Surat Cinta di Jok Sepeda

Surat Cinta di Jok Sepeda
Posted by MrR4m34t
Your Ads Here


DOWNLOAD KUMPULAN CERITA
------------------------------------

Karya : B o w
------------------------------------




Sudah lebih dari satu jam Waluyo duduk didepan komputernya, jari-jari yang sedianya bergerak aktif ternyata hanya terdiam sedari tadi, heran ia, kenapa malam ini tak muncul satu idepun yang bisa ia salurkan untuk menuliskan sebuah cerita? Lantas ia tinggalkan komputernya dan pergi ke dapur, membuat segelas kopi dan menaruhnya diatas meja, dilihatnya sebuah yang koran tergeletak, diambil dan dibacanya.
Waluyo menggeleng-nggelengkan kepalanya sehabis membaca sebuah berita, luarbiasa pergaulan anak remaja jaman sekarang, bagaimana tidak, berita yang baru dibacanya menuliskan tentang kasus sepasang muda mudi setingkat sekolah menengah pertama melakukan hubungan layaknya suami isteri, kembali digeleng-gelengkan kepalanya. Alangkah berbeda dengan masanya dulu, memang ada istilah pacaran, tapi hanya sekedar status dan meluahkan perasaan, tak lebih dari itu.
Ia ingat bagaimana dulu ia punya yang namanya pacar waktu di bangku sekolah menengah pertama, ia kelas dua waktu itu. Adalah seorang perempuan yang menurutnya cantik waktu itu, Hesti namanya. Gadis remaja itu tubuhnya tinggi, langsing, dan rambutnya panjang. Wajahnya begitu cantik dan manis menurutnya.
Waluyo memang tipikal lelaki yang pemalu didepan tapi menggebu dibelakang, sering ia curi-curi pandang pada gadis bernama Hesti itu, tapi tiap kali si gadis menoleh kearahnya, langsung Waluyo buang muka kearah lain. Mengungkapkan perasaan? Mana berani ia. Yang dilakukan malah mengungkapkan pada teman laki-lakinya, terutama dua sahabat akrabnya, Si Budi dan Ginanjar.
“Kalian tahu tidak siapa gadis tercantik di sekolahan ini?” tanyanya waktu itu pada dua sohibnya saat istirahat sekolah.
“Wah nggak tahu aku, soalnya banyak juga yang cantik-cantik, ada Rinda, Berti, Wulan dan lain-lain,” jawab Ginanjar.
“Berti tu cantik, kulitnya putih, kalau putih pasti cantik,” timpal Budi.
“Sapi juga cantik dong!” tukas Waluyo.
Ginanjar tertawa mengekeh, sedang Budi cuma diam sambil memonyongkan bibirnya.
Sebelum Budi tambah ngambek, Waluyo kembali membuka mulut, “Kalian tahu tidak? Yang paling cantik di sekolahan ini ya si Hesti anak kelas sebelah!”
Dua kawannya menoleh, “Kok bisa?” tanya Budi.
Waluyo berdiri dari duduknya, sedikit dibusungkan dadanya, “Jelas dong! Dia tinggi, tubuhnya ramping, idealnya perempuan, rambutnya panjang terurai, dan wajahnya, wow! Sungguh jelita!” ungkapnya. Dua temannya terbengong menyaksikan polah Waluyo, begitu mendramatisir waktu menggambarkan sosok idamannya, bahkan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya segala.
“Bagaimana? Betulkan kataku!?” tanyanya kemudian.
Melihat dua temannya masih diam tanpa ekspresi dipukulnya punggung Ginanjar, “Bayangin dong! Bayangin!”
Ginanjar kaget, “Eh! Mbayangin siapa!?”
“Ya ampun! Ya gadis itulah si Hesti!”
“Baik! Baik! Kami bayangin! Sabar ya,” jawab Ginanjar. Lantas dua temannya saling berpandangan, dan seperti sudah janjian mereka menundukkan kepala. Agak lama baru mereka kembali mengangkat kepala dan memandang pada Waluyo, “Jadi kau suka pada Hesti!?” tanya Budi.
“Eh siapa bilang!?” kilah Waluyo.
“Ya itu tadi, menggebu sekali kau ungkapkan tentang indahnya sosok Hesti, apa itu bukan pertanda kau suka dia?” Waluyo tak menjawab hanya bibirnya yang nyengir, malulah dia kalau terang-terangan bilang dia suka dengan Hesti.
Tapi dasar lagi demen, maka setelah itu seringkali ia tiap kumpul dengan kedua teman-temannya selalu membahas tentang cantiknya si Hesti, begitu sempurnanya gadis itu, bahkan ditunjukkannya puisi-puisi cinta yang sudah dibuatnya untuk si gadis.
“Kalo kau memang suka tembak dong! Tembak aja!” usul Budi suatu ketika, mungkin ia agak sebal dengan Waluyo, karena melulu memuji-muji gadis itu.
“Iyalah, ayo dong! Tunjukkin actionnya! Jangan ngomong dibelakang doang, mana tahu dia, keburu di ambil orang entar lho!” Ginanjar makin membumbui.
Waluyo garuk rambutnya yang tak gatal, “Malu aku, iya kalau diterima, kalau ditolak gimana? Apa kata dunia? Mau disembunyikan dimana mukaku.”
“Alah, kenapa dipikirin ditolak segala! Kalau ditolak, kan masih ada Rinda, Berti, Wulan dan lain-lain, nanti kamu alihkan targetmu kemereka,” ujar Ginanjar sambil tertawa, senang rupanya ia melihat kawannya kebingungan.
Sekalipun di kompor-kompori dua temannya, tetap saja Waluyo waktu itu tak berani menyatakan suka, rasa malu dan kikuknya tak bisa ia hilangkan, lagipula bingung juga ia, bagaimana cara ngomongnya? Kalau harus bilang didepan gadis itu, bisa-bisa bukan suara ungkapan perasaan yang keluar, tapi suara kentut yang terdengar, karena saking gugupnya.
Dan bagaimana akhirnya? Nah inilah hebatnya, tak di sangka tak diduga, suatu hari waktu istirahat Hesti datang kekelasnya, dan langsung menuju bangkunya, “Kalau suka jangan gini dong caranya!” katanya pada Waluyo sambil menyodorkan sebuah kertas yang tampak kusut.
Waluyo jelas terperanjat, “Eh, apa ini!?” tanyanya.
“Baca aja sendiri! Itu ada di jok sepedaku,” jawab Hesti. Lantas si gadis memutar badannya meninggalkan kelas.
Seperginya si gadis dibukanya kertas yang diberikan padanya, ternyata sebuah surat, isinya;

Untuk Hesti Kartika Sari
   Di-tempat

Bagiku engkau gadis yang tercantik, setiap hari kuterbayang wajahmu, dalam mimpi kubertemumu.
Ingin kuungkapkan perasaan tapi sungguh kumalu, takut engkau kan menolak cintaku.
Aku hanyalah lelaki biasa yang tak bergelimang harta benda, namun kutulus dengan perasaanku, terimalah cintaku yang suci ini.
Salam rindu teruntukmu gadis pujaan hatiku.

Pengagum Rahasiamu
ttd
Waluyo

Alamak, pantas gadis itu berang padanya, apalagi surat itu ditaruh disepedanya. Lantas ia tulis permintaan maaf pada Hesti, dan dititipkan pada kawan sekelasnya. Rupanya gayung bersambut, setelah ia kirim surat permintaan maaf, segera sigadis membalasnya, sampai akhirnya sering pula mereka berkirim surat, meluahkan perasaan dalam rangkaian kata-kata yang tersusun indah.
Waluyo tersenyum mengingat semua nostalgia itu, memang pada akhirnya ia putus juga hubungan dengan Hesti, ya mungkin istilahnya cinta monyet, tapi sungguh yang ia heran, sampai kini tak diketahui siapa yang telah mengirimkan surat kaleng itu di jok sepeda Hesti, seandainya bertemu tentu ingin ia ucapkan terimakasih.

------------------------------------

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

Related Posts

Your Ads Here

Comments

Post a Comment