsung melompat kearah sang pria yang
berdiri di tengah padang rumput.
"Ayaaaaahhh..." isak Intan Suci Angin Timur yang langsung melompat memeluk kearah sang ayah yang langsung menyambutnya dan memeluk anak semata wayang tercintanya tersebut dengan pelukan erat. Tangis pun pecah dari pertemuan ayah dan anak ini. Melihat hal ini langkah Bidadari Angin Timur tiba-tiba terhenti, mulutnya tercekat dan kelu hingga tidak tahu harus berbuat apa melihat peristiwa yang ada dihadapannya, namun tiba-tiba dirasanya ada sebuah hawa lembut yang menariknya dan hawa tersebut ternyata adalah hawa yang keluar dari tangan sang pria! Tubuh Bidadari Angin Timur pun bagaikan daun yang tertiup melesat maju dan jatuh dalam pelukan ayah dan anak yang saling berpelukan tersebut. Tanpa ragu lagi Bidadari Angin Timur pun langsung menjatuhkan tubuhnya kedalam dekapan pria yang bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Tangis dan hasrat dalam dadanya yang tertahan selama ini pun akhirnya membuncah keluar di dada sang pria. "Aku kembali.... Aku kembali untuk kalian berdua...." bisik Pendekar Dua Satu Dua ke telinga dua wanita yang dikasihinya tersebut. Tangis kebahagiaan pun akhirnya kembali pecah dari dua orang wanita berambut pirang yang memancarkan kemilau keemasan laksana cahaya sang mentari pagi.
-------- T A M A T -------