Kisah Sedih Seorang Pemalak

Kisah Sedih Seorang Pemalak
Posted by MrR4m34t
Your Ads Here


DOWNLOAD KUMPULAN CERITA
-------------------------------
Karya: Bow
-------------------------------


Hari menjelang sore, habis shloat Ashar Imron dan Sunaryo berjalan pulang kembali ke kostan mereka. Musim kemarau telah tiba, suasana menjelang senja masih terasa terik, dedaunan dari pepohonan dipinggir jalan tampak berserakan. Seharusnya Imron dan Sunoryo pulang kampung, karena perkuliahan masih dalam masa liburan, tapi keduanya enggan untuk pulang, mereka masih betah tinggal di rumah kostan masing-masing.

Beberapa orang tampak lalu lalang, jalanan yang mereka lalui memang biasa digunakan masyarakat untuk lewat sesuai dengan aktivitasnya, jalanan yang membelah tempat kuliah mereka, menuju sebuah pemukiman penduduk. Pemukiman itu sendiri menyediakan banyak tempat untuk indekost, termasuk Imron dan Sunaryo, mereka juga nge-kost di kampung itu.

"Bagaimana nilai-nilaimu semester kemarin Yok? Baguskah?" tanya Imron membuka percakapan.

"Lumayanlah, cuma satu yang harus kuulang, punyamu?" jawab Sunaryo sambil balik bertanya.

"Alhamdulillah, cuman dua yang lulus.." sahut Imron.

"Cuman dua kok Alhamdulillah?"

"Ya, semuanyakan perlu disyukuri Yok.." kilah Imron.

"Makanya, rajin-rajinlah kau masuk, kuperhatikan seringkali kamu absen Mron, banyak begadangkah kau? Sehingga malas kuliah begitu?" nasihat Naryo.

Imron hanya cengengesan, "Kuakui memang, kalau malam sering kumpul-kumpul dengan akang-akang yang tinggal disekitar tempat kostku.."

"Memang ada untungnya kamu bergaul dengan mereka? Sampai malam pula?"

"Yah, secara langsung tidak, tapi setidaknya banyak kawankan jadinya, memang beginilah aku, suka sekali bergaul dengan penduduk sekitar, eh, baik toh tu, brartikan tinggi jiwa bermasyarakatku Yok!" jawab Imron.

"Iyalah, terserah kau, tapi ingat, orangtua kita nggak sedikit keluar uang untuk membiayai kuliah, jadi manfaatkan waktu dengan baik, jangan sampai melantur kuliahmu jadinya," nasihat Naryo.

Imron mengangguk, kalau Naryo sudah mengeluarkan nasihatnya, lebih baik ia mengangguk, ketimbang makin panjang juga nanti celotehan keluar dari mulut kawannya itu.

Selagi mereka asyik bercakap-cakap, dari depan tampak berjalan tiga orang pemuda, pakaiannya macam anak kuliahan juga, tanpa menaruh pikiran macam-macam berjalanlah mereka berdua, hendak melewati ketiganya, tapi tak dinyana, tiga orang pemuda itu mencegat jalan Imron dan Sunaryo.

"Eh, ngapa ini?" tanya Imron.

Salah satu dari ketiganya tiba-tiba mengeluarkan sebuah pisau kecil dari balik bajunya, "Keluarin duit kalian!" gertaknya.

Sunaryo pucat, Imron sendiri bingung, masak iya di areal kampus ada pemalak? Diapun memilih diam. Si pemegang pisau melotot, "Nah, berani kamu ya! Cepet keluarin duit lu orang! Gua tusuk entar!" ancamnya.

Sunaryo rupanya ketakutan sangat, tanpa memberi aba-aba pada Imron dia langsung cabut langkah lari. Imron kaget melihat temannya lari, dia bengong sesaat.

"Hei! Kabur lu!" teriak si pemalak pada Sunaryo. Si Pemalak langsung berbalik pada Imron, makin diacungkannya pisau yang ia pegang ke arah muka Imron. Imron panik, ia menghindar, dan ikutan lari.

Si pemalak melihat Imron lari langsung mengejar, hanya sipemegang pisau yang mengejar, sedang dua kawannya hanya diam berdiri.

Nafas Imron tersengal, dia tak pernah olah raga selama ini, belum lagi seratus meter kakinya berlari, ia sudah takut, begitu dilihatnya ada sebuah toko tempat photokopian, Imron langsung berbelok. dan masuk.

Pemilik photokopian terkejut, "Kenapa ini mas!?" tanyanya.

"Itu! Saya di palak bang!" jawabnya sambil menunjuk si pemalak yang telah sampai didepan toko.

Melihat ada orang lain, si pemalak tak melanjutkan kejarannya, dia hanya mengacung-acungkan pisau yang dibawanya, "Awas kamu ya! Gua tusuk palak lu!" ancamya sangar. Lantas setelah puas mengancam dan mondar-mandir dengan gaya jagoan, akhirnya sipemalak berbalik pergi.

Nafas Imron masih menggebu, melihat si pemalak pergi iapun mengucapkan terimakasih dan melangkah lemah ketempat kostnya.

Imron tinggal di satu kostan yang menyatu dengan rumah pemilik kost, sesampai di kostan tak langsung ia masuk kamar, duduk lemah ia di ruamg tamu sambil mengatur nafas, sungguh peristiwa yang dialaminya begitu mengejutkan, membuat Imron sedikit shock.

Ibu kostnya keluar dari ruang tengah, melihat Imron yang tampak pucat ia bertanya,"Kamu kenapa Mron? Ngapa badanmu keringatan begitu?"

"Itu Bu.. saya tadi barusan dipalak, mau ditusuk orang," ucap Imron pelan.

"Di palak? Dimana Mron?" 

"Dijalan tadi Bu.. waktu mau pulang.." jawabnya.

Si Ibu kost segera masuk kembali kekamar, "Yah.. Ayah!" panggilnya pada suaminya.

Bapak kost terdengar menyahuti, "Ada apa Bu?"

"Itu yah... si Imron katanya habis dipalak"

"Imron? Di palak?" tak lama keluar bapak kost. Seorag lelaki dengan tubuh besar dan kumis lebat, Ia menemui Imron yang sedang duduk lemas. "Mron! Bener kamu dipalak!?" tanyanya menegaskan.

"Iya Pak.."

"Kurang ajar! Ya udah, tunggu disini," masuk kembali ia kekamar, ebgitu keluar sudah digenggamnya sebatang golok. "Ayo ikut!" ajaknya. 

"Kemana Pak!?" tanya Imron ngeri melihat golok ditangan si bapak kost.

"Kita cari yang malak kamu! Enak aja berani malak!" jawabnya.

Imronpun akhirnya mengikuti Pak Dulloh bapak kostnya itu. Mereka naik motor, dijalan bertemu dengan tukang-tukang ojek yang hendak pulang, Imron rata-rata kenal dengan mereka. Pak Dulloh menyetop mereka, dan menceritakan kejadian yang menimpa Imron, begitu mendengar cerita Pak Dulloh, merekapun lantas berbalik mengikuti motor Pak Dulloh dan Imron.

Mereka masuk kearea kampus, ada sekumpulan mahasiswa yang tengah makan bakso tak jauh dari pengkolan mereka masuk. Imron langsung menunjuk, "Itu Pak! Itu tadi yang malak!" teriak Imron.

Pak Dulloh langsung menghentikan motornya, begitu juga rombongan kawan-kawannya, tanpa ba bi bu lantas saja mereka memukuli si pemalak sampai terkapar dan melolong minta ampun. "Mana lagi!?" taya Pak Dulloh. Si Imron yang melihat dua pemalak lainpun ada disitu langsung mengarahkan telunjuknya. Kembali dengan membabibuta Pak Dulloh dan rombongan mengarahkan tinju dan tendangan ke dua pemalak yang lain.

Ketiga-tiganya babak belur, bengkak mukanya sana sini. Tubuh mereka diseret, dan dibawa kepos kemanan. "Ada apa ini!?" tanya petugas keamanan kampus. "Pemalak! Panggil polisi!" kata Pak Dulloh. Segera petugas keamanan memanggil polisi. Rombongan polisi datang, ketiga pemalak diangkut diatas mobil. Imron pun harus ikut, ia harus memberi laporan kejadiannya.

Sampai malam Imron harus memberi laporan dipolsek, disatu ruang, berpindah keruang lain, begitulah. Ketiga pemalak dilihatnya meringkuk di salah satu ruang, ditunggui oleh polisi, sungguh malang mereka, pakaiannya dilucuti oleh petugas, hanya menyisakan celana dalam untuk menutupi tubuhnya.

Selesai memberi laporan dan ketiga pemalak dimasukkan dalam sel, Imronpun pulang. Sesampai dikostan baru ia rasakan perutnya lapar, dengan langkah pelan ia mencari warung, diisi perutnya dengan nasi walau tak begitu selera. Begitu berbahayakah hidup ini? Dengan tidak memiliki bekal apa-apa alangkah mudahnya bila seseorang ingin melakukan tindakan kriminal padanya? Pikir Imron.

Selesai makan Imron kembali kekostan, diperjalanan satu suara menegur, "Darimana Mron?" Imron berpaling, dilihatnya salah satu kawan sesama kampus sedang berdiri di depan pintu satu kamar kost.

"Hei Udin! Disini kostanmu ya?" balik tanya Imron. Udin mengangguk, "Kemarilah, mampir sebentar."

Imron menurut, ia hampiri rekannya itu. Udin pernah satu sekolah dulu dengannya, waktu menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, tapi waktu kuliah mereka mengambil jurusan yang berbeda.

Setelah Imron duduk dikursi yang disediakan Udin, lantas Udin berucap, "Kau kost dimana Mron? Lama kita tak jumpa."

"Tak jauh dari sini, nah itu dari sini kelihatan kostanku," jawab Imron sambil menunjuk ke arah tempat kostannya.

"Oh disitu rupanya, eh, ngomong-ngomong kau dengar tidak kejadian tadi sore?"

"Kejadian apa Din?" tanya Imron.

"Kudengar tadi ada orang dipalak."

Imron terdiam, kejadian tentang dirinya sudah tersebar luas kiranya, diapun menyahut, "Kejadian itu to Din, kalau itu aku sendiri yang mengalaminya," lantas iapun menuturkan kejadian yang dialaminya tadi pada kawannya itu, Udin mendengarkan dengan seksama.

"Itulah Din, rasanya begitu lemah diri ini, menghadapai masalah semacam tadipun aku harus lari tunggang langgang, bukankan apes sekali nasibku," keluhnya setelah selesai bercerita.

"Kau ini, jangan begitu, kau kan sudah untung," ujar Udin.

"Untung bagaimana?" 

"Ya lihatlah kau ini, tak kurang satu apapunkan? Itulah tanda kau masih dilindungi Mron, yakin saja sama Allah, ia satu-satunya tempat berlindung, manusia hebat itu tak ada, dulu aku juga ingin menjadi manusia kuat, kau tahu, pernah satu kali aku pelajari ilmu tenaga dalam, tapi ternyata kusadari, bermain nafas itu permainan setan, jadilah manusia biasa saja, dan aku katakan tadi, kita harus yakin semua yang ada di alam semesta ini dalam kekuasaan-Nya," nasihat Udin.

Imron salut dengan pandangan Udin, memang betul yang disampaikan kawannya, masih untung ia tak kurang suatu apa, maka mantaplah langkah Imron ketika ia kembali ketempat kost-nya, rezeki dan maut itu sudah ada yang mengatur, ialah Allah SWT.

-------------------------------


Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

Related Posts

Your Ads Here

Comments

Post a Comment