The Chronicle Of AMEL

The Chronicle Of AMEL
Posted by MrR4m34t
Your Ads Here


(The Girl, The Ice Cream And The Stranger)
Oleh : B o w


Di sebuah negeri yang terpisah oleh pulau-pulau, tepatnya di sebuah pulau besar yang dulu di kenal sebagai Swarna Dwipa, hiduplah seorang anak perempuan berusia 15 tahun bernama Amel.

Kisah ini tidak menceritakan dimana ia tinggal, siapa orang tuanya, atau berapa saudaranya. Tetapi tentang sebuah peristiwa, yang di kemudian hari membuat Amel sadar, Jangan Sekali-kali Menerima Pemberian dari Seseorang yang tidak Kita Kenal. Waspadalah!

-------------------------------

Siang itu selepas sekolah, Amel duduk santai di bangku panjang depan kelas di pinggir lapangan. Sesekali ia membetulkan letak kacamatanya. Wajah remajanya seakan mencerminkan kepribadian Amel yang periang, mudah bergaul dan mungkin... agak cerewet.

Hari itu ia dan kawan-kawan serta di dampingi Wali Kelas hendak menjenguk kawannya yang sedang sakit. Kawan yang lain masih sibuk membersihkan kelas karena tugas piket. Selagi enak-enak Amel menunggu kawan yang lain kumpul sambil menikmati semilir angin yang berhembus. Tiba-tiba ia mendengar suara memanggilnya...

“Amel!”

Amel menoleh, dilihatnya Bagas kawan satu sekolah beda jurusan melambai-lambaikan tangan sambil mengacung-acungkan sesuatu. Sejenak Amel coba memfokuskan pandangan, ah! Es Krim! Soraknya dalam hati. Tanpa buang waktu Amel setengah berlari mendekati Bagas.

”Mana Gas Es Krimnya?” tagih Amel begitu tiba di depan Bagas sambil tersenyum.

“Es Krim apaan?” tanya Bagas balik belagak pilon.

“Yaelah kamu Gas pake becanda, itu tu di tangan kamu, buat aku kan?”

“Enak aja! siapa bilang?”

Amel cemberut,”trus tadi ngapain manggilin aku?”

Bagas mesam-mesem liat Amel cembetut. Memang ia sengaja bikin Amel agak kesel,”aku tu manggil kamu bukan mo ngasih tapi nawarin, siapa tau kamu mau beli es krim ini, soalnya aku kan tahu kamu paling doyan es krim,” goda Bagas.

Tampang Amel tambah cemberut,”Huh! Tau suruh beli ngapain aku capek lari-larian segala, mana es krim murahan gitu,” umpat Amel jengkel. Lantas ia berbalik....

“Eits tunggu dulu Mel,” cegah Bagas,”kamu segitu aja ngambek, kalo gampang ngambek nti cantiknya hilang lo... iya iya nggaklah kalo suruh beli, ni es krim emang buat kamu kok,” rayu Bagas kemudian sambil mengangsurkan es krim.

Sejenak suasana hening. Amel tetap diam tidak berbalik menerima es krim. Tapi sesaat kemudian... syutt! wes! Dengan kecepatan melebihi suara Amel melakukan, tiga gerakan kilat, berbalik menyambar es krim, dan berlari kabur.

Bagas bengong melihat fenomena gaib tersebut. Dan tambah geleng-geleng kepala saat dilihatnya sambil berlari Amel sempet menoleh sambil mencibir,”Jelek!” teriaknya dari jauh.

Amel kembali duduk di tempatnya semula, kali ini plus kegiatan tambahan, asyik menikmati es krim. Tak berselang lama ia melihat kawan-kawan kelasnya dari jauh berjalan kearahnya, rupanya mereka sudah selesai piket membersihkan kelas. Dari arah lain dengan jarak yang lebih dekat Amel melihat pula Wali Kelasnya datang menghampiri.

“Gimana Mel, anak-anak yang lain sudah siap belum buat mbesuk Silvi?” tanya Wali Kelasnya begitu tiba di dekat Amel.

“Iya Pak, tu mereka baru selesai piket,” jawab Amel.

Wali Kelasnya cuma sekedar menoleh kearah yang dimaksud Amel.

“Kamu makan apa itu?” tanya Pak Sony Wali Kelasnya lagi.

“Es Krim Pak,” jawab Amel singkat.

Pak Sony mengangguk-angguk,”Jangan jajan sembarangan Mel, nanti perutnya sakit,” ucap Pak Sony mengingatkan.

Amel diam saja, pura-pura tidak mendengar.

Setelah semua kawan kelasnya siap. Akhirnya mereka serombongan berangkat ke rumah sakit.

------------------------------

Pulang dari mbesuk, Amel yang nebeng motor kawan kelasnya, minta diturunkan di sebuah warung di perempatan jalan menuju rumahnya.

“Kok turun di sini Mel, kan masih agak jauh?”

“Ah tidak apa-apa, ada barang penting mau sekalian kubeli,” jawab Amel.

Setelah kawan kelasnya berlalu Amel segera menuju ke warung. Memang barang penting apaan sich yang mau di beli Amel? Apalagi kalau bukan es krim kesukaannya tentunya. Bahkan Amel beli dua sekaligus, satu buat dimakan sambil jalan pulang, satu dimakan di rumah nanti, pikirnya.

Cuaca cukup panas hari itu, sambil berjalan pulang Amel begitu menikmati es krimnya, sambil sesekali ia mengusap peluh yang menetes di dahi. Setelah melewati sepetak kebun singkong, di pinggir jalan didepan sebuah bangunan rumah tua. Amel melihat seorang anak remaja. Dari jauh remaja itu memandangnya sambil tersenyum misterius. Begitu dekat, Amel coba untuk balas tersenyum.

“Hai!” sapa remaja itu.

“Hai juga!” jawab Amel berhenti sejenak.

Remaja itu mengenakan pakaian kaos putih, celana jeans hitam, dan jaket yang juga berwarna hitam, dua tangannya di masukkan kedalam saku jaket. Matanya tertutup oleh kacamata hitam. Membuat Amel tak sadar dirinya tengah diamat-amati.

“Baru pulang sekolah?” tanya remaja itu kembali.

Amel mengangguk. Perasaannya entah mengapa tidak nyaman terlalu lama dekat dengan si remaja.

“Lagi makan apa?”

“Es krim”.

Remaja itu tersenyum. Tetap misterius.

“Boleh minta?”

“Eh, udah abis”.

“Itu?”, sambil menunjuk kantong plastik hitam yang di tenteng Amel.

“mm, ini buat Adik di rumah,” jawab Amel berbohong.

Si Remaja mengangkat bahu.

“Senang bertemu anda, sampai nanti,” ujar Amel kemudian, lantas ia bergegas meninggalkan si Remaja yang cuma berdiri terdiam.

------------------------------

Esoknya, Amel agak pagi berangkat sekolah, biasanya dia diantar Ayah, tapi karena ban motor Ayahnya bocor terpaksalah ia berangkat lebih awal agar tidak telat. Sampai di jalan kemarin melewati bangunan rumah tua. Dari jauh Amel melihat sosok remaja yang dijumpainya tengah berdiri di tempat yang sama. Dan kali inipun di sambut dengan senyuman misterius.

“Hai!” sapa si remaja.

“Hai!” balas Amel.

“Mau berangkat sekolah? Tanya si remaja. Amel mengangguk.

“Buat kamu,” ucap si remaja kemudian sambil mengangsurkan bungkusan plastik.

“Aa..apa ini?” Amel tampak ragu menerimanya.

“Bukalah...”

“Oh! Es krim,” spontan mata Amel berbinar, ketika menengok kedalam isi bungkusan plastik yang di pegangnya. Ia menoleh ke arah si remaja,”ini kesukaan saya, terima kasih ya, kakak baik sekali!”

Si remaja tersenyum.”Tidak usah berterima kasih, lagi pula aku bukan orang baik, hanya saja berharap semoga adik menikmati es krimnya”.

Walau terdengar aneh tanggapan si remaja, Amel tidak terlalu menghiraukan, karena terlanjur girang. Amel lantas pamit setelah sekali lagi mengucapkan terima kasih. Selanjutnya, Amel melangkah riang menuju ke sekolah. Tentu saja dengan menikmati es krim....

-------------------------------

Suasana kelas Amel riuh sebelum bel masuk berbunyi, siswa-siswi sibuk dengan candaannya masing-masing. Bel masuk berbunyi. Jam pertama pelajaran IPS Ekonomi, yang mengajar adalah wali kelas mereka Pak Sony.

Selesai berdo’a dan tadarus bersama. Pak Sony melanjutkan dengan mengabsen siswanya.

“Amel!”

“Aduuduh... iyaa.. hadir pakk...”

Pak Sony menoleh kearah bangku si Amel,tampak si Amel duduk sambil meringis kesakitan memegangi perutnya. Kening Pak Sony mengerut. “Kenapa kamu Mel?” tanyanya.

“Anu Pak... ini.. perut saya sakiitt... rasanya melilit-lilit...”

Pak Sony makin memandangi Amel, setelah mengamati ekspresi Amel yang serius dalam kesakitan. “Kamu keliatannya sakit betulan Mel... mm, ya sudah sana keluarlah dulu kalau mau ke belakang, saya ijinkan”.

Terburu-buru Amel segera ke toilet, perutnya benar-benar melilit. Dan amel betul-betul tersiksa hari itu, perutnya benar-benar seperti di kuras habis isinya. Bolak balik ia harus ke toilet, sampai terlihat pucat wajahnya.

Di tempat lain, setelah memberikan bungkusan berisi es krim kepada Amel, si remaja melangkah masuk kebangunan rumah tua. Di depan sebuah kamar dengan kondisi pintu yang sudah terkelupas catnya sana sini, si remaja menghentikan langkah, di dorongnya pintu itu. Ruang di dalamnya tampak remang, hanya di terangi cahaya lampu dengan daya watt rendah. Sebuah ruang kamar sederhana yang tak terurus, di dalamnya hanya di lengkapi sebuah almari, dan ranjang, yang kedua-duanya tampak kusam. Si remaja perlahan menaruh pantatnya di atas ranjang. Perlahan tangannya masuk ke kantung jaket yang ia kenakan. Begitu ia mengeluarkan tangannya, tampak ia memegang sebuah bungkus plastik dengan serbuk-serbuk putih di dalamnya. Walau cahaya lampu temaram, masih terbaca tulisan yang tercetak di bungkus platiknya “GARAM INGGRIS”, mulutnya menyeringai.

“He he he.... selamat menikmati es krim-mu gadis kecil.. itu sekedar upah, bagi mereka yang berani menolak permintaan Yuko Nandiryu....”

-----------------------------



Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

Related Posts

Your Ads Here

Comments

Post a Comment