DI BEDAKIN

DI BEDAKIN
Posted by MrR4m34t
Your Ads Here

(BUKAN BUAT YANG PENAKUT)

KARYA: BOW



Hujan deras turun sejak menjelang maghrib, Huntoro sebenarnya berharap kalau bisa hujan turun sampai pagi, tapi sekitar pukul 10 malam, ternyata hujan berhenti. Ah, apes. Dengan enggan Huntoro yang sudah merasa nyaman meringkuk di balik sarungnya, terpaksa harus bangkit. Di kenakannya celana jeans, jaket, dan tangannya tak lupa meraih senter yang tergeletak di meja. Ia buka pintu kamar, suasana sepi. Ibunya sudah tidur rupanya. Setelah memakai sandal, perlahan di bukanya pintu ruang depan. Udara dingin berhembus masuk. Kegelapan di luar seakan pertanda bagi Huntoro untuk mengurungkan niatnya. Sejenak Huntoro terdiam. Dinyalakan senternya. Dan kemudian di langkahkan kakinya.

Sudah beberapa tahun ia dan ibunya tinggal di perumahan sebuah sekolah dasar, karena permasalahan ekonomi membuat keluarganya harus menjual rumah warisan almarhum ayahnya. Beruntung kakaknya di perbantukan sebagai karyawan honorer, bermodalkan reputasi baik kakaknya, ia dan ibunya diperbolehkan menempati sebuah rumah yang berada di area sekolah. Sedang kakaknya tinggal bersama isteri di rumah mertuanya. Dan Huntoro sekali lagi harus merasa bersyukur, karena jasa kakaknya pulalah ia kini dipekerjakan sebagai penjaga sekolah.

Sebab itulah, mengapa ia malam-malam begini keluyuran di area sekolah. Sudah jadi tanggung jawabnya, setidaknya dua kali dalam satu malam ia perlu memeriksa keadaan di sekitar lingkungan sekolah. Demi keamanan, siapa tahu ada tangan-tangan jahil yang coba-coba menyatroni sekolah.

Lamunan Huntoro terhenti, hidungnya terganggu dengan aroma bunga kemboja, senternya sekilas di sorotkan ke utara. Sebuah pohon kemboja tampak berdiri dengan angker. Huntoro sebenarnya tak habis pikir, kebijakan siapa menanam pohon kemboja di area sekolah. Bukankah pohon kemboja itu harusnya di tanam di pekuburan? Tak sadar Huntoro bergidik saat membayangkan kuburan. Hiii... Cepat-cepat Huntoro mengalihkan langkahnya, mengarahkan kakinya menuju ruang-ruang kelas. Dengan sambil lalu di periksanya ruang-ruang kelas, terkadang menarik gagang pintunya, memastikan sudah dalam keadaan terkunci, ruang-ruang guru, perpustakan, ruang UKS, dan Lab. Komputer-pun tak luput di periksanya, bahkan WC siswa juga sempat di tengoknya walau barang sekejap.

Kurang lebih setengah jam Huntoro berjalan menyusuri area sekolah, kini kakinya di langkahkan menuju dapur sekolah, yang terletak agak dibelakang. Sebelum kembali kerumah, ia hendak minum kopi dulu sambil melepas lelah.

Yang di sebut dapur itu sebenarnya bukan sebuah ruangan tersendiri, tapi bagian samping dari gudang perlengkapan alat-alat sekolah. Di tempat itu ada meja untuk menaruh gula dan kopi, rak piring, tempat cucian piring, meja kecil untuk menaruh kompor, dan di belakang tempat cucian piring ada kamar mandi. Sebuah tempat yang nyaman untuk bersantai.

Sesampai di dapur, ditekannya saklar lampu. Suasana seketika terang. Huntoro menaruh senternya di atas meja, diambilnya air dari kran cucian piring, ditampungnya di sebuah panci kecil yang ia ambil dari rak. Dimatikan kran. Ditaruhnya panci diatas kompor. Di tutupnya panci. Dan dinyalakan kompor itu. Huntoro mengambil bangku yang terletak di samping rak. Di gesernya kearah kayu tiang dapur. Dekat penyangga tower air. Ia lihat langit tak lagi mendung. Rembulan mulai tampak di balik mega. Alangkah nikmat minum kopi sambil memandang rembulan malam, pikirnya.

Tak lama air mendidih. Huntoro lekas mematikan kompor. Di takarnya gula dan kopi, dan di tuangnya dengan air yang baru di masaknya. Selagi ia ambil sendok untuk mengaduk. Telinga Huntoro terusik. Di dengarnya suara air mengalir dari kran, kepalanya berpaling. Kran di tempat cucian piring tak mengalirkan air. Suara air dari mana? Kakinya melangkah mendekati kamar mandi. Dihidupkannya saklar lampu. Ia tengok ke dalam kamr mandi. Dilihatnya kran kamar mandi mengucurkan air. Aneh. Huntoro masuk ke kamar mandi. Di matikannya kran air. Mungkin krannya sudah mulai rusak, makanya mengalir sendiri airnya, sangka Huntoro. Ia berbalik. Matanya mengerjap. Sekilas ia lihat barusan seperti ada bayangan melintas. Lekas ia ambil senter diatas meja. Ia hidupkan. Diarahkannya di sekitar dapur. Tak ada apa-apa. Mungkin kucing.

Huntoro mematikan senternya, ia taruh kembali di atas meja. Teringat akan kopi. Buru-buru di aduknya kopi yang tadi di seduhnya. Selesai di aduk, Huntoro beranjak ke bangku yang tadi disiapkannya. Dan asyik menyruput kopi.

Alam pikiran Huntoro mengembara, ia teringat akan pengalaman asmaranya. Harusnya ia sudah memiliki pendamping hidup sekarang. Belum lama berselang, ia punya seorang kekasih. Seorang gadis yang menurutnya cantik dan sangat di cintainya. Cukup lama ia menjalin hubungan dengan gadis itu. Bahkan di putuskan untuk dipersuntingnya. Ya, ia merengek kepada ibunya supaya cepat melamarkan si gadis untuknya. Walau ibunya terkesan kurang setuju setelah melihat gadis pujaan hatinya. Tapi cinta memang buta. Huntoro tetap menginginkan gadis itu. Dan akhirnya ibunya meluluskan keinginannya. Maka keluarganya-pun melamar. Tak di sangka selanjutnya. Ternyata gadis yang dicintainya seorang yang materialistis. Belum lagi dinikahinya. Permintaannya sudah bermacam-macam, di luar kemampuannya. Bahkan ia memergoki gadis itu jalan pula berduaan dengan lelaki lain. Sakit hatinya waktu itu. Tak ingin rumah tangganya nanti tak bahagia, dengan berat hati Huntoro membatalkan lamarannya.

Selagi terlena dalam lamunan, Huntoro terusik dengan sesuatu yang terasa jatuh mengenai rambutnya. Di usap rambutnya. Selagi ia mengusap, dirasanya sesuatu kembali jatuh, bahkan kini mengenai wajahnya, di usapnya wajahnya. Ia melihat serbuk putih halus di tangan. Di ciumnya. Bedak... Bedak? Darimana?? Pandangan mata Huntoro merayap ke penyangga tower air di sebelah kanannya. Matanya terus merayap ke atas. Perlahan dilihatnya warna putih. Kain warna putih. Bergoyang seakan tertiup angin. Matanya merayap lebih ke atas. Kain putih makin nyata, di kenakan sesosok tubuh, terayun-ayun perlahan, duduk di samping tabung tower. Mata Huntoro tak bisa di hentikannya terus memandang ke atas. Sesosok tubuh berpakaian putih. Kini terlihat, kedua tangan yang seperti tengah menabur-naburkan sesuatu dengan pelan. Serbuk-serbuk halus putih. Mata Huntoro memandang tak berkesip kearah wajah, tertutup rambut hitam panjang, tapi seraut wajah putih pucat sedikit terlihat, dan matanya... matanya tajam membelalak memandang... Huntoro. Hi hi hi hi hi hi!!

Sayup-sayup terdengar tembang Lingsir Wengi...

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
Ojo Tangi nggonmu guling
awas jo ngetoro
aku lagi bang wingo wingo
jin setan kang tak utusi
jin setan kang tak utusi
dadyo sebarang
Wojo lelayu sebet

---------------------------------




Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

Related Posts

Your Ads Here

Comments

Post a Comment